Strategic options of tropical peat forest management to anticipate carbon trading

(1)

PILIHAN STRATEGI PENGELOLAAN HUTAN GAMBUT TROPIKA DALAM KERANGKA SKEMA PERDAGANGAN KARBON

UJANG SUWARNA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013


(2)

(3)

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul “PILIHAN STRATEGI PENGELOLAAN HUTAN GAMBUT TROPIKA DALAM

KERANGKA SKEMA PERDAGANGAN KARBON” adalah karya saya

dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, 12 Januari 2013 Ujang Suwarna


(4)

(5)

UJANG SUWARNA. Strategic Options of Tropical Peat Forest Management to Anticipate Carbon Trading. Under supervision of ELIAS, DUDUNG

DARUSMAN and ISTOMO.

Tropical natural forest was important agent in global climate change mitigation through absorption and storage of carbon in form of biomass. One of forest ecosystem type that has potential to absorb and store carbon was tropical peat forest. Measurement and calculation total carbon stocks in soil and vegetation of tropical peat forest must be done accurately to anticipate carbon trading. The objective of the study was to estimate total carbon stocks in soil and vegetation, to identify forest carbon stock changes, to analyse carbon economic value, and to describe strategic options of peat forest management. The study found that biomass and carbon stocks in the soil was 8 times higher than in the vegetation in primary forest condition, and 10 times in logged over forest and secondary forest condition. Carbon stocks in vegetation and soil were 189.45 ton C/ha and 1537.37 ton C/ha in primary forest, 161.76 ton C/ha, and 1713.77 ton C/ha in logged over area, 139.05 ton C/ha and 1486.39 ton C/ha in secondary forest, and 43.09 ton C/ha and 1205.59 ton C/ha in degraded forest. Option of degraded forest conversion to plantation forest can improve above carbon stock, provide profitability from both timber sale and carbon trade, give forward and backward linkages, and increase national and regional economic growth. Option of no conversion but conserve the natural forest can maintain forest carbon stock and provide profitability from carbon trade. This option potencially might decrease forward and backward linkages and regional economic growth. Option of no conversion but manage the natural forest for timber and carbon with sustainable forest management (SFM) by applying RIL techniques and reducing felling intencity can progressively increase forest carbon stock, provide profitability from both timber sale and carbon trade, give forward and backward linkages, and increase regional economic growth.

Keywords: tropical peat forest, carbon stock changes, economic value, management options.


(6)

(7)

UJANG SUWARNA. E161080011. Pilihan Strategy Pengelolaan Hutan Gambut Tropika Dalam Kerangka Skema Perdagangan Karbon. Dibimbing oleh ELIAS,

DUDUNG DARUSMAN dan ISTOMO.

Dalam konteks perdagangan karbon dengan skema REDD (Reducing

Emission from Deforestation and Degradation of Forest), hutan alam gambut

tropika Indonesia memiliki peranan penting sebagai penyimpan karbon baik dalam tanah maupun vegetasi hutan. Apabila simpanan karbon tersebut dikelola secara benar dengan prinsip pengelolaan hutan lestari (PHL) maka Indonesia mampu meningkatkan simpanan karbon hutan alam gambut tropika. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur dan menghitung potensi simpanan karbon total pada tanah dan vegetasi hutan gambut tropika, mengetahui perubahan dan perkembangan simpanan karbon pada vegetasi hutan gambut tropika pada berbagai strategi pengelolaan hutan, mengetahui nilai manfaat ekonomi karbon hutan gambut tropika pada berbagai pilihan strategi pengelolaan hutan gambut.

Penelitian lapangan dilaksanakan pada bulan JuniAgustus tahun 2011 di areal konsesi atau izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan alam produksi (IUPHHK-HA) PT. Diamond Raya Timber, Dumai, Provinsi Riau pada empat kondisi hutan gambut alam tropika, yaitu hutan alam primer, hutan alam bekas tebangan (setelah satu tahun ditebang), hutan alam sekunder (setelah 30 tahun ditebang), dan hutan alam terdegradasi (lahan hutan yang tidak bervegetasi pohon). Analisis karbon dilakukan di laboratorium Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB Bogor. Analisis perubahan dan perkembangan simpanan karbon pohon di atas permukaan tanah pada skala unit pengelolaan hutan (forest

management unit_FMU) menggunakan metode bertambah-berkurang (gain-loss

method). Dalam penelitian ini, penambahan (gain) simpanan karbon tegakan

hutan berasal dari pertumbuhan kembali (regrowth) tegakan hutan setelah penebangan pohon berupa riap volume tegakan hutan (m3/ha/tahun), sedangkan pengurangan (loss) simpanan karbon tegakan hutan berasal dari intensitas penebangan pohon (m3/ha) dan kerusakan berat tegakan tinggal akibat penebangan pohon. Analisis nilai manfaat proyek karbon di hutan produksi dilakukan dengan perhitungan biaya dan manfaat pada setiap strategi pengelolaan hutan. Suatu proyek dinilai layak secara finansial apabila nilai NPV (Net Present Value) > 0 dan nilai BCR (Benefit Cost Ratio) > 1.

Apabila hutan alam bekas tebangan (HBT) dilakukan pemanenan hutan dengan intensitas tebangan 16 pohon/ha dan menerapkan teknik pemanenan ramah lingkungan (Reduced Impact Logging_RIL), maka simpanan karbon setelah 40 tahun adalah 99,33 tonC/ha. Nilai ini lebih rendah dari simpanan karbon awal yaitu 107,25 tonC/ha. Dengan demikian, penerapan teknik pemanenan ramah lingkungan (RIL) dengan intensitas 16 pohon/ha mampu memperkecil penurunan simpanan karbon setelah 40 tahun sebesar 8% (7,92 tonC/ha) dibandingkan dengan simpanan karbon awal (107,25 tonC/ha). Penerapan teknik pemanenan ramah lingkungan (RIL) mampu meningkatkan simpanan karbon setelah 40 tahun sebesar 22% (18,16 tonC/ha) dibandingkan dengan penerapan teknik pemanenan konvensional (CL).


(8)

pemanenan hutan yang ramah lingkungan disertai dengan penurunan intensitas penebangan pohon per ha mampu mempercepat proses perkembangan simpanan karbon atas permukaan tanah mencapai kondisi awal sebelum penebangan pohon sebelum siklus tebang berikutnya.

Usaha pemanfaatan kayu dengan mengikuti proyek karbon memberikan keuntungan lebih besar daripada tidak mengikuti proyek karbon apabila nilai kompensasi karbon lebih besar daripada biaya proyek karbon. Biaya proyek karbon akan semakin kecil dengan semakin besar simpanan karbon yang mampu dipertahankan. Nilai kompensasi karbon yang dibutuhkan akan semakin besar dengan semakin rendah simpanan karbon yang mampu dipertahankan.

Pilihan mengkonversi hutan gambut terdegradasi menjadi HTI pulp mampu meningkatkan potensi tegakan hutan dan serapan karbon atas permukaan, memberikan keuntungan usaha kayu HTI pulp dan usaha jasa karbon, memberikan efek pengganda ke belakang dan ke depan, serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah. Namun demikian, pilihan ini berpotensi menyebabkan terjadinya penurunan simpanan karbon akibat subsidensi tanah gambut, sehingga diperlukan perbaikan teknologi untuk mencegah subsidensi tanah gambut.

Pilihan tidak mengkonversi hutan primer, bekas tebangan dan sekunder menjadi HTI pulp, tapi mempertahankannya sebagai hutan alam, mampu mencegah terjadinya penurunan simpanan karbon akibat subsidensi tanah gambut dan konversi hutan, mempertahankan fungsi tata air atau hidrologis, fungsi biodiversitas, fungsi kelestarian hutan dan fungsi simpanan/serapan karbon atas dan bawah permukaan, serta memberikan keuntungan usaha jasa karbon. Pilihan ini berimplikasi negatif, yaitu tidak mendapatkan keuntungan dari usaha kayu hutan alam, serta cenderung berkurangnya efek pengganda dan pertumbuhan ekonomi wilayah. Pilihan ini perlu mendapat kompensasi penuh untuk menutupi implikasi negatif tersebut.

Pilihan strategi pengelolaan hutan gambut tropika yang lain adalah tidak mengkonversi hutan primer, bekas tebangan dan sekunder menjadi HTI pulp, tapi memanfaatkannya untuk usaha karbon dan kayu bulat hutan alam melalui penerapan teknik RIL dan pengurangan intensitas penebangan. Pilihan ini mampu mencegah dan mereduksi terjadinya kehilangan simpanan karbon akibat subsidensi tanah gambut dan konversi hutan, mempertahankan fungsi tata air atau hidrologis, fungsi biodiversitas, fungsi kelestarian hutan dan fungsi simpanan/serapan karbon atas dan bawah permukaan, memberikan keuntungan usaha jasa karbon dan kayu hutan alam, memberikan efek pengganda ke belakang dan ke depan, serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah.

Kata kunci: simpanan karbon, hutan gambut tropika, manfaat ekonomi karbon, pilihan pengelolaan


(9)

Hak Cipta milik IPB tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(10)

(11)

DALAM KERANGKA SKEMA PERDAGANGAN KARBON

UJANG SUWARNA E 161080011

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup (Rabu, 31 Oktober 2012):

1. Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS

(Guru Besar bidang Ekologi Hutan di Fakultas Kehutanan IPB)

2. Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, MSc

(Staf Pengajar bidang Kebijakan Kehutanan di Fakultas Kehutanan IPB)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka (Rabu, 12 Desember 2012):

1. Dr. Ir. Iman Santoso, MSc

(Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Kemenhut RI)

2. Dr. Ir. Bintang CH. Simangunsong, MS


(13)

Nama : Ujang Suwarna

NIM : E 161080011

Program Studi : Ilmu Pengelolaan Hutan

Disetujui, Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Elias Ketua

Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, MA. Dr. Ir. Istomo, MS.

Anggota Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Ilmu Pengelolaan Hutan

Prof. Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, MS. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.


(14)

(15)

Puji syukur penulis persembahkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan karunia-Nya yang masih diberikan kesempatan dan kesehatan kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan tulisan ini yang berjudul “PILIHAN STRATEGI PENGELOLAAN HUTAN GAMBUT TROPIKA DALAM

KERANGKA SKEMA PERDAGANGAN KARBON”.

Pada kesempatan ini Penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir. Elias selaku Ketua Komisi Pembimbing, serta Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, MA dan Dr. Ir. Istomo, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama penelitian dan dalam penyempurnaan tulisan ini. Ucapan terima kasih juga Penulis haturkan kepada Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS dan Dr. Ir. Dodik Rodho Nurrochmat, MSc.F.Trop. yang telah bersedia menjadi penguji luar komisi pada ujian tertutup tanggal 31 Oktober 2012. Penulis juga menghaturkan terima kasih kepada Dr. Ir. Iman Santoso, MSc dan Dr. Ir. Bintang CH Simangunsong, MS yang telah bersedia menjadi penguji luar komisi pada ujian terbuka tanggal 12 Desember 2012.

