Pengambilan CoT kedua April 1998

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 1999 16 Kepulauan Ryukyu Jepang, Micronesia, Samoa Barat, Cook Islands, Fiji, Society Islands, Laut Merah, Hawaii, Maladewa, Malaysia Timur dan Austra- lia Moran, 1998. Penyebab timbulnya outbreak ini, menurut para ahli, diduga akibat 1 hujan lebat yang panjang, dimana run off akan membawa nutrient ke laut sehingga dapat mengakibatkan terjadinya kelimpahan jumlah fitoplankton yang merupakan makanan bagi larva CoT, sehingga memberikan peluang bagi ribuan larva untuk mendapatkan makanan yang cukup dan semakin besar peluangnya untuk tumbuh menjadi hewan dewasa dan mengkonsumsi karang hidup, serta 2 berkurangnya predator atau pemangsa mereka, misalnya giant triton shell Charonia tritonis, puffer fish Arothron hispidus, trigger fish Balistoides viridescens dan Pseudobalistes flavimarginatus, udang Hymenocera picta dan cacing Pherecardia striata. Namun, belum banyak bukti yang cukup untuk menunjukkan penyebab ini. Dalam konteks pengelolaan pesisir di lokasi proyek, kegiatan ini merupakan media untuk memperkenalkan lingkungan bawah laut. Hal ini lebih lengkap lagi karena sebelum mereka melakukan pengambilan CoT, mereka telah mengikuti program PLH. Program PLH dapat dianggap sebagai forum untuk peningkatan kesadaran akan lingkungan, nilai ekologis lingkungan dan potensi sumberdaya di laut atau pesisir sekitarnya. Wawancara terhadap sejumlah orang desa setelah kegiatan ini selesai dilakukan mendapatkan gambaran tentang pandangan pragmatis masyarakat terhadap pengambilan CoT ini. Ada pendapat yang mengatakan bahwa kegiatan ini bermanfaat untuk mengurangi kemungkinan kontak manusia dengan CoT yang mengakibatkan rasa sakit luar biasa walaupun tidak mematikan. Pendapat lain adalah untuk menjaga atau memelihara terumbu karang dari kerusakan akibat predasi CoT. Alasan untuk berpartisipasi dalam kegiatan ini cukup beragam, mulai dari ikut-ikutan hingga untuk mendorong kelestarian alam. Di Bentenan dan Tumbak telah ada kelompok-kelompok masyarakat pemantau terumbu karang. Sebagai salah satu topik yang menarik untuk kelompok-kelompok ini adalah perkembangan populasi dan penyebaran CoT. Mereka akan terus melanjutkan kegiatan ini secara berkala setiap 3-6 bulan secara massal dengan petunjuk dan fasilitas PP SULUT selama proyek masih berjalan. Jika proyek telah selesai, kegiatan pengambilan CoT ini akan dilakukan oleh perorangan secara sukarela dan sesuai dengan kemampuan. Untuk pengambilan CoT secara massal, keberhasilannya tergantung dari pembinaan pemerintah dan tokoh-tokoh masyarakat setempat. Adanya kelompok- kelompok ini mungkin dapat diang gap merupakan salah satu indikator ‘keberhasilan’ kegiatan pengambilan CoT. Perhatian pemerintah terhadap kegiatan ini tercermin selain dari dukungan resmi juga dengan kehadiran para pejabatnya pada saat pengambilan CoT dilakukan. Hadir di antara partisipan adalah Wakil Ketua Bappeda SULUT, Sekretaris Wilayah Kecamatan Belang dan Kepala Desa. Kehadiran mereka diperkirakan memberikan dorongan moril kepada masyarakat yang berpartisipasi. Satu hal yang menarik dari pendekatan ini adalah jika kegiatan-kegiatan tersebut menjadi rutin dan sudah memasyarakat di kalangan penduduk desa, maka pemantauan terhadap CoT merupakan suatu kebutuhan penduduk setempat. Bagaimana caranya agar kegiatan tersebut merupakan kebutuhan mereka? Salah satu alternatif adalah dengan menerangkan keuntungan- keuntungan yang diperoleh penduduk setempat jika kondisi lingkungan dan Gambar-3. Pengukuran bintang laut berduri Crown of Thorn untuk mendapatkan komposisi ukurannya di desa Bentenan dan Tumbak. Foto: Christovel Rotinsulu