bidang KIA di Puskesmas Kabupaten Kudus. Peningkatan kinerja yang didukung dengan peningkatan kualitas itu diakibatkan banyaknya bobot pelaksanaan kegiatan
KIA dalam BOK yang merupakan salah satu program prioritas. Hal ini memacu usaha peningkatan kualitas dan inovasi dari SDM kesehatan itu sendiri.
Perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan harus disusun dengan baik dan benar .Dinas Kesehatan Kabupaten Dairi harus mampu melakukan melakukan
perencanaan kebutuhan pegawai berdasarkan demografi,lokasisarana serta berdasarkan program kesehatan yang akan dilaksanakan. Bagi SDM yang diketahui
kurang kompeten dilakukan pelatihan baik kemampuan manajerialnya maupun keterampilannya.
5.1.2. Dana BOK
Dana Program Bantuan Operasional Kesehatan adalah dana yang bersal dari APBN yang diberikan melalui Kementerian Kesehatan untuk membantu
pemerintahan KabupatenKota dalam usaha mencapai Standar Pelayanan Minimal SPM. Yang menjadi dasar pertimbangan BOK adalah karena alokasi anggaran di
Pemerintah Daerah lebih banyak diarahkan pada upaya kuratif dari pada promotif. Program BOK diharapkan dapat menjembatani perbedaan penyediaan dana di daerah
yang saat ini bersifat desentralisasi. Oleh karena itu, harus ada sinergitas antara Pusat dengan Pemerintah Daerah dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan pada
masyarakat. Meskipun dana BOK diberikan kepada daerah seharusnya hal tersebut tidak mempengaruhi dana yang seharusnya dianggarkan di daerah. Menurut informan
dari BAPPEDA, bila dana BOK dapat mendanai biaya operasional kesehatan maka
Universitas Sumatera Utara
persentase dana BOK dan APBD sebaiknya adalah 70 berbanding 30. Berdasarkan telah dokumen, anggaran operasional perjalanan dinas dalam rangka
pelayanan preventif dan promotif untuk 18 puskesmas yang dianggarkan sebesar Rp. 113.400.000 pada tahun 2010 meningkat menjadi Rp.496.670.000 pada tahun 2011
dan pada tahun 2012 kembali turun menjadi Rp. 137.775.000,- Artinya ada pengurangan dana dari APBD Kabupaten Dairi pada tahun 2012 karena adanya
peningkatan alokasi dana BOK Tahun 2012 sebesar Rp.1.350.000.000,-. Karena dianggap dukungan BOK untuk kegiatan upaya preventif dan promotif di puskesmas
biayanya telah cukup memadai. Jika dibandingkan dengan dana operasional puskesmas sebelum adanya BOK seluruh informan berpendapat bahwa masalah
keterbatasan dana atau biaya opersional untuk kegiatan pelayanan kesehatan sangat terbantu dengan kehadiran program BOK ini. Hal itu ditunjukkan dengan data
laporan pencapaian SPM di masing-masing puskesmas menunjukkan peningkatan cakupan Standar Pelayanan Minimal.
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kebijakan BOK tergolong kebijakan yang good policy karena tujuan dan ukuran kebijakan ini yang realistis dan
sesuai dengan masalah yang dihadapi negara Nurcahyani dkk, 2012. Dengan demikian asumsi bahwa sharing dana anggaran APBD sebagai akibat adanya BOK di
Kabupaten Dairi yang dipersepsikan oleh Pengambil kebijakan anggaran hanya 30 menjadi tidak sesuai karena menjadikan BOK sebagai sumber anggaran yang utama.