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dekan Fakultas Kehutanan IPB dan Rektor IPB yang telah mengijinkan penulis melanjutkan studi doktor di IPB, serta kepada Dirjen DIKTI Kemendiknas yang telah memberikan bantuan beasiswa BPPS. Terima kasih dan penghargaan juga tidak lupa Penulis sampaikan kepada jajaran Direksi PT. Diamond Raya Timber beserta stafnya atas segala bantuan dan dukungannya selama penelitian di lapangan. Atas kerjasamanya, Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada mahasiswa bimbingan: Puti Fitria, Yanti Febrina, Prasetya, Rissa, Ifani, Febriangga dan Morizon. Ucapan terima kasih tak terhingga Penulis haturkan setulusnya kepada ibu kandung, ibu mertua, istri, anak-anak dan seluruh keluarga besar, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Penulis berharap semoga hasil karya penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan penelitian dan dapat menambah wawasan bagi yang membacanya.

Bogor, 12 Januari 2013 Ujang Suwarna


(16)

(17)

Ujang Suwarna dilahirkan di Palembang pada tanggal 12 Mei 1972 merupakan anak kedua dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Makbul (alm.) dan Ibu Rastuti. Penulis menyelesaikan pendidikan program Sarjana S1 di Jurusan Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB pada tahun 1996. Pada tahun 1999-2001 penulis melanjutkan pendidikan program Master S2 di Gottingen University, Jerman. Penulis melanjutkan pendidikan program Doktor S3 di IPB pada program studi/mayor Ilmu Pengelolaan Hutan, Sekolah Pascasarjana IPB mulai tahun 2008 hingga saat ini.

Sejak tahun 1997 hingga saat ini Penulis menjadi staf pengajar di Bagian Pemanfaatan Sumberdaya Hutan Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Mata kuliah yang diajarkan oleh Penulis adalah Pemanenan Hutan, Pembukaan Wilayah Hutan, dan Operasi Pemanenan Hutan.

Karya ilmiah yang berjudul “Estimasi Simpanan Karbon Total dalam Tanah dan Vegetasi Hutan Gambut Tropika di Indonesia” merupakan bagian dari disertasi ini dan telah diterbitkan pada jurnal terakreditasi nasional yaitu Jurnal Manajemen Hutan Tropika (JMHT) volume XVIII nomor 2 edisi Agustus 2012.

Pada tahun 2002 Penulis menikah dengan Andi Murniati, S.Pd. dan telah dikaruniai 2 orang anak (perempuan 8 tahun dan laki-laki 5 tahun), yaitu Inas Balqis Alfiyah Suwarna dan Muhammad Anas Asmarandana Suwarna.


(18)

i

Halaman

DAFTAR ISI ………. i

DAFTAR TABEL ………. iii

DAFTAR GAMBAR ……….………… v

I. PENDAHULUAN ………..……… 1

1. Latar Belakang ……… 1

2. Perumusan Masalah Penelitian ………..……..… 2

3. Kerangka Pendekatan Penyelesaian Masalah Penelitian …….…… 4

4. Tujuan Penelitian ………...…..……… 7

5. Manfaat Penelitian ………..………. 7

6. Hipotesis Penelitian ……….……… 7

7. Ruang Lingkup Penelitian ……….………….. 8

II. TINJAUAN PUSTAKA …....………..………... 9

1. Potensi Hutan Gambut Tropika Indonesia …..……….……. 9

2. Pengelolaan Hutan Gambut Tropika Indonesia ……… 10

3. Biomassa dan Karbon di Tanah dan Tumbuhan Hutan Gambut Tropika ………... 11

4. Pendugaan Biomassa dan Karbon di Tanah dan Tumbuhan Hutan Gambut Tropika ……….……... 14

5. Pendekatan Finansial Perhitungan Biaya dan Manfaat Ekonomi Karbon ... 16

III.KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 20

IV.METODE PENELITIAN ……….…………. 24

1. Pengukuran dan Penghitungan Biomassa dan Karbon di Tanah dan Tumbuhan Hutan Gambut Tropika ………...…... 24

2. Pengukuran Dampak Pemanenan Kayu di Hutan Gambut ... 41

3. Penghitungan Nilai Manfaat Ekonomi Karbon .………...……… 43

4. Perumusan Kemungkinan Pilihan-Pilihan Strategi Pengelolaan Hutan Gambut Tropika ………...……. 48


(19)

ii

Hutan Gambut Tropika …………...………... 50 2. Dampak Pemanenan Kayu di Hutan Gambut Alam Tropika ... 79 3. Perkembangan Simpanan Karbon Vegetasi Hutan Gambut Tropika 86 4. Nilai Manfaat Ekonomi Karbon Hutan Gambut Tropika ...…… 95 5. Kontribusi Pengelolaan Hutan Gambut Tropika Terhadap

Peningkatan Pendapatan dan Lapangan Pekerjaan ………. 103 6. Pilihan Strategi Pengelolaan Hutan Gambut Tropika ... 106 VI.SIMPULAN DAN SARAN ... 116 DAFTAR PUSTAKA


(20)

iii

Hal. Tabel 1 Peruntukan areal di kawasan IUPHHK-HA PT. Diamond Raya

Timber 20

Tabel 2 Komposisi jenis untuk setiap tingkat pertumbuhan pohon pada

setiap kondisi tutupan hutan gambut 50 Tabel 3 Jenis dominan urutan INP (indeks nilai penting) ketiga

terbesar untuk setiap tingkat pertumbuhan pohon pada setiap

kondisi tutupan hutan gambut 51

Tabel 4 Rata-rata kadar karbon setiap bagian pohon contoh

berdasarkan kelas diameter 52

Tabel 5 Komposisi pohon contoh, pohon model dan pohon validasi

berdasarkan kelas diameter 53

Tabel 6 Model pendugaan biomasa pohon berdiameter ≥ 5 cm untuk hutan gambut tropika di lokasi penelitian (jumlah pohon

model adalah 52 pohon) 54

Tabel 7 Model pendugaan massa karbon pohon berdiameter ≥ 5 cm untuk hutan gambut tropika di lokasi penelitian (jumlah pohon

model adalah 52 pohon) 54

Tabel 8 Rata-rata penyebaran biomasa pada empat kondisi hutan gambut tropika (hutan primer_HP seluas 2 ha, hutan bekas tebangan_HBT seluas 2 ha, hutan sekunder_HS seluas 2 ha,

dan hutan terdegradasi_HT seluas 2 ha) 55 Tabel 9 Rata-rata penyebaran biomassa (ton/ha) pada berbagai kondisi

hutan tropika 57

Tabel 10 Rata-rata penyebaran massa karbon pada empat kondisi hutan gambut tropika (hutan primer_HP seluas 2 ha, hutan bekas tebangan_HBT seluas 2 ha, hutan sekunder_HS seluas 2 ha,

dan hutan terdegradasi_HT seluas 2 ha) 58 Tabel 11 Rata-rata penyebaran massa karbon (tonC/ha) pada berbagai

kondisi hutan tropika 59

Tabel 12 Rata-rata kadar karbon sampel semai, tumbuhan bawah,

semak dan herba pada empat kondisi hutan gambut 60 Tabel 13 Biomassa tumbuhan non pohon (ton/ha) pada empat kondisi

hutan gambut 61

Tabel 14 Massa karbon tumbuhan non pohon (ton C/ha) pada empat

kondisi hutan gambut 61

Tabel 15 Kerapatan nekromassa (batang/ha) pada empat kondisi hutan

gambut 62

Tabel 16 Volume nekromassa (m3/ha) pada empat kondisi hutan gambut 62 Tabel 17 Rata-rata berat jenis kayu nekromassa dominan hutan gambut

berdasarkan tingkat dekomposisi 63

Tabel 18 Rata-rata kadar karbon nekromasa berdasarkan tingkat

dekomposisi 64

Tabel 19 Total biomassa nekromasa dari setiap kondisi hutan gambut 65 Tabel 20 Potensi massa karbon nekromasa dari setiap kondisi hutan 65


(21)

iv

Tabel 23 Hasil potensi karbon serasah berdasarkan tingkat dekomposisi 67 Tabel 24 Rata-rata biomassa bahan organik mati dari setiap kondisi

hutan gambut 68

Tabel 25 Potensi karbon bahan organik mati di setiap kondisi hutan

gambut 69

Tabel 26 Kadar karbon akar pohon berdasarkan kelas diameter akar dan

kelas diameter pohon 70

Tabel 27 Biomassa dan massa karbon akar pada empat kondisi hutan

gambut 71

Tabel 28 Sifat fisik dan kimia tanah gambut fibrik pada berbagai

kondisi hutan gambut 71

Tabel 29 Sifat fisik dan kimia tanah gambut hemik pada berbagai

kondisi hutan gambut 72

Tabel 30 Biomassa tanah gambut pada berbagai ketebalan gambut dan

pada berbagai kondisi hutan 74

Tabel 31 Simpanan karbon tanah gambut pada berbagai ketebalan

gambut dan pada berbagai kondisi hutan 75 Tabel 32 Kerapatan pohon dan potensi tegakan sebelum kegiatan

penebangan 81

Tabel 33 Bentuk kerusakan pohon berdiameter > 10 cm akibat

penebangan pohon dan penyaradan kayu 81 Tabel 34 Kerusakan tegakan tinggal akibat pemanenan kayu 82 Tabel 35 Volume limbah rata-rata pada tiap petak contoh di petak RIL 83 Tabel 36 Volume limbah rata-rata pada tiap petak contoh di petak CL 83 Tabel 37 Nilai faktor eksploitasi pada petak RIL 84 Tabel 38 Nilai faktor eksploitasi pada petak CL 84 Tabel 39 Produktivitas kerja kegiatan pemanenan kayu 85 Tabel 40 Biaya usaha kegiatan pemanenan kayu 85 Tabel 41 Pilihan-pilihan strategi pengelolaan hutan gambut tropika di

Indonesia beserta implikasi positif (+) dan negatif (-) terhadap


(22)

v

Hal.

Gambar 1 Kerangka pendekatan penyelesaian masalah penelitian 6 Gambar 2 Bagan alir pengumpulan data di lapangan dan di

laboratorium

28

Gambar 3 Bentuk petak contoh penelitian (PCP) berukuran 100m x 100m (1 ha) yang terdiri dari 25 sub PCP berukuran 20m x 20m (400 m2)

30

Gambar 4 Bentuk sub petak contoh penelitian (Sub PCP) berukuran 1 m x 1 m,

2 m x 2 m, 5 m x 5 m dan 20 m x 20 m

31

Gambar 5 Bagan alir kerangka analisis ekonomi karbon hutan gambut 48 Gambar 6 Struktur tegakan pohon dan permudaan per kelas diameter

pada empat kondisi hutan gambut tropika 50 Gambar 7 Perkembangan simpanan karbon vegetasi hutan pada

konversi hutan alam gambut tropika menjadi HTI pulp 89 Gambar 8 Perkembangan simpanan karbon vegetasi hutan pada

pengelolaan hutan alam gambut tropika bekas tebangan 93 Gambar 9 Manfaat proyek karbon pada pola pengelolaan HTI pulp

dengan dan tanpa proyek karbon, serta pola pengelolaan

hutan alam yang tidak dipanen tapi dijual karbonnya saja 99 Gambar 10 Manfaat proyek karbon pada pola pengelolaan HTI pulp

dengan dan tanpa proyek karbon, serta pola pengelolaan

hutan alam yang tidak dipanen tapi dijual karbonnya saja 101 Gambar 11 Manfaat proyek karbon pada pola pengelolaan IUPHHK-HA

dengan dan tanpa proyek karbon, serta pola pengelolaan


(23)

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi gambut terbesar keempat di dunia dan memiliki potensi gambut tropika terbesar pertama di dunia. Saat ini diperkirakan bahwa Indonesia memiliki lahan gambut total seluas 21 juta ha dan lahan gambut bervegetasi hutan seluas 12 juta ha (BAPPENAS 2009). Hal ini menunjukkan bahwa hutan gambut tropika di Indonesia telah mengalami deforestasi (penyusutan luas hutan gambut) dan degradasi (penyusutan produktivitas hutan gambut). Penyusutan luas hutan gambut salah satunya disebabkan oleh kegiatan konversi hutan gambut menjadi berbagai penggunaan lain, sedangkan penyusutan produktivitas hutan gambut salah satunya disebabkan oleh kegiatan pemanenan hutan yang kurang menerapkan prinsip kelestarian ekosistem hutan gambut.

