pengayaan pada areal bekas tebangan. Namun disarankan untuk menanam jenis- jenis komersial pada bekas jalan sarad dan bekas tempat pengumpulan kayu
TPn. Berdasarkan hasil penelitian ini jumlah tegakan pada petak pemanenan
kayu konvensional dan RIL pada berbagai tingkat pertumbuhan tegakan masih mencukupi. Namun demikian diwajibkan untuk tetap menanam di tempatareal
terbuka bekas penebangan, penyaradan dan bekas tempat pengumpulan kayu TPn. Biaya perbaikan kerusakan pada petak pemanenan kayu konvensional dan
RIL dapat dilihat pada Tabel 57. Tabel 57. Biaya perbaikan kerusakan pada petak pemanenan kayu konvensional
dan RIL.
No. Teknik PK
Luas keterbukaan
tanah ha Tingkat
kerusakan ha Kebutuhan
bibit Biaya
kerusakan Rpm
3
1. Konvensional
0,4017 Ringan = 21 btg
135 8.616,25
Sedang = 26 btg Berat = 88 btg
2. RIL
0,2336 Ringan = 17 btg
85 3.846,38
Sedang = 21 btg Berat = 47 btg
Tabel 57 menunjukkan bahwa rata-rata biaya perbaikan kerusakan pada petak pemanenan kayu konvensional sebesar Rp
8.616,25
,-m
3
lebih besar dari pada dengan teknik RIL yakni sebesar Rp
3.846,38
,-m
3
. Hal ini disebabkan areal yang terbuka rata-rata pada teknik pemanenan konvensional lebih tinggi yakni
0,4017 ha sedangkan areal yang terbuka akibat pemanenan kayu RIL lebih rendah yakni sebesar 0,2336 ha. Dengan demikian dapat dilihat bahwa semakin besar
kerusakan tegakan tinggal dan luas areal yang terbuka akibat pemanenan kayu maka semakin besar biaya perbaikan kerusakan yang dikeluarkan.
5.3.3 Analisis Finansial Pemanenan Kayu
Untuk mengetahui keberhasilan penanaman modal pada pemanenan kayu dengan teknik RIL apakah akan mampu menghasilkan keuntungan pada tingkat
tertentu maka dilakukan analisis kelayakan finansial. Analisis kelayakan finansial erat hubungannya dengan rasio pendapatan dan pengeluaran suatu kegiatan,
sehingga hasil analisis memberikan gambaran tentang pelaksanaan kegiatan tersebut.
Perhitungan biaya dalam penelitian ini melalui pengamatan langsung dilakukan di lapangan, arsip perusahaan dan wawancara. Biaya yang dilakukan
dengan pengamatan langsung di lapangan meliputi : biaya ITSP dan survai topografi, perencanaan pemanenan kayu, penandaan jalan sarad, TPn, arah rebah
pohon dan pemotongan liana, pembukaan dan konstruksi jalan sarad, penebangan, penyaradan, rehabilitasi kerusakan setelah penebangan, inspeksi blok dan
perbaikan kerusakan kerusakan tegakan tinggal. Adapun biaya yang diperoleh dari arsip perusahaan merupakan biaya yang diasumsikan sama antara teknik
pemanenan kayu konvensional dan RIL. Untuk melakukan analisis finansial selain dasar-dasar perhitungan yang
telah diuraikan di atas, digunakan asumsi-asumsi sebagai berikut : 1. Tingkat suku bunga umum yang berlaku saat ini diasumsikan sebesar 16
dan tingkat inflasi 10 . Untuk keperluan analisis tingkat suku bunga yang dipergunakan adalah 16 dan 18 .
2. Selama jangka analisis diasumsikan tidak terdapat perubahan kebijakan yang mendasar menyangkut pengusahaan hutan, sehingga tidak terjadi perubahan
yang mempunyai konsekuensi biaya cukup besar. 3. Untuk menyederhanakan perhitungan, maka diasumsikan biaya-biaya yang
dianggap sama pada pemanenan kayu konvensional dan RIL tidak diperhitungkan. Yang diperhitungkan dalam analisis finansial ini adalah
perbedaanselisih pendapatan dan pembiayaan antara pemanenan kayu konvensional dan RIL.
Besarnya jumlah biaya yang dikeluarkan pada pemanenan kayu konvensional dan teknik RIL secara terperinci dapat dilihat pada Lampiran 70,
yakni sebesar Rp 296.000,00,-m
3
dan Rp 313.803,13,-m
3
. Pendapatan dari kegiatan pemanenan kayu dengan teknik RIL berasal dari
peningkatan penambahan produksi kayu bulat yang dihasilkan pada pemanenan kayu dengan teknik RIL dikalikan harga jual kayu dan menurunnya
berkurangnya biaya perbaikan kerusakan. Tabel 31 memperlihatkan bahwa persentase pemanfaatan kayu pada petak pemanenan kayu konvensional adalah