Dalam proses perencanaan di daerah biasanya yang mendapat persetujuan adalah anggaran pembangunan sarana dan pembelian barang-barang dengan relatif
Universitas Sumatera Utara
besar. Sebaliknya program-program kesehatan dan pemberdayaan masyarakat mendapat prioritas yang lebih rendah dan karena itu menjadi sering dicoret ketika ada
diskusi desk anggaran di Bappeda. Karena masih ada anggapan bahwa ukuran keberhasilan dari proyek fisik lebih terukur dan mudah dilihat dan dapat dirasakan
dengan cepat. Beberapa upaya alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan permasalahan persepsi dari pihak Bappeda tersebut adalah melalui
pembuatan usulan Program dan kegiatan yang mampu menyajikan analisis biaya dan manfaat dari setiap rencana kegiatan, membuat kondisi yang realistis dalam
mengatasi permasalahan, membuat proposal yang lengkap kepada Bappeda agar mereka mamahami rasionalitas kegiatan, melakukan advokasi dan negosiasi
perencanaan serta melatih para perencana program di Dinas Kesehatan untuk memahami bagaimana menyusun dan melaksanakan perencanaan dengan baik dan
benar. Dari hasil penelitian ini dana BOK banyak digunakan untuk mendukung
kegiatan kepada pegawai berupa pemberian bantuan transport kepada petugas. Sehingga, penting sekali untuk memahami konteks atau dasar suatu kebijakan
sehingga dengan pengetahuan yang ada akan membantu para pelaku kebijakan untuk berinovasi dalam mewujudkan dasar dari kebijakan BOK.
Total alokasi dana BOK di Kabupaten Dairi Tahun 2012 sebesar Rp.1.596.900.000,- dengan rincian untuk puskesmas sebesar Rp. 1.350.000.000,-
Realisasi penyerapan anggaran 99,93 dan dana untuk pengelola BOK Kabupaten sebesar Rp. 246.900.000,. dengan persentasi penyerapan anggaran 100 . Kegiatan
Universitas Sumatera Utara
Pengelola BOK Kabupaten antara lain untuk kegiatan pencatatan dan pelaporan, perencanaan, monitoring dan evaluasi, kegiatan sosialisasi, honor operasional bagi
tim BOK kabupaten dan tim BOK puskesmas serta belanja bahan. Alokasi dana BOK yang dianggarkan dibagi kepada setiap puskesmas
berdasarkan jumlah desa di wilayah kerja puskesmas. Dari hasil penelitian ini telah dapat menjelaskan bahwa seluruh Kepala Puskesmas dalam hal pengalokasian dana,
setiap informan sepakat bahwa dana yang dikucurkan telah cukup memadai . Hal ini dapat dilihat dari pertambahan alokasi dana yang dikelola oleh puskesmas setelah
adanya kegiatan BOK. Pertambahan alokasi dana BOK di puskesmas di Kabupaten Dairi berdampak
kepada peningkatan cakupan pelayanan kesehatan walaupun belum begitu signifikan. Pada tahun 2012 peningkatan pencapaian SPM dari hasil penelitian jika dibandingkan
dengan target penetapan kinerja yang telah ditetapkan pada tahun 2012 di Kabupaten Dairi masih ada yang belum tercapai Penjelasan pada evaluasi output
Dalam mencapai upaya kesehatan yaitu untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal di Kabupaten Dairi sejak tahun 2010 -2012 telah menunjukkan
peningkatan yang cukup berarti.Hal dapat dilihat dari trend penurunan kasus kematian bayi yaitu 69 kasus kematian pada tahun 2010 menurun menjadi 61 kasus
kematian pada tahun 2012.Untuk kasus kematian ibu melahirkan pada tahun 2010 sebesar 10 kasus turun menjadi 5 kasus kematian pada tahun 2012. Pencapaian ini
didukung oleh peningkatan alokasi dana yang setiap tahun meningkat di puskesmas.
Universitas Sumatera Utara
Perbedaan alokasi dana BOK memang berbeda di setiap puskesmas bergantung pada kebijakan dari Dinas Kesehatan itu sendiri. Daerah Kepulauan Riau
membagi dana BOK berdasarkan kriteria puskesmas jauh dan puskesmas dekat Husni,2012. Jadi, pada puskesmas yang jaraknya jauh dari Dinas Kesehatan
mendapatkan alokasi dana yang lebih besar. Namun menurut informan, ada baiknya alokasi dana itu diberikan berdasarkan masalah utama yang terjadi pada setiap
puskesmas. Misalnya salah satu puskesmas memiliki masalah gizi buruk yang cukup tinggi, maka akan lebih baik bila dana BOK lebih diprioritaskan pada puskesmas
yang menangani. Pengalokasian dana di puskesmas berdasarkan skala prioritas dilakukan
sebagai upaya mengatasi ketidakcukupan dana. Puskesmas harus memiliki sepesifik lokal permasalahan kesehatan sehingga dana BOK betul-betul dapat bermanfaat
untuk mengatasi permasalahan yang ada. Selain itu Kepala Puskesmas juga harus berpedoman pada masalah kesehatan apa yang menjadi trend pada daerah kerjanya.