Pembukaan vegetasi penutup lahan gambut baik akibat kegiatan pemanenan hutan maupun akibat kegiatan konversi hutan gambut menjadi penggunaan lain, dapat menyebabkan dipercepatnya proses dekomposisi bahan organik dan terjadinya subsidensi (amblesan) sehingga akan mengubah karakteristik dari ekosistem hutan gambut. Kerusakan vegetasi hutan gambut dan sudsidensi tanah gambut akibat kegiatan pemanenan hutan dan konversi hutan berpotensi mengancam kelestarian hutan gambut tropika. Untuk menjaga kelestarian hutan gambut tropika di Indonesia diperlukan pilihan-pilhan strategi pengelolaan hutan gambut yang mungkin diterapkan dan yang sesuai dengan karakteristik spesifik ekosistem hutan gambut.

Dalam konteks perdagangan karbon dengan skema REDD+ (reducing

emission from deforestation and degradation of forest), hutan gambut tropika

Indonesia memiliki peranan penting yaitu meningkatkan kapasitas penyerapan dan penyimpanan karbon dalam vegetasi dan tanah dari hutan gambut tropika. Namun demikian, kekhawatiran yang muncul adalah apakah skema REDD+ itu membawa perbaikan bagi masa depan ekonomi kehutanan di Indonesia atau sebaliknya? Apakah tanpa skema REDD+ akan melemahkan komitmen Indonesia dalam


(24)

pengelolaan sumberdaya hutan yang memperhatikan faktor perubahan iklim dan dampak pemanasan global?

Indonesia perlu mempersiapkan segala sesuatunya terhadap kemungkinan terburuk dari skema perdagangan karbon, agar ekonomi kehutanan Indonesia tidak terperangkap dan tidak menjadi korban. Masyarakat Indonesia perlu memperoleh ilmu pengetahuan yang memadai agar tidak terjebak ke dalam perangkap bisnis yang mengatasnamakan skema REDD+. Skema REDD+ perlu diselaraskan dengan tujuan strategis kebijakan kehutanan di Indonesia untuk menanggulangi krisis bahan baku kayu bulat, penataan kelembagaan pengelolaan kehutanan, serta peningkatan partisipasi masyarakat di sekitar hutan dalam pengelolaan hutan. Skema REDD+ juga perlu secara terintegrasi mampu memecahkan persoalan pengentasan kemiskinan bagi masyarakat di sektiar hutan dengan cara meningkatkan pendapatan dan kesempatan kerja serta menggerakkan lapangan usaha sektor lainnya.

Dalam kerangka mewujudkan pengelolaan hutan gambut tropika secara lestari di Indonesia, terkait dengan penurunan simpanan karbon dari hutan gambut dalam konteks perdagangan karbon skema REDD+, diperlukan beberapa kajian ilmiah yang diharapkan mampu memberikan paket informasi antara lain: (1) kajian tingkat efektivitas pemanenan hutan ditinjau dari aspek dampak pemanenan hutan yaitu kerusakan tegakan hutan dan potensi limbah; (2) kajian perkembangan dan perubahan (penambahan/pengurangan) simpanan (stock) karbon di tanah dan vegetasi hutan gambut akibat pemanenan hutan gambut dan konversi hutan gambut; (3) kajian nilai manfaat ekonomi karbon dalam konteks perdagangan karbon skema REDD+; serta (4) kajian kemungkinan pilihan-pilihan strategi pengelolaan hutan gambut tropika di Indonesia terkait skema perdagangan karbon.

2. Perumusan Masalah Penelitian

Deforestasi dan degradasi hutan gambut di Indonesia berpotensi menyebabkan penurunan salah satu fungsi hutan gambut sebagai penyerap dan penyimpan karbon hutan. Selain kebakaran hutan dan lahan gambut, penyebab terjadinya deforestasi dan degradasi hutan gambut tropika di Indonesia adalah akibat praktek pengelolaan hutan yang tidak menerapkan prinsip kelestarian


(25)

ekosistem hutan gambut atau praktek pemanenan hutan tidak ramah lingkungan, serta akibat praktek konversi hutan alam menjadi hutan tanaman dan penggunaan lainnya. Di sisi yang lain, praktek pengelolaan hutan gambut yang berkelanjutan

(Sustainable Forest Management_SFM), khususnya praktek pemanfaatan hutan

yang efektif dan efisien serta menerapkan teknik ramah lingkungan, berpotensi meningkatkan penyerapan CO2 dari atmosfer dan mempertahankan potensi tegakan dan keanekaragaman hayati hutan gambut tropika.

Beragam praktek pengelolaan hutan gambut tropika di Indonesia memunculkan terjadinya perubahan (penambahan/penurunan) simpanan (stock) biomassa dan massa karbon pada tanah dan vegetasi hutan gambut. Hal tersebut terkait dengan adanya kegiatan pemanenan kayu di hutan alam gambut produksi (HA) dan hutan tanaman industri (HTI) serta adanya kegiatan konversi HA menjadi HTI. Untuk itu, maka diperlukan informasi mengenai tingkat efektivitas pemanenan hutan ditinjau dari aspek dampak pemanenan hutan yaitu kerusakan tegakan hutan dan potensi limbah.

Saat ini, peran jasa lingkungan hutan gambut tropika dalam penyerapan dan penyimpanan karbon dihargai sebagai komoditi yang dapat diperdagangkan. Skema perdagangan karbon tersebut berimplikasi terhadap opsi strategi pengelolaan hutan gambut tropika dalam rangka memperoleh manfaat ekonomi langsung dan menjaga kelestarian hutan gambut tropika. Oleh karena itu, perlu diketahui lebih jauh mengenai implikasi perdagangan karbon terhadap pengelolaan hutan gambut tropika yang diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam kerangka merumuskan kemungkinan pilihan-pilhan strategi pengelolaan hutan gambut tropika guna mencapai kelestarian hutan gambut tropika di Indonesia.

Dalam kerangka mewujudkan kelestarian hutan gambut tropika di Indonesia diperlukan pilihan-pilihan strategi pengelolaan hutan gambut yang mungkin diterapkan dan yang sesuai dengan karakteristik spesifik ekosistem hutan gambut, misalnya dengan mengkonservasi hutan alam gambut, mengelola hutan alam gambut produksi dan mengelola hutan tanaman gambut berdasarkan pertimbangan ekologi, sosial dan ekonomi terkait perdagangan karbon skema REDD+. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut diperlukan informasi dasar


(26)

(basic information) terkait: (1) penyebaran dan simpanan biomassa dan massa karbon pada tanah dan vegetasi hutan gambut; (2) kerusakan vegetasi hutan gambut akibat pemanenan kayu serta dampaknya terhadap perubahan (penambahan/penurunan) simpanan (stock) biomassa dan massa karbon hutan gambut tropika; (3) nilai manfaat ekonomi karbon untuk mengetahui implikasinya dalam kerangka perumusan kemungkinan pilihan-pilhan strategi pengelolaan hutan gambut tropika di Indonesia terkait perdagangan karbon.

Berdasarkan situasi masalah tersebut muncul beberapa permasalahan yang perlu dijawab dalam penelitian ini. Seberapa besar simpanan massa karbon di tanah dan vegetasi hutan gambut pada berbagai kondisi tutupan vegetasi? Sejauh mana kegiatan pemanenan kayu dan konversi hutan alam menjadi hutan tanaman mempengaruhi perubahan simpanan massa karbon pada tanah dan vegetasi hutan gambut? Seberapa besar nilai manfaat ekonomi karbon hutan gambut bagi pengelolaan hutan gambut? Kemungkinan opsi-opsi strategi yang bagaimanakah yang diperlukan dalam pengelolaan hutan gambut tropika Indonesia terkait skema perdagangan karbon?

3. Kerangka Pendekatan Penyelesaian Masalah Penelitian

Penyelesaian masalah dalam penelitian ini dilakukan dengan kerangka pendekatan sebagai berikut: (1) kajian pendugaan simpanan massa karbon di tanah dan vegetasi hutan gambut pada berbagai kondisi hutan gambut; (2) kajian efisiensi pemanenan kayu dan kerusakan vegetasi hutan gambut; (3) kajian perkembangan dan perubahan (penambahan/pengurangan) simpanan massa karbon akibat kegiatan pemanenan kayu dan konversi hutan gambut; (4) kajian manfaat ekonomi karbon dalam pengelolaan hutan gambut tropika terkait perdagangan karbon; serta (5) kajian perumusan kemungkinan pilihan-pilihan strategi pengelolaan hutan gambut tropika dalam kerangka skema perdagangan karbon berdasarkan pertimbangan kerusakan hutan gambut, perubahan simpanan massa karbon akibat pemanenan dan konversi hutan, serta nilai manfaat ekonomi karbon.

Kajian pendugaan simpanan massa karbon di tanah dan vegetasi hutan gambut pada berbagai kondisi hutan gambut dilakukan dengan pendekatan


(27)

pengukuran dan pengambilan sampel biomassa di lapangan dan pengukuran sampel biomassa di laboratorium untuk mengetahui nilai kadar karbon terikat pada seluruh bagian biomassa di tanah dan vegetasi hutan gambut. Nilai kadar karbon yang diperoleh dari analisis laboratorium akan digunakan untuk menduga simpanan massa karbon per hektar di tanah dan vegetasi hutan gambut.

Kajian dampak pemanenan kayu di hutan alam (HA) gambut dan hutan tanaman industri (HTI) gambut dilakukan dengan pengukuran kerusakan vegetasi hutan dan potensi limbah pemanenan kayu secara langsung di lapangan. Kajian dampak konversi HA gambut menjadi HTI gambut dilakukan dengan menggunakan data sekunder terkait tingkat subsidensi tanah gambut. Informasi dan data yang diperlukan antara lain luas areal yang ditebang per tahun, jumlah kayu yang dipanen/ha/tahun (intensitas penebangan), jumlah limbah/ha/tahun berupa sisa pohon yang ditebang dan pohon lain (tegakan tinggal) yang rusak berat atau mati akibat penebangan.

Kajian perubahan (penambahan/pengurangan) simpanan karbon di tanah dan vegetasi hutan gambut akibat kegiatan pemanenan kayu dan konversi hutan dilakukan dengan pendekatan perbandingan simpanan karbon di antara berbagai kondisi tutupan vegetasi hutan gambut yaitu hutan alam gambut (HA gambut) dan hutan gambut tanaman industri (HTI gambut). Hutan alam gambut diklasifikasikan menjadi hutan primer, hutan bekas tebangan, hutan sekunder dan hutan terdegradasi.

