Cara Mendidik Peran Edukatif Orangtua

17 d. Mengajak dan Mendorong Meski belum bisa memngungkapkan dengan kata-kata, sejak kecil anak sudah dapat merasa bahwa ia dihargai. Maka mereka akan sangat berbahagia apabila orangtua bersedia mengajak dan mendorong mereka. e. Mengarahkan Bagaimanapun, usia dan pengalaman termasuk pendidikan memang membuat kemampuan anak hampir pasti tidak sebanding dengan kemampuan orangtuanya. Tetapi yang bisa dilakukan orangtua adalah memberikan pengarahan dan kesempatan untuk hal-hal yang harus diselesaikan anak. f. Memberi teladan Akan sulit meminta anak melakukan sesuatu kalau ia tidak melihat teladan langsung dari orang-orang terdekat khususnya ayah dan ibu atau orangtua. g. Merubah Lingkungan Rumah dan Keluarga Anak-anak membutuhkan dukungan lingkungan untuk melakukan segala sesuatu, sehingga orangtua perlu menata lingkungan sekitar supaya mendukung hal-hal yang diinginkan. h. Menitipkan Anak di Taman Bermain Playgroup atau taman bermain harus mempunyai nilai lebih dalam semua hal ketimbang kalau anak tetap bermain dan belajar di rumah. i. Kebersamaan dengan Orangtua Dari segi fasilitas, tidak perlu mainan dan peralatan yang mahal. Yang lebih penting adalah kebersamaan dan bagaimana membiarkan anak berkreasi dengan bahan-bahan yang sederhana. j. Memuji Yang sering dilupakan orang tua mungkin bukan karena tidak mau, tetapi lebih karena sebagian orang tua khawatir anak-anaknya akan menjadi besar kepala adalah memuji anak, karena orangtua cenderung melihat perbuatan baik anaknya sebagai sesuatu yang sudah semestinya. Tetapi pendekatan yang positif tetap meyakini bahwa kedekatan, kehangatan, teladan, pujian, dorongan adalah “sumbangan” yang cukup besar untuk mengantar anak menjadi dewasa yang dapat dibanggakan. Tim Pustaka Familia, 2006: 215-220. Agus Widodo 2012: 105-206 mengatakan bahwa dalam mendidik perlu adanya penerapan pendidikan karakter dalam keluarga. Keluarga merupakan lingkungan, sekaligus sarana pendidikan non-formal yang paling dekat dengan anak. Kontribusi terhadap keberhasilan pendidikan anak didik cukup besar. Rata-rata anak didik mengikuti pendidikan di 18 sekolah hanya sekitar 7 jam per hari, atau kurang dari 30 persen. Selebihnya 70 persen, anak didik berada dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya. Jika dilihat dari aspek kuantitas waktu, pendidikan di sekolah berkontribusi hanya sebesar 30 persen saja terhadap hasil pendidikan anak. Sementara sisanya 70 persen, lingkungan keluarga ikut andil dalam keberhasilan pendidikan anak didik. Periode yang paling sensitif menentukan adalah pendidikan dalam keluarga yang menjadi tanggungjawab orangtua. Pola asuh adalah salah satu faktor yang secara signifikan turut membentuk karakter anak. Pendidikan dalam keluarga adalah pendidikan utama dan pertama bagi anak, yang tidak dapat digantikan oleh lembaga pendidikan mana pun. Pendidikan dalam keluarga sangat diperlukan untuk membangun sebuah community of learner tentang pendidikan anak, serta sangat diperlukan menjadi sebuah kebijakan pendidikan dalam upaya membangun karakter bangsa secara berkelanjutan. Keberhasilan keluarga dalam menanamkan nilai-nilai kebajikan atau karakter pada anak, sangat tergantung pada jenis pola asuh yang diterapkan orangtua. Pola asuh ini dapat didefinisikan sebagai pola interaksi antara anak dengan orangtua, yang meliputi pemenuhan kebutuhan fisik seperti makan, minum dan sebagainya dan kebutuhan non-fisik seperti perhatian, empati, kasih sayang dan sebagainya Agus Wibowo, 2012: 112. Hal ini dikarenakan karakteristik anak adalah meniru apa yang dilihat, didengar, dirasa dan dialami, maka karakter mereka akan 19 terbentuk sesuai dengan pola asuh orangtua tersebut. Dengan kata lain anak akan belajar apa saja termasuk karakter, melalui pola asuh yang dilakukan orangtua mereka. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pola asuh yang diterapkan oleh orangtua terhadap anaknya akan menentukan keberhasilan pendidikan karakter mereka dalam keluarga Agus Wibowo, 2012: 117. Orangtua merupakan teladan bagi anaknya, sehingga dalam mendidik anak perlu adanya teladan yang baik dari orangtua. Orangtua adalah pihak yang paling dekat dengan anak sehingga kebiasaan dan segala tingkah laku yang terbentuk dalam keluarga menjadi contoh dan dengan mudah ditiru anak. Hal ini seperti pribahasa “air cucuran atap, jatuhnya kepelimbahan juga” yang erat kaitannya dengan tauladan orangtua atas anak. Menurut pribahasa itu, tabiat, perilaku atau apa saja dari orangtua akan menurun atau diikuti oleh anaknya. Pribahasa yang sama adalah “buah jatuh tak jauh dari pohonnya”. Selain itu, banyak penelitian psikologi yang mengungkap bahwa sebagian besar yang anak- anak pelajari tidak berasal dari apa yang orang tua katakana ketika mengajar anaknya, namun sebagian besar anak-anak belajar dari teladan orang tuanya Agus Wibowo, 2012: 120-121. Lina Erliana dalam Agus Wibowo 2012: 121 mengemukakan bahwa anak adalah peniru ulung. Semua aktivitas orangtua selalu dipantau anak dan dijadikan model yang ingin dicapainya, atau dengan kata lain semua perilaku orangtua termasuk kebiasaan buruk yang dilakukan akan 20 mudah ditiru oleh anak. Terdapat beberapa kiat menjadi orang tua yang ideal serta figur tauladan yang baik bagi anak, yaitu: a. Mengubah pola mendidik anak dan mulai menerapkan pola child center, artinya orangtua harus mengambil posisi sejajar dengan anak atau menjadikan orangtua sebagai sahabat anak. b. Menyediakan waktu untuk anak. Komunikasi yang baik memerlukan waktu yang berkualitas dan ini yang kadang tidak dipikirkan oleh orang tua. Orangtua sebaiknya dapat menyelami perasaan senang, sedih, marah maupun keluh kesah anak. c. Para orangtua khususnya kaum ibu dituntut untuk mampu mengenali bahasa tubuh dari anak. Dengan mengenali bahasa tubuh secara baik, orangtua diharapkan dapat memberikan kasih sayang yang tidak hanya dilontarkan dalam kata-kata, tetapi lewat sentuhan bahasa tubuh. d. Orangtua harus bisa memahami perasaan anak. e. Menjadi pendengar yang aktif untuk anak. Agus Wibowo, 2012: 121 Dari beberapa cara mendidik yang diungkapkan oleh beberapa pakar, maka peneliti memilih cara mendidik yang diungkapkan oleh Suhartin Citrobroto 1986: 99 yang membahas tentang teknik mendidik, Agus Wibowo 2012: 105-106 yang membahas tentang perlunya pendidikan karakter dalam keluarga dan Agus Wibowo 2012: 112 dan 117 yang membahas bahwa model pola asuh orangtua menentukan keberhasilan pendidikan karakter anak.