Adanya fluktuasi dan perbedaan alokasi dana serta cakupan program puskesmas tidak hanya dipengaruhi oleh pembiayaan BOK saja tetapi juga pembiayaan lain yang
bersumber dari DAU, DAK dana bantuan dan lain-lain Nurcahyani, dkk, 2012. APBD Kabupaten Dairi membiayai kegiatan operasional Puskesmas yang
tidak masuk dalam ruang lingkup kegiatan BOK sehingga kegiatan tidak tumpah tindih. Dana BOK, APBD dan sumber lainnya harus saling mengisisinergi untuk
mendukung kegiatan di puskesmas.
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa operasional puskesmas seperti ATK, listrik penggandaan untuk kebutuhan dasar puskesmas sudah didanai dari APBD
Kabupaten sedangkan kegiatan yang mendukung terlaksananya kegiatan Posyandu dan kegiatan promotif dan preventif lainnya dibiayai oleh dana BOK. Dalam
pemanfaatan dana BOK yang di lakukan di seluruh puskesmas penelitian jika dibandingkan penggunaan dana BOK dalam kegiatan upaya kesehatan, manajemen
puskesmas, belanja bahan penunjang serta kegiatan penunjang maka proporsi kegiatan upaya kesehatan mendapat anggaran yang lebih besar yaitu 71,96. Kondisi
ini sudah baik karena kata kunci kegiatan yang dapat dibiayai BOK adalah kegiatan promotif dan preventif yang mengacu kepada SPM Bidang Kesehatan dan MDGs.
Jika kegiatan yang dilakukan dapat memenuhi keinginan tersebut maka kegiatan dapat dilakukan. Dari 18 puskemas yang ada kegiatan upaya kesehatan merupakan
kegiatan yang menempati urutan pertama dalam pemanfaatan dana BOK. Sesuai dengan penelitian Dasmar dkk 2013 yang menyatakan pengelolaan
dana BOK haruslah tepat sasaran, akuntabel, efektif dan efisien sesuai dengan skala prioritas. Dana BOK bukan merupakan dana utama dalam penyelenggaraan upaya
kesehatan. Dana BOK hanya merupakan salah satu dukungan pembiayaan, sehingga harus disadari bahwa tidak mungkin hanya dengan dana BOK saja dapat mencapai
Indikator SPM. Dengan adanya BOK Pemerintah Daerah sudah seharusnya tidak mengurangi anggaran yang sudah dialokasikan untuk operasional pukesmas dan tetap
berkewajiban menyediakan dana operasional yang tidak terbiayai melalui BOK. Dalam upaya pencapaian SPM memang belum ada perhitungan biaya Unit cost
Universitas Sumatera Utara
kesehatan dalam rangka pencapaian SPM yang menjadi panduan dalam perencanaan di Kabupaten.
Dukungan pendanaan Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian Kesehatan yang berkaitan dengan kegiatan penyusunan, penetapan, pelaporan, monitoring dan
evaluasi, pembinaan dan pengawasan, pembangunan sistematau sub sistem informasi manajemen, serta pengembangan kapasitas untuk mendukung penyelenggaraan SPM
kesehatan dibebankan kepada APBN Depkes, 2008. Pada intinya untuk mencapai SPM dan MDGs walaupun ada beberapa
program dari Kementerian Kesehatan tidaklah cukup, karena upaya ini bukan hanya tugas dari Kementerian Kesehatan semata, melainkan juga tugas dari semua jenjang
pemerintahan, mulai dari Kepala Daerah, Wakil rakyat yang duduk di DPRDPRD dan seluruh lapisan masyarakat.
5.1.3. Sarana dan Prasarana