Informasi perubahan simpanan karbon akibat kegiatan pemanenan kayu dan konversi hutan digunakan untuk perhitungan nilai manfaat ekonomi karbon hutan gambut dan perumusan kemungkinan pilihan-pilihan strategi pengelolaan hutan gambut. Kemungkinan pilihan-pilihan strategi pengelolaan hutan gambut yang sementara dapat dirumuskan misalnya: (1) mengkonservasi hutan primer; (2) mengelola hutan primer dan atau hutan bekas tebangan dan atau hutan sekunder secara lestari; (3) merehabilitasi atau merestorasi hutan gambut terdegradasi; (4) mengkonversi hutan gambut terdegradasi menjadi HTI gambut; (5) menghentikan konversi hutan gambut alam menjadi HTI gambut; dan (6) mengelola HTI gambut yang ada secara lestari.


(28)

Kerangka analisis ekonomi terhadap kemungkinan pilihan-pilihan strategi pengelolaan hutan gambut dilakukan dengan pendekatan sebagai berikut: (1) analisis kelayakan finansial kegiatan konservasi hutan alam, kegiatan pemanfaatan hutan alam dan kegiatan pemanfaatan HTI pada lahan gambut; (2) analisis keuntungan yang hilang karena lahan bervegetasi hutan dipertahankan sebagai hutan untuk mempertahankan simpanan karbon atau lahan tidak bervegetasi hutan dijadikan HTI untuk meningkatkan penyerapan dan penyimpanan karbon; dan (3) analisis ekonomi wilayah untuk mengetahui kontribusi kegiatan pemanfaatan hutan alam dan hutan tanaman terhadap penyerapan tenaga kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu di suatu wilayah tertentu.

Perumusan kemungkinan pilihan-pilihan strategi pengelolaan hutan gambut tropika dilakukan dengan pendekatan perbandingan yang mempertimbangkan aspek perubahan simpanan karbon hutan, aspek ekologi (kerusakan dan subsidensi), serta aspek manfaat ekonomi karbon. Kemungkinan pilihan-pilihan strategi pengelolaan hutan gambut tropika dirumuskan dengan memberikan implikasi dan konsekuensi, keuntungan dan kerugian, serta faktor-faktor lain yang perlu diperhatikan dalam penerapannya. Secara ringkas, kerangka pendekatan penyelesaian masalah penelitian disajikan dalam Gambar 1.

Mulai

Identifikasi karakteristik pengelolaan hutan gambut

HA dan HTI

Pengembangan persamaan alometrik biomassa dan

massa karbon

Analisis simpanan biomassa dan massa karbon pada vegetasi dan

tanah Analisis perubahan simpanan

biomassa dan massa karbon pada vegetasi dan tanah

Kerangka analisis ekonomi karbon terkait skema perdagangan karbon

Selesai Karakteristik tutupan

hutan (PF, LOF, SF, DF, HTI)

Karakteristik pemanenan kayu dan konversi hutan (kerusakan & subsidensi)

Karakteristik struktur, komposisi dan dimensi pada vegetasi dan tanah

Model persamaan alometrik biomassa dan massa karbon

Kemungkinan pilihan-pilhan strategi pengelolaan hutan gambut tropika terkait

skema perdagangan karbon


(29)

4. Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk merumuskan kemungkinan pilihan-pilihan strategi pengelolaan hutan gambut tropika di Indonesia dalam rangka penurunan kerusakan hutan gambut (degradasi hutan), penurunan penyusutan luas hutan gambut (deforestasi) serta peningkatan simpanan karbon di hutan gambut.

Tujuan operasional penelitian ini adalah untuk menduga simpanan karbon total di tanah dan vegetasi hutan gambut pada berbagai kondisi hutan gambut, memperoleh tingkat kerusakan hutan akibat pemanenan kayu dan konversi hutan gambut, menyediakan gambaran perubahan (penambahan/pengurangan) simpanan karbon hutan akibat pemanenan kayu dan konversi hutan gambut, serta menghitung nilai manfaat ekonomi karbon hutan gambut dan nilai manfaat ekonomi wilayah.

5. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan paket informasi terkait kemungkinan pilihan-pilihan strategi pengelolaan hutan gambut tropika di Indonesia dalam rangka penurunan kerusakan hutan gambut (degradasi hutan), penurunan penyusutan luas hutan gambut (deforestasi) dan peningkatan simpanan karbon di hutan gambut tropika. Manfaat selanjutnya dari penelitian ini adalah untuk memberikan sumbangan ilmu pengetahuan terkait simpanan dan perubahan simpanan massa karbon hutan pada pengelolaan hutan gambut tropika di Indonesia.

6. Hipotesis Penelitian

Apabila perubahan simpanan karbon di tanah dan vegetasi hutan gambut, kerusakan hutan akibat pemanenan kayu dan konversi hutan gambut, serta nilai manfaat ekonomi karbon hutan gambut diperhitungkan dalam pengelolaan hutan gambut tropika, maka pilihan strategi mengkonservasi dan mengelola hutan alam gambut (HA) secara lestari lebih menguntungkan daripada mengelola hutan gambut tanaman industri (HTI) secara lestari ataupun mengkonversi hutan alam gambut (HA) menjadi hutan gambut tanaman industri (HTI).


(30)

7. Ruang Lingkup Penelitian

Telaah pustaka untuk memperoleh informasi perkembangan ilmu pengetahuan terkait: (1) efisiensi pemanenan hutan gambut dan potensi dampaknya yang meliputi tingkat kerusakan tegakan tinggal dan potensi limbah; (2) simpanan karbon di tanah dan vegetasi hutan gambut serta perubahannya akibat pemanenan kayu dan konversi hutan alam menjadi hutan tanaman; (3) nilai manfaat ekonomi karbon; serta (4) pilihan strategi pengelolaan hutan gambut tropika terkait skema perdagangan karbon.

Pengumpulan data di lapangan dan di laboratorium yang meliputi: (1) Analisis vegetasi hutan gambut untuk mengetahui komposisi jenis dan struktur tegakan hutan gambut pada berbagai kondisi hutan gambut; (2) Pengukuran efisiensi pemanenan hutan gambut dan potensi dampaknya yang berupa kerusakan tegakan tinggal dan potensi limbah; (3) Pengukuran total biomassa tumbuhan dan tanah gambut; (4) Pengukuran pohon contoh untuk menyusun persamaan alometrik pendugaan biomassa dan massa karbon pohon; (5) Pengambilan sampel/contoh uji bagian-bagian tumbuhan dan tanah gambut di lokasi pengelolaan hutan gambut; (6) Pengukuran kadar karbon dari contoh uji bagian-bagian tumbuhan dan tanah gambut di laboratorium; (7) Pengukuran kadar karbon dari contoh uji bagian-bagian pohon contoh untuk menyusun persamaan alometrik pendugaan massa karbon; dan (8) Pendugaan simpanan biomassa dan massa karbon pohon berdasarkan model persamaan alometrik yang telah dibuat.

Pengolahan dan analisis data penelitian yang meliputi: (1) Analisis komposisi jenis dan struktur tegakan hutan gambut; (2) Analisis efisiensi dan dampak pemanenan kayu di hutan gambut; (3) Analisis simpanan massa karbon di tanah dan vegetasi hutan gambut; (4) Analisis perkembangan dan perubahan simpanan massa karbon hutan gambut akibat kegiatan pemanenan kayu dan konversi hutan gambut menjadi hutan tanaman gambut; (5) Analisis nilai manfaat ekonomi pengelolaan hutan gambut tropika terkait skema perdagangan karbon; dan (6) Analisis perumusan kemungkinan pilihan-pilihan strategi pengelolaan hutan gambut terkait skema perdagangan karbon dengan mempertimbangkan aspek manfaat ekonomi karbon hutan, aspek ekologi, aspek perubahan simpanan karbon hutan, dan aspek penurunan serapan CO2.


(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Potensi Hutan Gambut Tropika Indonesia

Berdasarkan data satelit tahun 2006 dari Departemen Kehutanan, Indonesia memiliki luas total lahan gambut (peat land) sekitar 21 juta hektar yang terdapat di Sumatera seluas 7,2 juta hektar (34%), Kalimantan seluas 5,8 juta hektar (27%) dan Papua seluas 8,1 juta hektar (39%). Lahan gambut tersebut memiliki kedalaman kurang dari 3 meter seluas 17,3 juta hektar (82%) dan kedalaman lebih dari 3 meter seluas 3,7 juta hektar (18%). Luas hutan gambut alam (natural peat forest) di Indonesia pada tahun 2006 sekitar 12 juta hektar (57% dari luas total lahan gambut) yang terdapat di Sumatera seluas 2,9 juta hektar (24%), Kalimantan seluas 2,9 juta hektar (24%) dan Papua seluas 6,2 juta hektar (52%). Penggunaan hutan gambut alam tersebut antara lain sebagai fungsi konservasi seluas 2,4 juta hektar (20%), fungsi perlindungan seluas 1,0 juta hektar (8%) dan fungsi produksi seluas 8,6 juta hektar (72%) (BAPPENAS 2009).

Hutan gambut bersifat sangat fragil (rapuh) dimana sekali dibuka maka akan merubah ekosistem dan untuk mengembalikannya pada ekosistem semula memakan waktu yang sangat lama, karena ekosistem hutan gambut merupakan ekosistem yang telah stabil sebagai hasil dari interaksi ribuan tahun antara komponen biotik dan lingkungannya. Kestabilan ekosistem gambut menghasilkan tata air yang seimbang dan mempertahankan keberadaan flora dan faunanya. Pembukaan vegetasi penutup lahan gambut dapat mengakibatkan dipercepatnya proses dekomposisi, terjadinya subsidensi (amblesan) dan mengubah ciri dari ekosistem hutan gambut. Jenis flora dan fauna di hutan gambut relatif terbatas, sedangkan tanah gambut mengandung lebih dari 65% bahan organic. Sifat fisik yang dimiliki tanah gambut adalah mampu menyerap air yang sangat tinggi. Sebaliknya apabila dalam kondisi yang kering (kering berkelanjutan), gambut sangat ringan dengan berat volume yang sangat rendah (0,1-0,2 g/cm3) dan mempunyai sifat hidrofobik (sulit) menyerap air dan akan mengambang apabila terkena air. Pada kondisi demikian gambut dapat mengalami amblesan (subsidensi) dan mudah terbakar (Budianta 2003).


(32)

Bintang et al. (2005) menyatakan bahwa terdapat perbedaan laju subsidensi pada berbagai ketebalan gambut. Laju subsidensi lebih besar pada gambut yang lebih tebal dibandingkan dengan gambut dangkal. Laju penurunan muka tanah juga lebih besar pada awal tahun dimulainya subsidensi. Pada ketebalan gambut > 200 cm diperoleh subsidensi sebesar 3,5 cm selang waktu 3,5 bulan sedangkan pada gambut sedang (ketebalan 0-200 cm) laju subsidensi sebesar 10-50 cm selang waktu 9-10 tahun dan untuk gambut dangkal (ketebalan 0-100 cm) laju subsidensi 10 cm selang waktu 8 tahun. Pengelolaan pada tanah gambut telah menyebabkan subsidensi, pada hutan alam gambut yang dibuat parit/kanal drainase pada triwulan pertama diperoleh subsidensi sebesar 3,5 cm namun di lokasi yang sama laju subsidensi adalah 24 cm untuk waktu 3,5 tahun. Laju subsidensi pada tahun pertama lebih besar dibandingkan pada tahun berikutnya. Pengelolaan lahan gambut yang berbeda menyebabkan laju subsidensi juga berbeda. Beberapa sifat tanah yang mempengaruhi subsidensi adalah ketebalan gambut, tingkat kematangan, dan pengelolaan yang ada/telah dilakukan terhadap tanah gambut serta lamanya usia pengelolaan gambut.