B. Keberhasilan Pendidikan Anak

Sutari Imam Barnadib 1976: 33 berpendapat bahwa dasar pendidikan yang utama adalah “rasa cinta kepada anak”. Tanpa adanya rasa cinta tidak akan mungkin pendidikan itu berhasil. Menurut Ki Hajar Dewantara dalam Sistem Among, yang berasal dari bahasa jawa dan mempunyai arti seseorang yang tugasnya “ngemong” atau “momong” yang jiwanya penuh pengabdian. 21 Sistem among yaitu menyokong kodrat alamnya anak-anak didik agar dapat mengembangkan hidup lahir dan batin menurut kodratnya masing-masing. Sistem among ini merupakan sebuah system yang berjiwa kekeluargaan dan bersendikan dua dasar kemerdekaan, sebagai syarat untuk menghidupkan dan menggerakkan kekuatan lahir dan batin anak, sehingga dapat hidup merdeka berdiri sendiri dan kodrat alam, sebagai syarat untuk mencapai kemajuan dengan secepat-cepatnya dan sebaik-baiknya. Ki Hadjar Dewantara menjadikan “Tutwuri Handayani” sebagai semboyan Sistem Among. Tutwuri Handayani, tidak lain berarti pengakuan terhadap otonomi individu untuk berkembang, namun tidak terlepas dari dialog atau interaksi dari manusia lain termasuk pendidik, yang kemudian ditambahkan dua semboyan dari RMP. Sosrokartono, yaitu “Ing madya mangun karsa” di tengah membangkitkan kehendak, memberi motivasi dan “Ing ngarsa sung tulada” di depan memberi contoh. Abdullah Idi 2011: 168 mengatakan pendidikan merupakan salah satu fungsi yang harus dilakukan dengan sebaik-baiknya oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah secara terpadu untuk mengembangkan fungsi pendidikan. Keberhasilan pendidikan bukan hanya dapat diketahui dari kualitas individu, melainkan juga keterkaitan erat dengan kualitas kehidupan masyarakat dan bernegara. Dari beberapa paparan inilah dapat diketahui bahwa keberhasilan pendidikan anak dapat dilihat dari dua aspek, yaitu dengan melihat prestasi belajar dan melihat karakternya sebagai berikut: 22

1. Prestasi Belajar

a. Pengertian Prestasi Belajar

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi keempat 2008:1101, prestasi adalah hasil yang telah dicapai dari yang telah dilakukan, dikerjakan dan sebagainya. Lanawati dalam Reni Akbar- Hawadi 2004: 168 mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah hasil penilaian pendidik terhadap proses belajar dan hasil belajar siswa sesuai dengan tujuan instruksional yang menyangkut isi pelajaran dan perilaku yang diharapkan dari siswa. Prestasi belajar adalah hasil dari suatu proses pembelajaran yang diukur melalui pengeukuran hasil belajar. Sugihartono 2007: 130 berpendapat bahwa pengukuran hasil belajar dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh perubahan tingkah laku siswa setelah menghayati proses belajar. Prestasi belajar yang dimaksud adalah tingkat penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran yang ditunjukkan dengan skor atau nilai. Sedangkan menurut Supriono 2008: 90, prestasi belajar di bidang pendidikan adalah hasil dari pengukuran terhadap peserta didik yang meliputi faktor kognitif, afektif dan psikomotori setelah mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan menggunakan intrumen tes atau instrument yang relevan. Budi Raharja dalam Rukisno Eko Saputro 2013: 38 mengungkapkan prestasi atau hasil belajar adalah tingkat keberhasilan