Teknik Analisis Data METODOLOGI PENELITIAN
44
yang pada saat itu masih menjadi siswa SMA Johanes de Britto tahun 1949-1951. Lambang itulah yang digunakan sampai sekarang
Pada tanggal 9 Juni 1953, oleh Pembesar Serikat Jesus di Roma nama SMA Santo Johanes de Britto diubah menjadi SMA Kolese de
Britto. Sekolah ini terus mengalami perkembangan seiring berjalannya waktu, meskipun sering terjadi pergantian pengurus dan staf pemimpin
namun bertambahnya jumlah murid yang berdampak bertambahnya jumlah ruang kelas, pembenahan dan perbaikan bagian administrasi
sekolah, termasuk rencana mendirikan gedung sekolah baru di lokasi lain merupakan suatu kemajuan yang dialami SMA Kolese de Britto.
Banyak pilihan lokasi untuk mendirikan gedung sekolah yang baru, tetapi akhirnya pilihan lokasi jatuh di daerah Demangan tepatnya di
Jalan Laksda Adisucipto 161 Yogyakarta, yang akhirnya menjadi alamat tetap sekolah ini. Peletakan batu pertama sebagai tanda awal
pembangunan gedung sekolah yang baru dilakukan oleh Mgr. A. Soegijapranata, S.J yang pada waktu itu menjabat Vikaris Apostolik
Semarang. Pada bulan Mei 1958, SMA Kolese de Britto dipindahkan ke gedung sekolah yang baru. Selain kompleks gedung yang luas,
sekolah yang baru ini juga dilengkapi lapangan olah raga, aula, ruang laboratorium, dan lain-lain.
Pada permulaan tahun ajaran baru, 1 Agustus 1960, Romo P.F.C. Teeuwisse, S.J. yang masih WNA diganti oleh direktur baru,
Romo Th. Koendjono, S.J karena pada saat itu pemerintah
45
mengeluarkan peraturan yang melarang orang berkewarganegaraan asing mengajar di sekolah dasar dan menengah. Dua tahun kemudian
tepatnya 1 Agustus 1962, kepengurusan SMA Stella Duce yang semula disatukan dengan SMA Kolese de Britto, resmi diserahkan kepada
Yayasan Tarakanita. Sedangkan SMA Kolese de Britto tetap diasuh oleh Yayasan de Britto yang secara ex officio diketuai oleh romo Jesuit
sebagai rektor kolese. Semenjak awal perkembangannya SMA Kolese de Britto
sebagai suatu kolese, lembaga pendidikan yang dikelola Jesuit senantiasa mengalami keterbatasan tenaga Jesuit. Salah satu jasa Romo
Schoonhoff, S. J. Sebagai rektor kolese sejak tahun 1956 adalah kegigihannya mempertahankan SMA Kolese de Britto ketika hendak
di tutup sebagai Kolese dan kemudian akan diserahkan kepada awam. Alasan penyerahan kepada awam adalah karena pada waktu itu tidak
tersedia cukup tenaga Jesuit untuk diserahi tugas di SMA. Salah satu argumen yang diajukan oleh Romo Schoonhoff, S. J. kepada Peter
Jendral pimpinan Jesuit tertinggi di Roma adalah bahwa dari SMA kolese de Britto ini setiap tahunnya melahirkan alumnus yang
mendaftar ke seminari. Di samping itu, ada banyak fakta yang tidak boleh di abaikan, yaitu bahwa SMA ini telah benyak melahirkan imam
baik Jesuit maupun Projo atau tarekat lain. Selain Romo G. Schoonhoff, S. J. Bapak L. Subiyat juga merupakan tokoh yang sangat
46
berjasa dalam memperjuangkan kelangsungan SMA Kolese de Britto sebagai sebuah Kolese.
Ketika Romo Th. Koendjono, S. J. menjadi direktur kepala sekolah 1962-1964 diangkatlah kedisiplinan menjadi tuntutan kerja
dan sikap hidup sehari-hari, tidak hanya untuk siswa, tetapi juga semua pihak yang terlibat dalam pendidikan di kolese tersebut. Kerja sama
dengan awam sedikit demi sedikit dikembangkan. Kerja sama itu tidak hanya dalam arti berhubungan baik supaya awam mau bekerja lebih
tekun, tetapi semakin menempatkan awam sebagai partner yang setara dalam pengelolaan sekolah. Sayangnya Romo Th. Koendjono, S. J.
tidak bertugas cukup lama karena mendapat tugas baru dari Pemimpin Serikat Jesus. Pada akhirnya Romo Th. Koendjono, S. J. digantikan
oleh seorang awam yaitu Bapak C. Kasiyo Dibyoputranto pada tahun 1964. Serikat Jesus mulai menyadari akan pentingnya kerja sama yang
sederajat dengan awam. Sejak itu hingga sekarang, jabatan direktur kepala sekolah selalu dipegang oleh awam. Tetapi meskipun demikian
ciri sebuah Kolese dimana ada Jesuit didalamnya tetap dipertahankan dalam jabatan rektor yang sekaligus menjadi ketua yayasan dan
jabatan Sub Pamong. Pada tahun 1973 ketika jabatan rektor dipegang oleh Romo J.
Oei Tik Djoen, S.J., di SMA Kolese de Britto dicanangkan pendidikan bebas. Konsep pendidikan bebas ini merupakan jawaban terhadap
keadaan masyarakat yang kurang bisa menerima pendapat yang