2. Pengelolaan Hutan Gambut Tropika Indonesia

Daryono (2009) menyatakan bahwa ada beberapa hal yang menyebabkan pemanfaatan dan pengelolaan lahan gambut harus dilakukan secara bijaksana yakni: (1) lahan gambut mempunyai sifat dan karakter yang spesifik, seperti adanya subsidensi lahan gambut, sifat irreversible drying dan lain-lain sehingga pengelolaan air merupakan hal yang penting; (2) adanya kegiatan penebangan liar

(illegal logging) atau ekploitasi sumber daya alam tanpa terkendali; (3) perubahan

iklim; (4) adanya bahaya api di lahan gambut; (5) pengembangan lahan gambut yang tidak tepat; dan (6) tekanan sosial yang tinggi.

Menurut Daryono (2009), beberapa strategi pengelolaan hutan gambut yang dapat dilakukan antara lain: (1) keberadaan hutan gambut yang ada harus tetap dijaga dari kerusakan; (2) pemanfaatan lahan gambut harus memberikan dampak pengembangan ekonomi dan sosial; (3) menurunkan dan mencegah timbulnya kebakaran di lahan gambut; (4) pendekatan ekonomi baru terkait masalah carbon stock (penyimpanan karbon) dan konservasi biodiversity; dan (5)


(33)

pendekatan ekonomi baru melalui suatu strategi implementasi untuk konservasi hutan gambut dan rehabilitasi lahan gambut yang terdegradasi.

Daryono (2009) menyebutkan beberapa praktek pengelolaan hutan yang dapat dilakukan untuk memperkecil laju peningkatan karbon dioksida di atmosfer antara lain: (1) pengelolaan untuk mengkonservasi karbon; (2) pengelolaan untuk pengambilan dan penyimpanan karbon; dan (3) pengelolaan untuk mencari substitusi karbon. Pengelolaan dengan mengkonservasi karbon terutama mengamankan gudang karbon yang sudah ada di hutan yang dilakukan melalui pencegahan deforestasi, pengawetan hutan (cagar alam), perbaikan cara-cara pengelolaan hutan (misalnya praktek pemanenan dan silvikultur yang ramah, pengendalian kebakaran, efisiensi pemakaian kayu, dan pemupukan), dan mengendalikan gangguan lain oleh manusia dan serangan hama. Pengelolaan melalui pengambilan dan penyimpanan karbon adalah memperluas simpanan karbon pada ekosistem hutan dengan meningkatkan luas atau kepadatan karbon di hutan alam atau hutan tanaman dan meningkatkan masa simpan produk-produk kayu yang tahan lama. Hal tersebut mencakup kegiatan aforestasi (penanaman pohon pada areal tidak berhutan dalam waktu yang lama), reforestasi (penanaman pohon-pohon kembali pada areal yang sebelumnya pernah berhutan), hutan kota dan agroforestri. Kegiatan lainnya termasuk permudaan alam, pengayaan tanaman dan pengelolaan produk kayu dari hutan. Pengelolaan untuk mensubstitusi karbon bertujuan meningkatkan transfer karbon dari biomassa hutan ke dalam produk (misalnya kayu bahan bangunan atau bahan bakar biomassa) untuk menggantikan penggunaan bahan bakar fosil dan produk berbasis semen. Pengelolaan substitusi karbon adalah potensi mitigasi yang terbesar untuk jangka panjang.

3. Biomassa dan Karbon di Tanah dan Tumbuhan Hutan Gambut Tropika

Menurut Brown (1997), biomassa merupakan jumlah total dari bahan organik yang hidup di atas tanah pada pohon termasuk daun, ranting, cabang, batang utama dan kulit yang dinyatakan dalam berat kering oven ton per unit area. Biomassa dapat dibedakan ke dalam dua kategori yaitu, biomassa tumbuhan di atas permukaan tanah (above ground biomass) dan biomassa di bawah permukaan tanah (below ground biomass).


(34)

Pada ekosistem daratan, karbon tersimpan dalam 3 komponen pokok (Hairiah & Rahayu 2007) yaitu: (1) biomassa yaitu massa dari bagian vegetasi yang masih hidup yaitu tajuk pohon, tumbuhan bawah atau gulma dan tanaman semusim; (2) nekromasa yaitu massa dari bagian pohon yang telah mati baik yang masih tegak atau telah tumbang tergeletak di permukaan tanah, tunggak atau ranting dan daun-daun gugur (serasah) yang belum lapuk; dan (3) bahan organik tanah yaitu sisa makhluk hidup (tanaman, hewan dan manusia) yang telah mengalami pelapukan baik sebagian maupun seluruhnya dan telah menjadi bagian dari tanah dengan ukuran partikel lebih kecil dari 2 mm.

Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertanian berpotensi melepaskan cadangan karbon ke atmosfir dalam jumlah yang cukup berarti. Namun jumlah tersebut tidak memberikan dampak yang berarti terhadap jumlah CO2 yang mampu diserap oleh hutan dan daratan secara keseluruhan. Dampak konversi hutan ini baru terasa apabila diikuti dengan degradasi tanah dan hilangnya vegetasi, serta berkurangnya proses fotosintesis. Masalah utama yang terkait dengan alih guna lahan adalah perubahan jumlah cadangan karbon. Pelepasan karbon ke atmosfir akibat konversi hutan berjumlah sekitar 250 tC/ha yang terjadi selama penebangan dan pembakaran, sedangkan penyerapan kembali karbon menjadi vegetasi relatif lambat, sekitar 5 tC/ha (Rahayu et al. 2007).

Penurunan emisi karbon dapat dilakukan dengan cara: (a) mempertahankan cadangan karbon yang telah ada dengan mengelola hutan lindung, mengendalikan deforestasi, menerapkan praktek silvikultur yang baik, mencegah degradasi lahan gambut dan memperbaiki pengelolaan cadangan bahan organik tanah, (b) meningkatkan cadangan karbon melalui penanaman tanaman berkayu dan (c) mengganti bahan bakar fosil dengan bahan bakar yang dapat diperbarui secara langsung maupun tidak langsung (angin, biomasa, aliran air), radiasi matahari, atau aktivitas panas bumi (Rahayu et al. 2007).

Peningkatan penyerapan cadangan karbon dapat dilakukan dengan cara: (a) meningkatkan pertumbuhan biomasa hutan secara alami, (b) menambah cadangan kayu pada hutan yang ada dengan penanaman pohon atau mengurangi pemanenan kayu, dan (c) mengembangkan hutan dengan jenis pohon yang cepat tumbuh. Karbon yang diserap oleh tanaman disimpan dalam bentuk biomasa


(35)

kayu, sehingga cara yang paling mudah untuk meningkatkan cadangan karbon adalah dengan menanam dan memelihara pohon (Hairiah & Rahayu 2007).

Untuk memperoleh potensial penyerapan karbon yang maksimum perlu ditekankan pada kegiatan peningkatan biomasa di atas permukaan tanah bukan karbon yang ada dalam tanah, karena jumlah bahan organik tanah yang relatif lebih kecil dan masa keberadaannya singkat. Hal ini tidak berlaku pada tanah gambut (Rahayu et al. 2007). Cadangan karbon pada suatu sistem penggunaan lahan dipengaruhi oleh jenis vegetasinya. Suatu sistem penggunaan lahan yang terdiri dari pohon dengan spesies yang mempunyai nilai kerapatan kayu tinggi, biomasanya lebih tinggi bila dibandingkan dengan lahan yang mempunyai spesies dengan nilai kerapatan kayu rendah.

Sekuestrasi karbon diartikan sebagai pengambilan CO2 secara (semi) permanen oleh tumbuhan melalui fotosintesis dari atmosfer ke dalam komponen organik, atau disebut juga fiksasi karbon (Hairiah et al. 2001b). Dalam konteks pertumbuhan hutan, sekuestrasi karbon adalah riap atau pertambahan terhadap persediaan karbon yang dikandung hutan (Murdiyarso & Herawati 2005). Sekuestrasi karbon dapat ditentukan sebagai hasil produktivitas bersih tahunan karbon (net primary production, NPP) (dalam tC/ha/tahun) dikalikan dengan paruh-hidup harapan (dalam tahun) karbon yang terikat (Hairiah et al. 2001b). Konsep paruh-hidup karbon dikaitkan dengan besarnya persediaan karbon tetap yang diikat di dalam vegetasi dan berapa lama karbon tersebut tetap ada sebelum kembali dalam bentuk CO2 ke atmosfer karena dekomposisi atau pembakaran. Paruh-hidup karbon (waktu dalam tahun, diambil setengah massa karbon untuk lapuk), diduga untuk setiap bagian yang berbeda dari komponen vegetasi (misalnya 0,3 tahun untuk serasah daun, 1 tahun untuk serasah cabang, 4 tahun untuk kayu mati dan 20-30 tahun untuk kayu yang hidup). Potensi sekuestrasi karbon pada ekosistem daratan tergantung pada macam dan kondisi ekosistem, yaitu komposisi spesies, struktur dan distribusi umur (khusus untuk hutan). Kondisi tempat tumbuh juga penting akibat pengaruh iklim dan tanah, gangguan alami dan tindakan pengelolaan (Hairiah et al. 2001b).


(36)

4. Pendugaan Biomassa dan Karbon di Tanah dan Tumbuhan Hutan Gambut Tropika

Menurut Chapman 1976 dalam Widyasari 2010 terdapat dua metode pendugaan biomassa di atas tanah, yaitu metode pendugaan langsung dan metode pendugaan tidak langsung. Metode pendugaan langsung antara lain metode pemanenan individu tanaman yang diterapkan pada kondisi tingkat kerapatan tumbuhan/pohon cukup rendah dan komunitas tumbuhan dengan jenis sedikit, dimana nilai total biomassa diperoleh dengan menjumlahkan biomassa seluruh individu dalam suatu unit area tertentu. Metode pendugaan tidak langsung antara lain metode hubungan alometrik yang dibuat dengan mencari korelasi yang paling baik antara diameter dan atau tinggi pohon dengan biomassanya, dimana pohon-pohon yang mewakili sebaran kelas diameter ditebang dan ditimbang, nilai total biomassa diperoleh dengan menjumlahkan semua berat individu pohon dalam suatu unit area contoh tertentu.

Brown (1999) menyatakan bahwa bagian terbesar gudang karbon (carbon pool) dalam proyek berbasis hutan terdapat dalam biomassa hidup, biomassa mati, tanah dan produk kayu. Biomassa hidup mencakup komponen bagian atas dan bagian bawah (akar), pohon, palma, tumbuhan herba (rumput dan tumbuhan bawah), semak dan paku-pakuan. Biomassa mati mencakup serasah halus dan sisa kayu kasar, dan tanah mencakup mineral, lapisan organik dan gambut. Untuk proyek LULUCF (land use, land use change and forestry), gudang karbon yang utama yang dapat diperhitungkan terdiri dari biomassa bagian atas permukaan tanah, biomassa bagian bawah permukaan tanah, serasah, kayu-kayu mati dan karbon tanah (IPCC 2003).

