TIM TEKNIS PROPINSI PTF DAN TIM PENGARAH PROPINSI PSC DI KALIMANTAN TIMUR

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 1999 34 Di Kalimantan Timur Proyek Pesisir menfasilitasi pembentukan lembaga dengan mengakomodasi lembaga-lembaga yang sudah ada. Dalam hal ini PP KALTIM berusaha untuk meningkatkan fungsi atau peran mereka, melalui konsultasi dengan tokoh-tokoh kunci dari BAPPEDA, baik dengan mengurangi ataupun menambah keanggotaan dari lembaga ini. Keunggulan pendekatan ini adalah proses ‘pembentukan’ yang efisien dan upaya nyata untuk memanfaatkan hasil-hasil yang telah dilakukan oleh proyek terdahulu, yaitu MREP. Karena Lampung tidak termasuk dalam program proyek MREP, maka propinsi ini tidak memiliki lembaga Provincial Working Group seperti halnya di Kalimantan Timur dan Sulawesi Utara. Dalam hal ini Proyek Pesisir Lampung mencoba memfasilitasi pembentukan lembaga tersebut dengan lebih mengutamakan keinginan stakeholder pesisir. Setelah melalui suatu proses diskusi-diskusi yang cukup panjang dan memakan waktu yang cukup lama dengan para stakeholder, akhirnya disepakati suatu tim yang disebut dengan tim pengarah PAC dan tim teknis propinsi PTF. Peran Proyek Pesisir dalam pelaksanaan tugas-tugas PWG di Sulawesi Utara tampak relatif besar. Peran yang besar ini sekaligus dapat mendukung efisiensi mekanisme kerja dan kelancaran dari program-program PP SULUT. Dengan mekanisme dimana PWG lebih banyak berfungsi sebagai lembaga yang membahas konsep-konsep yang diajukan atau disiapkan oleh PP SULUT, kemudian memberi saran, persetujuan atau pengesahan, maka Proyek Pesisir mendapat manfaat besar karena kemudahan untuk mendapatkan persetujuan kegiatan-kegiatannya dari pemerintah setempat. Dengan mekanisme ini, PP SULUT diharapkan juga berperan dalam penguatan kelembagaan pengelolaan pesisir di Sulawesi Utara. Dari sisi Pemerintah Indonesia, pemberdayaan lembaga-lembaga yang sudah ada seperti yang terjadi di Kalimantan Timur tentunya menguntungkan karena output atau hasil suatu proyek terdahulu dimanfaatkan dan dikembang- kan. Hal ini sangat efektif dan efisien sehingga dapat mendukung upaya penghematan baik dari waktu dan dana. Lain lagi halnya dengan PP Lampung yang mencoba mengakomodasi kepentingan semua pihaksektor terkait dan juga meyakinkan para stakeholder di Lampung bahwa pembentukan PAC dan PTF terutama ditujukan untuk membentuk cikal bakal lembaga independen yang dapat mengkoordinasikan pengelolaan sumberdaya pesisir terpadu, setelah Proyek Pesisir berakhir di Lampung. Jadi pendiriannya bukan hanya sekedar membentuk lembaga pendukung atau perpanjangan tangan dari Proyek Pesisir. Dalam proses pembentukan PAC ini, PP Lampung mempelajari pengalaman- pengalaman PP SULUT dan PP KALTIM serta Proyek MREP, kemudian mengembangkannya dengan beberapa penyesuaian untuk Propinsi Lampung. Sampai tulisan ini disajikan, kami belum dapat memberikan komentar tentang efisiensi dan efektifitas dari lembaga-lembaga di Kalimantan Timur dan Lampung. Dari tiga cara pendekatan pembentukan lembaga-lembaga di atas, terlihat bahwa peran Proyek Pesisir di lokasi proyek sangat menentukan proses pembentukan dan fungsi lembaga yang diharapkan sebagai lembaga pendukung kelancaran Proyek Pesisir dan sekaligus cikal bakal lembaga koordinasi pengelola wilayah pesisir. Kajian ini diharapkan dapat membantu para penentu dan pengambil kebijakan mengenai pembentukan kelembagaan serupa di propinsi-propinsi lain. Komposisi anggota lembaga dapat mencerminkan sejauh mana lembaga tersebut dapat mengakomodasi aspirasi stakeholder. Pembentukan lembaga tersebut perlu ditunjang oleh kebijakan pemerintah setempat yang bertujuan untuk memperkuat status hukum lembaga tersebut sehingga lembaga ini efektif sebagai lembaga koordinasi pengelolaan kawasan pesisir di lingkungannya yang menentukan arah, mengendalikan, mengawasi, mengkoordinasikan atau mengakomodasi kepentingan sektor-sektor dan pro- yek-proyek terkait sekaligus mengurangi terjadinya tumpang tindih kegiatan. Di Sulawesi Utara, kecenderungan perkembangan kelembagaan ke arah tersebut sudah terlihat dengan adanya usulan agar lembaga ini cukup independen untuk memberi arahan bagi setiap proyek-proyek ataupun kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan pesisir. Pertemuan ru- tin yang difasilitasi oleh NRM-2 yang melibatkan hampir sebagian besar proyek-proyek yang berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya alam, seperti MREP, COREMAP, Proyek Pesisir, Lembaga Swadaya Masyarakat, kalangan pemerintahan NRM-2, 1998 memiliki peluang untuk dapat mengembangkan dan mewujudkan ide ini.