47 analisis hasil penelitian, diperoleh ketuntasan belajar secara klasikal dari siklus I
sebanyak 71 sedangkan pada siklus II sebanyak 97. Dengan demikian mengalami peningkatan sebesar 26. Dari hasil observasi terhadap keaktifan
siswa dari siklus I ke siklus II mengalami peningkatan sebesar 4,94 dan untuk observasi kerja guru dengan menggunakan model pembelajaran tipe CIRC dari
siklus I ke siklus II meningkat sebesar 10,23. Berdasarkan hasil angket siswa terhadap pembelajaran dengan model
CIRC, menunjukkan bahwa siswa merasa senang dan mudah menerima serta bisa mengikuti pembelajaran matematika pada pokok bahasan kubus dan balok.
Dengan demikian, pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran tipe CIRC dengan metode pemecahan masalah dapat meningkatkan hasil belajar dan
keaktifan belajar matematika siswa. Penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan
yaitu menerapkan model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition dalam pemecahan masalah pada mata pelajaran matematika.
Perbedaannya yaitu penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas VIII B SMP N 1 Semarang dengan materi pokok kubus dan balok, sedangkan peneliti
melaksanakan pada siswa kelas IV SD Negeri Langgen dengan materi pokok pecahan.
2.3 Kerangka Berpikir
Mata pelajaran matematika memiliki ciri khusus yaitu abstrak. Sehingga, banyak siswa menganggap matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang
48 sulit dan kurang menarik, terutama pada materi yang berkaitan dengan pemecahan
masalah yang biasanya dituangkan dalam bentuk soal cerita. Dalam hal ini, siswa mengalami kendala untuk memahami maksud atau isi dari soal cerita yang
diberikan. Sehingga, hasil pekerjaannya menjadi tidak sesuai dengan harapan. Semakin sering hal ini terjadi menjadikan siswa mudah putus asa dalam
mengerjakan soal cerita. Permasalahan ini menjadi lebih sulit lagi saat dihadapkan pada materi
pecahan. Siswa di satu sisi sulit untuk memahami maksud atau isi dari soal cerita dan di sisi lain juga mengalami kesulitan saat menemui soal tentang pecahan.
Siswa terkadang mengalami kesulitan saat harus menjumlahkan dan mengurangkan pecahan dengan penyebut yang berbeda.
Model pembelajaran konvensional yang biasanya hanya diisi dengan ceramah guru dan tugas kurang sesuai dengan konsep pembelajaran aktif, kreatif,
efektif, dan menyenangkan PAKEM. Dalam model pembelajaran konvensional, pembelajaran lebih berpusat pada guru, siswa cenderung pasif, dan tidak ada
interaksi antar siswa. Kegiatan siswa hanyalah mendengarkan penjelasan guru dengan seksama, mata mengahadap ke papan tulis, belajar hanya dari guru atau
bahan ajar, bekerja sendiri, dan lebih banyak diam. Hal ini menjadikan motivasi dan hasil belajar siswa rendah. Untuk itu diperlukan suatu model pembelajaran
kooperatif yang dapat memudahkan siswa dalam memahami maksud atau isi dari soal cerita sehingga dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa dalam
menyelesaikan permasalahan matematika pada materi pecahan.
49 Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan guru adalah model
pembelajaran kooperatif tipe Cooperative Integrated Reading and Composition CIRC. Dengan penerapan model ini motivasi dan hasil belajar siswa akan lebih
baik dibandingkan dengan penerapan model pembelajaran konvensional. Dari uraian di atas, untuk mempermudah pemikiran tersebut digunakan
ilustrasi kerangka berfikir sebagai berikut:
Bagan 2.1 Kerangka Berpikir
2.4 Hipotesis