Kriteria yang harus dipertimbangkan dalam menentukan gudang karbon mana saja yang perlu diukur dan dimonitor tergantung pada macam proyek, kapasitas penyimpanan karbon, laju dan arah perubahan persediaan karbon, biaya pengukuran, serta ketepatan dan ketelitian yang diinginkan (MacDicken 1997 dalam Rusolono 2006).

Berbagai teknik dan metode untuk mengukur berbagai gudang karbon dalam proyek berbasis hutan telah ada dan secara umum didasarkan pada prinsip-prinsip inventarisasi hutan yang telah diterima, sampling tanah, dan survei ekologi


(37)

(Pinard & Putz 1996). Untuk menduga biomassa pohon yang hidup, diameter seluruh pohon diukur dan dikonversi ke dalam biomassa dan perkiraan karbon. Biomassa pohon yang hidup diduga dengan menggunakan persamaan regresi alometrik biomassa. Persamaan yang berlaku umum untuk pendugaan seluruh hutan dunia telah tersedia dan beberapa khusus dibuat untuk spesies tertentu. Untuk membuat persamaan regresi alometrik dengan ketelitian tinggi khususnya hutan tropis yang kompleks, diperlukan sampling terhadap sejumlah pohon yang mewakili berbagai ukuran dan sebaran jenis dalam hutan, walaupun secara ekstrim menghabiskan waktu dan biaya yang tidak mungkin dilakukan untuk setiap proyek karbon. Keuntungan menggunakan persamaan generik yang dikelompokkan menurut zone iklim/ekologis adalah persamaan ini dihasilkan melalui jumlah pohon contoh yang besar dan mencakup sebaran diameter yang lebar sehingga meningkatkan ketelitian dan ketepatan (Brown 1997).

Menurut Brown (1997), berdasarkan cara memperoleh data terdapat dua pendekatan untuk menduga biomassa dari pohon yaitu berdasarkan penggunaan dugaan volume kulit kayu sampai batang bebas cabang yang kemudian diubah menjadi kerapatan biomassa (ton/ha) dan pendekatan dengan menggunakan persamaan regresi biomassa atau lebih dikenal dengan persamaan allometrik. Pendugaan biomassa pada pendekatan pertama menggunakan persamaan berikut:

Biomassa (ton/ha) = VOB x WD x BEF (Brown 1997) Keterangan:

Volume of Biomass (VOB) adalah volume batang bebas cabang berkulit

(m3/ha),

Wood Density (WD) adalah kerapatan kayu (ton biomassa kering

tanur/m3volume biomassa),

Biomass Expansion Factor (BEF) adalah perbandingan total biomassa

pohon kering tanur di atas tanah dengan biomassa kering tanur volume hasil inventarisasi hutan.

Pendekatan kedua penentuan kerapatan biomassa dengan menggunakan persamaan regresi biomassa berdasarkan diameter batang pohon. Dasar dari persamaan regresi ini adalah hanya mendekati biomassa rata-rata per pohon menurut sebaran diameter, dengan menggabungkan sejumlah pohon pada setiap kelas diameter dan menjumlahkan seluruh pohon untuk seluruh kelas diameter.


(38)

Keterangan:

 W adalah biomassa pohon

 D adalah diameter pohon pada setinggi dada (130 cm)  a dan b adalah konstanta

Beberapa model alometrik pendugaan biomassa tumbuhan dan tanah gambut antara lain sebagai berikut:

 Model alometrik pendugaan biomassa hutan tropika lembab untuk semua jenis vegetasi (tidak membuat model penduga per bagian pohon)

W = 0.118 D2.53 (R2=97%) (Brown 1997)  Persamaan alometrik penduga berat kering pohon > 5 cm

W = bj 0.11 D2.62 (Kettering et al. 2001)

 Model alometrik pendugaan biomassa pohon berdiameter > 10 cm W = 0.1886 D2.3702 (R2=95%) (Istomo 2002)

5. Pendekatan Finansial Perhitungan Biaya Dan Manfaat Ekonomi Karbon

Penelitian mengenai manfaat dan biaya REDD sudah dilakukan di beberapa negara, diantaranya oleh Silva-Chavez (2005) di Bolivia, Osafo (2005) di Ghana, Nepstad, et al. (2007) di Brazil, Bellassen dan Gitz (2008) di Kamerun, serta Karky dan Skutsch (2009) di Nepal. Bellassen dan Gitz (2008) melakukan kajian pada hutan primer di Kamerun dengan opsi pengelolaan berupa konservasi hutan, pemanfaatan hutan atau konversi hutan menjadi areal pertanian. Karky dan Skutsch (2009) melakukan kajian profitabilitas pada hutan kemasyarakatan di Nepal. Grieg-Gran (2008) melakukan evaluasi manfaat dan biaya pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan di Indonesia yang merupakan bagian dari analisis tingkat global.

Harga CO

2 per ton di pasar sukarela setelah dikurangi biaya transaksi adalah sebesar $4,77 (Capoor & Ambrosi 2009). Biaya transaksi (transaction cost) merupakan biaya yang diperlukan untuk administrasi, monitoring dan verifikasi jasa pengurangan emisi dan penyerapan karbon dioksida, hingga jasa ini dapat diperjualbelikan di pasar karbon. Biaya monitoring dan verifikasi karbon merupakan komponen biaya yang cukup besar yang harus dikeluarkan untuk proyek-proyek karbon kehutanan. Biaya ini disebut juga sebagai biaya transaksi.


(39)

Analisis biaya break-even telah digunakan dalam analisis kelayakan usaha pencegahan deforestasi dan degradasi hutan oleh Bellassen dan Gitz (2008) serta Karky dan Skutsch (2009). Bellassen dan Gitz (2008) menggunakan indikator ini untuk menganalisis pengurangan deforestasi dan degradasi hutan primer di Kamerun. Sedangkan Karky dan Skutsch (2009) menggunakannya untuk menganalisis profitabilitas pemanfaatan jasa penyimpanan karbon dan pengurangan deforestasi pada hutan kemasyarakatan di Nepal. Hasil penelitian Silva-Chavez (2005), biaya break-even di Bolivia berkisar antara $4 – 9/ton CO

2e. Sedangkan Osafo (2005) menyatakan bahwa biaya break-even di Ghana sebesar $8/tonCO

2e. Bellassen dan Gitz (2008) mengungkapkan bahwa biaya break-even di Kamerun sekitar $2,85/tonCO

2e. Biaya break-even di Nepal berkisar antara $0,5 - 3,7/tonCO

2e(Karky & Skutsch 2009).

Biaya pembangunan hutan tanaman telah distandarkan oleh Kementrian Kehutanan (Kemenhut) melalui Permenhut No. P64 tahun 2009 tentang “Standar Biaya Pembangunan Hutan Tanaman Industri dan Hutan Rakyat” pada tahun 2009. Peraturan Menteri Kehutanan No. P.64 (2009) menyatakan bahwa standar biaya pembangunan HTI dari nol tahun hingga umur delapan tahun sekitar Rp.25.370.000/ha. Nilai tersebut merupakan nilai biaya sekarang dan diperhitungkan pada tingkat diskonto 10%.

Nilai manfaat hutan tanaman sebagai pencegah emisi dan penyerap karbon serta dampak negatif sebagai sumber emisi dinyatakan dalam neraca karbon hutan tanaman. Neraca karbon hutan tanaman menurut Intergovernmental Panel on

Climate Change_IPCC (2006) merupakan perubahan stock karbon tahunan yang

dihitung melalui pendekatan gain and loss dengan rumus sebagai berikut: Cb = Cg – Cl

Keterangan:

o Cb merupakan perubahan stok karbon tahunan,

o Cg merupakan penambahan (gain) stok karbon tahunan

o Cl merupakan pengurangan (loss) stok karbon tahunan

Ginoga dan Lugina (2007) menyatakan bahwa aspek yang perlu dipertimbangkan untuk tercapainya efisiensi di dalam pelaksanaan mekanisme


(40)

pembangunan bersih (MPB) adalah biaya dan waktu. Biaya mencakup pembuatan usulan proyek dan Dokumen Rancangan Proyek (DRP) termasuk persyaratan-persyaratannya (seperti biaya pengurusan surat kelayakan lahan MPB dari Bupati/Camat, peta), Surat Keterangan Menteri Kehutanan, penyerahan DRP ke Komisi Nasional MPB, Persetujuan Komisi Nasional MPB, Verifikasi, Pelaksanaan, Monitoring, Validasi, Sertifikasi, serta biaya konsultan. Waktu antara lain waktu yang dibutuhkan untuk tahap persiapan (pembuatan Usulan Proyek, penyusunan DRP, dan persyaratan-persyaratan DRP), dan tahap pelaksanaan mencakup verifikasi, monitoring, validasi, penerbitan sertifikat.

Nurfatriani dan Ginoga (2008) menyatakan bahwa pembagian biaya dan manfaat tidak bisa bersifat absolut atau merujuk pada teori tertentu, tapi merupakan hasil kesepakatan antara pihak terkait dari mulai pembeli dan penjual dengan memperhatikan kontribusi masing-masing pihak dalam mekanisme karbon

offset. Prinsip pembayaran dan redistribusi pembayaran REDD adalah alokasi

insentif untuk para pihak berdasarkan nilai tambah yang diterima oleh para pihak dalam rangkaian menghasilkan kredit karbon dan sesuai dengan biaya oportunitas pada tiap tingkatan. Perlu lebih diperjelas peran setiap pihak dalam pelaksanaan REDD, misalnya Pemerintah Daerah bukan hanya sebagai pemberi rekomendasi saja. Dan perlu ditekankan lagi peluang untuk mengatur sendiri arah penggunaan insentif REDD yang tentunya harus dikembalikan kembali untuk pelestarian hutan.

