Mohammad Hatta, dalam bukunya “Pelaksanaan Undang-undang Dasar 1945 Muhammad Yamin, baginya perkataan “dikuasai oleh negara” tidaklah berarti Notonagoro, adalah salah seorang konseptor dari Undang-Undang Nomor 5

a. Mohammad Hatta, dalam bukunya “Pelaksanaan Undang-undang Dasar 1945

Pasal 33” memaknai dikuasai oleh negara tidak berarti negara sendiri menjadi penguasa, usahawan atau “ondernemer”. Lebih tepat dikatakan, bahwa kekuasaan negara terdapat pada membuat peraturan guna kelancaran jalan ekonomi, peraturan yang melarang pula “penghisapan” orang yang lemah oleh orang yang bermodal. 97

b. Muhammad Yamin, baginya perkataan “dikuasai oleh negara” tidaklah berarti

dimiliki, diselenggarakan, atau diawasi, melainkan berarti diperlakukan dengan tindakan-tindakan yang berdasarkan pada kekuasaan tertinggi dalam tangan negara. Selain itu, menurutnya Pasal 33 ayat 3 melarang organisasi-organisasi yang bersifat monopoli partikelir yang merugikan ekonomi nasional. Walaupun “Sosialisme Indonesia” mengenal milik swasta perseorangan privaatbezit; privaat eigendom karena sesuai dengan kepribadian Indonesia dan tidak dilarang Pasal 33. 98

c. Notonagoro, adalah salah seorang konseptor dari Undang-Undang Nomor 5

tahun 1960 tentang Peraturan Pokok Agraria UUPA, dan UUPA merupakan aturan pelaksana dari Pasal 33 ayat 3 UUD 1945. Notonagoro menyatakan pendapatnya tentang kata-kata “dikuasai oleh negara” dalam tema pokok “hak menguasai daripada negara” sebagai dasar baru hukum agraria di Indonesia. Menurut Notonagoro “untuk menentukan hakekat sifat hak menguasai tanah, kita harus mendasarkan diri menurut kedudukan hak menguasai tanah oleh negara itu dalam rangkaian kekuasaan negara pada umumnya”. Ia mendasarkan argumentasinya ini pada pandangan Van Vollenhoven yang menyatakan bahwa, sebenarnya hak negara terhadap tanah ialah untuk mengatur dan sebagainya itu, tidak lain daripada kekuasaan negara terhadap segala sesuatu. Tanah merupakan suatu spesmen hal khusus, jika dalam hal ini perlu diberi bentuk lain, maka sudah tentu tidak boleh mengurangi dan mengubah kedudukan negara terhadap segala sesuatu itu. Selanjutnya, ia menyatakan bahwa untuk menentukan hakikat sifat hak menguasai tanah, kita melihat kepada kekuasaan negara, yang tidak lain ialah membangun, mengusahakan memelihara dan mengatur hidup bersama. Khusus mengenai tanah berarti membangun mengusahakan, memelihara dan 97 Abdurrahman, Op.cit, hlm. 37 98 Ibid, hlm. 38. 60 mengatur segala sesuatu mengenai tanah. Dengan demikian dapatlah kita rumuskan hakikat dan sifat hak menguasai tanah itu, ialah: “dalam membangun, mengusahakan, memelihara dan mengatur tanah untuk kepentingan negara kepentingan umum, kepentingan rakyat sama dan membantu kepentingan perseorangan”. 99

d. Sudargo Gautama, dalam menafsirkan hak menguasai negara mendasarkan