Sistem Pendidikan SMA Kolese de Britto
52
Refleksi merupakan suatu kegiatan dengan menyimak kembali secara intensif terhadap pengalaman belajar, antara lain materi
pelajaran, pengalaman, ide-ide, usul-usul, atau reaksi spontan agar dapat memahami dan menangkap maknanya secara lebih mendalam.
Dalam refleksi diusahakan siswa menangkap nilai yang dipelajari. Untuk mencapai hal itu, dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut:
a.
memahami hal yang dipelajari secara lebih baik dan mendalam, dengan pertanyaan misalnya: “Apakah yang disajikan dalam buku
cukup sahih atau jujur?”;
b.
mengerti sumber-sumber perasaan dan reaksi yang dialami siswa dalam renungan ini, misalnya: “Apakah yang paling menarik dari
cerpen yang saya baca ini?”, “Mengapa saya merasa iba terhadap tokoh yang satu ini dan benci terhadap tokoh yang lain?”;
c.
mendalami implikasi bagi diri sendiri, bagi orang lain, atau bagi masyarakat, misalnya: ”Apa gunanya hal ini bagi diri saya, bagi
keluarga, tetangga, atau masyarakat pada umumnya?”;
d.
mendapatkan pengertian pribadi tentang kejadian-kejadian, ide- ide, kebenaran, atau pemutarbalikan kebenaran, dan sebagainya,
misalnya: “Apakah cara hidup saya sesuai dengan kepentingan yang lain?”, “Apakah saya sanggup memikirkan kembali apa
yang sebetulnya saya butuhkan unuk hidup bahagia?”;
e.
memulai lebih mengerti atau memahami diri sendiri, misalnya: “Refleksi ini menimbulkan perasaan apa dalam diri saya?”.
53
Siswa diberi kebebasan untuk berefleksi. Ada kemungkinan siswa yang telah berefleksi tidak menunjukkan perubahan ke arah
perkembangan. Hal ini bisa terjadi karena siswa baru dalam taraf perkembangan untuk menjadi lebih dewasa. Akan tetapi, yang penting
guru sudah menanamkan “benih” kehidupan ke dalam diri siswa dan benih itu akan tumbuh pada saatnya.
4.
Aksi
Paradigma pedagogi Ignasian tidak hanya berhenti pada refleksi, tetapi justru dari refleksi itu diharapkan siswa terdorong untuk
mengambil keputusan atau komitmen dan kemudian melaksanakannya. Refleksi akan menjadi mentah kalau hanya menghasilkan pemahaman
dan reaksi-reaksi afektif. Refleksi yang bermula dari pengalaman harus berakhir pada realitas pengalaman yang baru dalam wujud pengambilan
sikap atau tindakan. Perwujudan pengalaman baru inilah yang disebut aksi.
Dalam istilah aksi terkandung pemahaman, keyakinan, dan keputusan untuk melakukan komitmen atau melakukan suatu tindakan.
Dengan demikian, tindakan yang dilakukan berangkat dari keprihatinan atau kesadaran akan pentingnya mengambil tindakan, bukan bertindak
sekedar emosi, terhasut, dan ikut-ikutan belaka. Ada dua macam pilihan untuk beraksi. Pertama, pilihan batin,
misalnya setelah berefleksi siswa menyadari bahwa Tuhan selalu
54
berkarya dalam hidupnya. Untuk itu dalam segala keberhasilan dan kegagalannya, ia akan kembali kepada Tuhan untuk bersyukur atau
memohon kepada-Nya. Kedua, pilihan lahiriah, misalnya setelah berefleksi siswa menyadari bahwa hasil belajarnya tidak baik atau gagal
karena cara belajarnya yang tidal pas, maka ia akan mengubah cara belajarnya untuk menghindari kegagalan lagi.
5.
Evaluasi
Evaluasi mencakup dua hal, yaitu menilai kemajuan akademis dan menilai kemajuan pembentukan pribadi siswa secara menyeluruh. Tes,
ulangan, atau ujian merupakan alat evaluasi untuk menilai atau mengukur seberapa jauh pengetahuan sudah dikuasai dan keterampilan
sudah diperoleh. Evaluasi secara berkala mendorong guru dan siswa untuk lebih memperhatikan pertumbuhan intelektual dan mengetahui
kekurangan-kekurangan yang perlu segera ditangani. Akan tetapi, yang harus diperhatikan adalah bahwa dalam evaluasi ini perhatian tidak
hanya tercurah pada kemampuan penyerapan ilmu pengetahuan yang diperoleh dari proses pengajaran, tetapi harus mencakup perkembangan
secara menyeluruh, yaitu perhatian kepada sejauh mana siswa berkembang sebagai pribadi yang mengarah menjadi manusia bagi
orang lain. Untuk mengetahui perkembangan pribadi, guru dapat
melakukannya dengan mengadakan hubungan dialogal, angket, atau melalui pengamatan terhadap perilaku para siswa. Dalam evaluasi ini
55
guru perlu memperhatikan umur, bakat, kemampuan, dan tingkat kedewasaan setiap siswa.
SMA Kolese de Britto juga menerapkan Pendidikan Bebas sebagai sikap dasar. Yang dimaksud dengan Pendidikan Bebas adalah bukan
suatu pendidikan ke arah anarki atau suatu sistem yang yang bebas dari peraturan yang perlu untuk kehidupan bermasyarakat melainkan suatu
sikap dalam usaha SMA Kolese de Britto yang mencakup para pendidik dan peserta didik, untuk bersama-sama mencari pengarahan dalam
tindak-tanduk, berlandaskan pada pengakuan bahwa karunia manusia yang paling asasi dan luhur adalah kebebasannya yang harus
diprioritaskan dalam proses pembentukan kepribadian.