Menurut Gittinger (1986) salah satu cara untuk melihat kelayakan dari analisis finansial adalah menggunakan Cast Flow Analysis. Alasan penggunaan metode ini adalah adanya pengaruh waktu terhadap nilai uang selama umur ekonomis kegiatan usaha. Cast Flow Analysis dilakukan setelah komponen-komponennya ditentukan dan diperoleh nilainya. Komponen tersebut dikelompokkan dalam dua bagian, yaitu penghasilan atau manfaat (benefit) dan biaya (cost). Selisih antara keduanya disebut manfaat bersih (net benefit) yang kemudian dijadikan nilai sekarang (present value) dengan mengalikannya dengan tingkat suku bunga (discount rate) yang ditetapkan. Tingkat diskonto ini harus senilai dengan opportunity cost of capital atau biaya marginal kegiatan tersebut


(1)

Lampiran 3 Keuntungan (NPV Rp/ha) usaha kayu dan karbon pada berbagai pilihan strategi pengelolaan hutan gambut tropika di Indonesia

Harga karbon (US$/tCO2e)

NPV (Rp/ha)

HTI kayu saja

HTI kayu dan

karbon

PHPL HP karbon

saja

PHPL HBT karbon saja

PHPL HS karbon saja

17.643.846

3

6.611.562

(33.276.963)

(49.369.810)

(48.606.129)

6

13.266.505

7.831.307

(24.354.388)

(22.827.026)

9

19.921.447

48.939.577

661.034

2.952.078

12

26.576.390

90.047.847

25.676.457

28.731.182

Harga karbon (US$/tCO2e)

NPV (Rp/ha)

PHPL kayu saja (CL 16)

PHPL kayu saja

(RIL 16)

PHPL kayu saja

(RIL 10)

PHPL kayu saja (RIL 5)

12.716.806

14.069.545

8.793.966

4.397.650

Harga karbon (US$/tCO2e)

NPV (Rp/ha)

PHPL HP kayu dan

karbon (RIL 16)

PHPL HP kayu dan

karbon (RIL 10)

PHPL HP kayu dan

karbon (RIL 5)

PHPL HBT kayu dan

karbon (RIL 16)

PHPL HBT kayu dan

karbon (RIL 10)

PHPL HBT kayu dan karbon

(RIL 5)

3

20.406.320

12.063.340

5.213.858

20.975.021

12.632.042

5.782.559

6

21.850.788

13.803.131

7.075.057

21.731.010

13.683.353

6.955.279

9

23.295.256

15.542.923

8.936.257

22.486.998

14.734.665

8.127.999

12

24.739.725

17.282.714

10.797.456

23.242.987

15.785.976

9.300.718


(2)

Lampiran 4 Cash flow analisis ekonomi Proyek REDD karbon saja pada hutan alam gambut melalui UP PAN karbon

No. Uraian Satuan Volume

Harga satuan

(Rp) Tahun 5 Tahun 10 Tahun 15 Tahun 20 Tahun 25 Tahun 30 Tahun 35 Tahun 40 Total

HUTAN ALAM GAMBUT PRIMER A Biaya

1 Biaya abatasi (oportunitas) tCO2e 38.007.176

32.477 1.234.363.473.730 1.234.363.473.730 1.234.363.473.730 1.234.363.473.730 1.234.363.473.730 1.234.363.473.730 1.234.363.473.730 1.234.363.473.730

2 Biaya transaksi tCO2e

38.007.176

20.939

795.839.608.063

795.839.608.063

795.839.608.063

795.839.608.063

795.839.608.063

795.839.608.063

795.839.608.063

795.839.608.063 Total biaya REDD 2.030.203.081.793 2.030.203.081.793 2.030.203.081.793 2.030.203.081.793 2.030.203.081.793 2.030.203.081.793 2.030.203.081.793 2.030.203.081.793 Total biaya REDD terdiskonto 1.497.206.672.701 1.104.139.699.561

814.265.991.714

600.493.855.556

442.844.075.805

326.582.651.365

240.843.750.656

177.614.187.366

5.203.990.884.723 B Penerimaan

1 kompensasi pada harga 3 US$/tCO2e tCO2e 38.007.176

29.520 1.121.971.841.306 1.121.971.841.306 1.121.971.841.306 1.121.971.841.306 1.121.971.841.306 1.121.971.841.306 1.121.971.841.306 1.121.971.841.306 2 kompensasi pada harga 6 US$/tCO2e tCO2e

38.007.176

59.040 2.243.943.682.612 2.243.943.682.612 2.243.943.682.612 2.243.943.682.612 2.243.943.682.612 2.243.943.682.612 2.243.943.682.612 2.243.943.682.612 3 kompensasi pada harga 9 US$/tCO2e tCO2e

38.007.176

88.560 3.365.915.523.918 3.365.915.523.918 3.365.915.523.918 3.365.915.523.918 3.365.915.523.918 3.365.915.523.918 3.365.915.523.918 3.365.915.523.918 4 kompensasi pada harga 12 US$/tCO2e tCO2e

38.007.176

118.080 4.487.887.365.224 4.487.887.365.224 4.487.887.365.224 4.487.887.365.224 4.487.887.365.224 4.487.887.365.224 4.487.887.365.224 4.487.887.365.224 total penerimaan terdiskonto pada 3

US$

827.416.598.098

610.191.986.647

449.996.122.176

331.857.045.658

244.733.439.526

180.482.702.433

133.099.939.023 98.156.740.391

2.875.934.573.951 total penerimaan terdiskonto pada 6

US$ 1.654.833.196.196 1.220.383.973.293

899.992.244.351

663.714.091.317

489.466.879.051

360.965.404.867

266.199.878.045

196.313.480.782

5.751.869.147.903 total penerimaan terdiskonto pada 9

US$ 2.482.249.794.294 1.830.575.959.940 1.349.988.366.527

995.571.136.975

734.200.318.577

541.448.107.300

399.299.817.068

294.470.221.173

8.627.803.721.854

total penerimaan terdiskonto pada 12

US$ 3.309.666.392.392 2.440.767.946.587 1.799.984.488.702 1.327.428.182.634

978.933.758.102

721.930.809.734

532.399.756.091

392.626.961.564 11.503.738.295.806 NPV per tahun NPV per ha

C NPV pada harga 3 US$ Rp

(58.201.407.769) (33.276.963) BCR pada harga 3 US$

0,55

0,55 NPV pada harga 6 US$ Rp

13.696.956.579

7.831.307 BCR pada harga 6 US$

1,11

1,11 NPV pada harga 9 US$ Rp

85.595.320.928

48.939.577 BCR pada harga 9 US$

1,66

1,66 NPV pada harga 12 US$ Rp

157.493.685.277 90.047.847

BCR pada harga 12 US$

2,21

2,21


(3)

Lampiran 4 (Lanjutan)

No. Uraian Satuan Volume

Harga satuan

(Rp) Tahun 5 Tahun 10 Tahun 15 Tahun 20 Tahun 25 Tahun 30 Tahun 35 Tahun 40 Total

HUTAN ALAM GAMBUT BEKAS TEBANGAN

A Biaya

1 Biaya abatasi (oportunitas) tCO2e 23.128.328

53.370 1.234.363.473.730 1.234.363.473.730 1.234.363.473.730 1.234.363.473.730 1.234.363.473.730 1.234.363.473.730 1.234.363.473.730 1.234.363.473.730

2 Biaya transaksi tCO2e

23.128.328

34.410

795.839.608.063

795.839.608.063

795.839.608.063

795.839.608.063

795.839.608.063

795.839.608.063

795.839.608.063

795.839.608.063 Total biaya REDD 2.030.203.081.793 2.030.203.081.793 2.030.203.081.793 2.030.203.081.793 2.030.203.081.793 2.030.203.081.793 2.030.203.081.793 2.030.203.081.793 Total biaya REDD terdiskonto 1.497.206.672.701 1.104.139.699.561

814.265.991.714

600.493.855.556

442.844.075.805

326.582.651.365

240.843.750.656

177.614.187.366

5.203.990.884.723 B Penerimaan

1 kompensasi pada harga 3 US$ tCO2e 23.128.328

29.520

682.748.250.117

682.748.250.117

682.748.250.117

682.748.250.117

682.748.250.117

682.748.250.117

682.748.250.117

682.748.250.117 2 kompensasi pada harga 6 US$ tCO2e

23.128.328

59.040 1.365.496.500.234 1.365.496.500.234 1.365.496.500.234 1.365.496.500.234 1.365.496.500.234 1.365.496.500.234 1.365.496.500.234 1.365.496.500.234 3 kompensasi pada harga 9 US$ tCO2e

23.128.328

88.560 2.048.244.750.351 2.048.244.750.351 2.048.244.750.351 2.048.244.750.351 2.048.244.750.351 2.048.244.750.351 2.048.244.750.351 2.048.244.750.351 4 kompensasi pada harga 12 US$ tCO2e

23.128.328

118.080 2.730.993.000.468 2.730.993.000.468 2.730.993.000.468 2.730.993.000.468 2.730.993.000.468 2.730.993.000.468 2.730.993.000.468 2.730.993.000.468 total penerimaan terdiskonto pada 3

US$

503.503.932.694

371.317.261.076

273.834.024.762

201.943.407.910

148.926.489.444

109.828.290.449 80.994.680.181

59.730.859.788

1.750.078.946.305 total penerimaan terdiskonto pada 6

US$ 1.007.007.865.388

742.634.522.153

547.668.049.525

403.886.815.820

297.852.978.889

219.656.580.898

161.989.360.362

119.461.719.576

3.500.157.892.610 total penerimaan terdiskonto pada 9

US$ 1.510.511.798.082 1.113.951.783.229

821.502.074.287

605.830.223.730

446.779.468.333

329.484.871.348

242.984.040.542

179.192.579.364

5.250.236.838.915

total penerimaan terdiskonto pada 12

US$ 2.014.015.730.775 1.485.269.044.305 1.095.336.099.050

807.773.631.640

595.705.957.778

439.313.161.797

323.978.720.723

238.923.439.152

7.000.315.785.220 NPV per tahun NPV per ha

C NPV pada harga 3 US$ Rp

(86.347.798.460) (49.369.810) BCR pada harga 3 US$

0,34

0,34 NPV pada harga 6 US$ Rp

(42.595.824.803) (24.354.388) BCR pada harga 6 US$

0,67

0,67 NPV pada harga 9 US$ Rp

1.156.148.855

661.034 BCR pada harga 9 US$

1,01

1,01 NPV pada harga 12 US$ Rp

44.908.122.512

25.676.457

BCR pada harga 12 US$

1,35

1,35


(4)

Lampiran 4 (Lanjutan)

No. Uraian Satuan Volume

Harga satuan

(Rp) Tahun 5 Tahun 10 Tahun 15 Tahun 20 Tahun 25 Tahun 30 Tahun 35 Tahun 40 Total

HUTAN ALAM GAMBUT SEKUNDER

A Biaya

1 Biaya abatasi (oportunitas) tCO2e 23.834.400

51.789 1.234.363.473.730 1.234.363.473.730 1.234.363.473.730 1.234.363.473.730 1.234.363.473.730 1.234.363.473.730 1.234.363.473.730 1.234.363.473.730

2 Biaya transaksi tCO2e

23.834.400

33.390

795.839.608.063

795.839.608.063

795.839.608.063

795.839.608.063

795.839.608.063

795.839.608.063

795.839.608.063

795.839.608.063 Total biaya REDD 2.030.203.081.793 2.030.203.081.793 2.030.203.081.793 2.030.203.081.793 2.030.203.081.793 2.030.203.081.793 2.030.203.081.793 2.030.203.081.793 Total biaya REDD terdiskonto 1.497.206.672.701 1.104.139.699.561

814.265.991.714

600.493.855.556

442.844.075.805

326.582.651.365

240.843.750.656

177.614.187.366

5.203.990.884.723 B Penerimaan

1 kompensasi pada harga 3 US$ tCO2e 23.834.400

29.520

703.591.474.893

703.591.474.893

703.591.474.893

703.591.474.893

703.591.474.893

703.591.474.893

703.591.474.893

703.591.474.893 2 kompensasi pada harga 6 US$ tCO2e

23.834.400

59.040 1.407.182.949.786 1.407.182.949.786 1.407.182.949.786 1.407.182.949.786 1.407.182.949.786 1.407.182.949.786 1.407.182.949.786 1.407.182.949.786 3 kompensasi pada harga 9 US$ tCO2e

23.834.400

88.560 2.110.774.424.679 2.110.774.424.679 2.110.774.424.679 2.110.774.424.679 2.110.774.424.679 2.110.774.424.679 2.110.774.424.679 2.110.774.424.679 4 kompensasi pada harga 12 US$ tCO2e

23.834.400

118.080 2.814.365.899.572 2.814.365.899.572 2.814.365.899.572 2.814.365.899.572 2.814.365.899.572 2.814.365.899.572 2.814.365.899.572 2.814.365.899.572 5 kompensasi pada harga 15 US$ tCO2e

23.834.400

147.600 3.517.957.374.466 3.517.957.374.466 3.517.957.374.466 3.517.957.374.466 3.517.957.374.466 3.517.957.374.466 3.517.957.374.466 3.517.957.374.466 6 kompensasi pada harga 18 US$ tCO2e

23.834.400

177.120 4.221.548.849.359 4.221.548.849.359 4.221.548.849.359 4.221.548.849.359 4.221.548.849.359 4.221.548.849.359 4.221.548.849.359 4.221.548.849.359 total penerimaan terdiskonto pada 3

US$

518.875.111.811

382.652.990.072

282.193.744.657

208.108.420.918

153.472.979.742

113.181.174.538 83.467.319.729

61.554.348.514

1.803.506.089.981 total penerimaan terdiskonto pada 6

US$ 1.037.750.223.623

765.305.980.145

564.387.489.314

416.216.841.836

306.945.959.483

226.362.349.076

166.934.639.458

123.108.697.028

3.607.012.179.962 total penerimaan terdiskonto pada 9

US$ 1.556.625.335.434 1.147.958.970.217

846.581.233.971

624.325.262.754

460.418.939.225

339.543.523.615

250.401.959.187

184.663.045.542

5.410.518.269.943

total penerimaan terdiskonto pada 12

US$ 2.075.500.447.245 1.530.611.960.289 1.128.774.978.628

832.433.683.672

613.891.918.967

452.724.698.153

333.869.278.916

246.217.394.055

7.214.024.359.925 NPV per tahun NPV per ha

C NPV pada harga 3 US$ Rp

(85.012.119.869) (48.606.129) BCR pada harga 3 US$

0,35

0,35 NPV pada harga 6 US$ Rp

(39.924.467.619) (22.827.026) BCR pada harga 6 US$

0,69

0,69 NPV pada harga 9 US$ Rp

5.163.184.631

2.952.078 BCR pada harga 9 US$

1,04

1,04 NPV pada harga 12 US$ Rp

50.250.836.880

28.731.182

BCR pada harga 12 US$

1,39

1,39


(5)

Lampiran 5 Cash flow analisis ekonomi pengusahaan kayu IUPHHK-HA pada hutan gambut alam primer

No. Uraian Satuan Volume Harga satuan (Rp) 1 10 20 30 40 Total Rp/thn Rp/ha

A Biaya pengusahaan kayu

1 HP CL 16 pohon/ha m3

74.997 580.000 43.498.329.600 43.498.329.600 43.498.329.600 43.498.329.600 43.498.329.600 1.739.933.184.000 43.498.329.600 24.870.400 2 HP RIL 16 pohon/ha m3

74.997 608.000 45.598.248.960 45.598.248.960 45.598.248.960 45.598.248.960 45.598.248.960 1.823.929.958.400 45.598.248.960 26.071.040 3 HP RIL 10 pohon/ha m3

46.873 608.000 28.498.905.600 28.498.905.600 28.498.905.600 28.498.905.600 28.498.905.600 1.139.956.224.000 28.498.905.600 16.294.400 4 HP RIL 5 pohon/ha m3

23.437 608.000 14.249.452.800 14.249.452.800 14.249.452.800 14.249.452.800 14.249.452.800 569.978.112.000 14.249.452.800 8.147.200 B Total biaya HP CL 16 phn/ha

43.498.329.600 43.498.329.600 43.498.329.600 43.498.329.600 43.498.329.600 1.739.933.184.000 43.498.329.600 24.870.400 Total biaya terdiskonto HP CL 16 phn/ha

40.928.048.175 23.656.861.231 12.865.944.243 6.997.230.936 3.805.491.447 632.051.562.944 15.801.289.074 9.034.471 Total biaya HP RIL 16 phn/ha

45.598.248.960 45.598.248.960 45.598.248.960 45.598.248.960 45.598.248.960 1.823.929.958.400 45.598.248.960 26.071.040 Total biaya terdiskonto HP RIL 16 phn/ha

42.903.884.983 24.798.916.600 13.487.058.792 7.335.028.292 3.989.204.827 662.564.397.017 16.564.109.925 9.470.617 Total biaya HP RIL 10 phn/ha

28.498.905.600 28.498.905.600 28.498.905.600 28.498.905.600 28.498.905.600 1.139.956.224.000 28.498.905.600 16.294.400 Total biaya terdiskonto HP RIL 10 phn/ha

26.814.928.114 15.499.322.875 8.429.411.745 4.584.392.682 2.493.253.017 414.102.748.136 10.352.568.703 5.919.136 Total biaya HP RIL 5 phn/ha

14.249.452.800 14.249.452.800 14.249.452.800 14.249.452.800 14.249.452.800 569.978.112.000 14.249.452.800 8.147.200 Total biaya terdiskonto HP RIL 5 phn/ha

13.407.464.057 7.749.661.438 4.214.705.873 2.292.196.341 1.246.626.509 207.051.374.068 5.176.284.352 2.959.568 C Penerimaan

a Penerimaan investor (dari kayu) 1 HP CL 16 pohon/ha m3

74.997 1.200.000 89.996.544.000 89.996.544.000 89.996.544.000 89.996.544.000 89.996.544.000 3.599.861.760.000 89.996.544.000 51.456.000 2 HP RIL 16 pohon/ha m3

82.099 1.200.000 98.519.216.717 98.519.216.717 98.519.216.717 98.519.216.717 98.519.216.717 3.940.768.668.672 98.519.216.717 56.328.883 3 HP RIL 10 pohon/ha m3

51.312 1.200.000 61.574.510.448 61.574.510.448 61.574.510.448 61.574.510.448 61.574.510.448 2.462.980.417.920 61.574.510.448 35.205.552 4 HP RIL 5 pohon/ha m3

25.656 1.200.000 30.787.255.224 30.787.255.224 30.787.255.224 30.787.255.224 30.787.255.224 1.231.490.208.960 30.787.255.224 17.602.776 b Penerimaan negara

PBB ha

90.956 2.825 256.950.700 256.950.700 256.950.700 256.950.700 256.950.700 10.278.028.000 256.950.700 146.913

PSDH m3

74.997 65.315 4.898.436.893 4.898.436.893 4.898.436.893 4.898.436.893 4.898.436.893 195.937.475.712 4.898.436.893 2.800.707

DR m3

74.997 131.000 9.824.622.720 9.824.622.720 9.824.622.720 9.824.622.720 9.824.622.720 392.984.908.800 9.824.622.720 5.617.280 14.980.010.313 14.980.010.313 14.980.010.313 14.980.010.313 14.980.010.313 599.200.412.512 14.980.010.313 8.564.900

PBB ha

90.956 2.825 256.950.700 256.950.700 256.950.700 256.950.700 256.950.700 10.278.028.000 256.950.700 146.913

PSDH m3

82.099 65.315 5.362.318.867 5.362.318.867 5.362.318.867 5.362.318.867 5.362.318.867 214.492.754.662 5.362.318.867 3.065.934

DR m3

82.099 131.000 10.755.014.492 10.755.014.492 10.755.014.492 10.755.014.492 10.755.014.492 430.200.579.663 10.755.014.492 6.149.236 16.374.284.058 16.374.284.058 16.374.284.058 16.374.284.058 16.374.284.058 654.971.362.325 16.374.284.058 9.362.084

PBB ha

90.956 2.825 256.950.700 256.950.700 256.950.700 256.950.700 256.950.700 10.278.028.000 256.950.700 146.913

PSDH m3

51.312 65.315 3.351.449.292 3.351.449.292 3.351.449.292 3.351.449.292 3.351.449.292 134.057.971.664 3.351.449.292 1.916.209

DR m3

51.312 131.000 6.721.884.057 6.721.884.057 6.721.884.057 6.721.884.057 6.721.884.057 268.875.362.290 6.721.884.057 3.843.273 10.330.284.049 10.330.284.049 10.330.284.049 10.330.284.049 10.330.284.049 413.211.361.953 10.330.284.049 5.906.395

PBB ha

90.956 2.825 256.950.700 256.950.700 256.950.700 256.950.700 256.950.700 10.278.028.000 256.950.700 146.913

PSDH m3

25.656 65.315 1.675.724.646 1.675.724.646 1.675.724.646 1.675.724.646 1.675.724.646 67.028.985.832 1.675.724.646 958.104

DR m3

25.656 131.000 3.360.942.029 3.360.942.029 3.360.942.029 3.360.942.029 3.360.942.029 134.437.681.145 3.360.942.029 1.921.636 5.293.617.374 5.293.617.374 5.293.617.374 5.293.617.374 5.293.617.374 211.744.694.977 5.293.617.374 3.026.654


(6)

Lampiran 5 (Lanjutan)

No. Uraian Satuan Volume

Harga satuan

(Rp) 1 10 20 30 40 Total Rp/thn Rp/ha

D Total penerimaan

HP CL 16 pohon/ha

104.976.554.313

104.976.554.313

104.976.554.313

104.976.554.313

104.976.554.313

4.199.062.172.512

104.976.554.313 60.020.900 Total penerimaan terdiskonto

HP CL 16 pohon/ha

98.773.573.874

57.092.210.222

31.049.985.298

16.886.744.851

9.183.970.586

1.525.359.613.485 38.133.990.337

21.803.311 Total penerimaan HP RIL 16 pohon/ha

114.893.500.775

114.893.500.775

114.893.500.775

114.893.500.775

114.893.500.775

4.595.740.030.997

114.893.500.775 65.690.967 Total penerimaan terdiskonto HP RIL 16 pohon/ha

108.104.535.919 62.485.608.738

33.983.221.618

18.482.005.295

10.051.563.785

1.669.457.595.376 41.736.439.884

23.863.030 Total penerimaan HP RIL 10 pohon/ha

71.904.794.497

71.904.794.497

71.904.794.497

71.904.794.497

71.904.794.497

2.876.191.779.873 71.904.794.497

41.111.947 Total penerimaan terdiskonto HP RIL 10 pohon/ha

67.655.997.833

39.105.909.603

21.268.013.859

11.566.753.417

6.290.657.204

1.044.811.103.388 26.120.277.585

14.934.407 Total penerimaan HP RIL 5 pohon/ha

36.080.872.598

36.080.872.598

36.080.872.598

36.080.872.598

36.080.872.598

1.443.234.903.937 36.080.872.598

20.629.430 Total penerimaan terdiskonto HP RIL 5 pohon/ha

33.948.882.761

19.622.826.991

10.672.007.393

5.804.043.518

3.156.568.386

524.272.360.064 13.106.809.002

7.493.887 E NPV CL 16

57.845.525.699

33.435.348.992

18.184.041.056

9.889.513.915

5.378.479.139

893.308.050.541 22.332.701.264

12.768.840

NPV RIL 16

65.200.650.936

37.686.692.137

20.496.162.826

11.146.977.003

6.062.358.958

1.006.893.198.359 25.172.329.959

14.392.413

NPV RIL 10

40.841.069.719

23.606.586.728

12.838.602.114

6.982.360.734

3.797.404.187

630.708.355.252 15.767.708.881

9.015.271

NPV RIL 5

20.541.418.704

11.873.165.553

6.457.301.521

3.511.847.177

1.909.941.878

317.220.985.996 7.930.524.650

4.534.319