mencerminkan penggunaan waktu pada pemanenan kayu konvensional kurang efisien sehingga total waktu yang dibutuhkan untuk menyarad satu pohon menjadi
tinggi, padahal prestasi kerja yang tinggi dapat diperoleh dengan cara meningkatkan waktu kerja efektif dan menekan waktu hilang. Pembuatan rencana
jaringan jalan sarad dapat mengurangi waktu hilang yang dapat dihindarkan. Tanpa pembuatan rencana jaringan jalan sarad, regu penyarad membutuhkan
waktu untuk mencari pohon yang telah ditebang oleh regu penebang. Pembuatan rencana jaringan jalan sarad meningkatkan efisiensi waktu kerja penyaradan
karena telah memperitmbangkan keadaan topografi, kerapatan tegakan, dan kondisi tanah serta potensi dan posisi pohon pohon.
Penggunaan jenis traktor ini memerlukan investasi yang besar. Biaya usaha traktor penyarad diperhitungkan dari komponen-komponen penyusun biaya usaha,
yaitu biaya tetap alat, biaya variabel alat dan upah operator dalam satuan waktu. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh biaya total penyaradan pada petak
pemanenan kayu konvensional dan RIL masing-masing sebesar Rp 10.597,19,- m
3
dan Rp 8.695,39,-m
3
. Biaya penyaradan pada petak pemanenan kayu konvensional dan RIL dapat dilihat pada Tabel 55.
Tabel 55. Biaya penyaradan kayu di areal IUPHHK PT Inhutani II.
Komponen Biaya Konvensional
RIL Rpjam
Rpjam A. Biaya Usaha
1. Biaya tetap 40.059,65,-
40.059,65,- 2. Biaya variabel
173.604,34,- 173.604,34,-
3. Upah 17.142,86,-
19.285,71,- B. Total biaya penyaradan
230.806,90,- 232.949,70,-
C. Total biaya penyaradan per m
3
10.597,19,- 8.695,39,-
5.3.1.3 Biaya Pemanenan Kayu
Biaya pemanenan kayu dalam penelitian ini adalah besarnya biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan satu meter kubik kayu dari tunggak tenpat
tebangan sampai ke landingtempat pengumpulan kayu TPn. Biaya tersebut meliputi biaya penebangan dan penyaradan kayu. Biaya pemanenan kayu
konvensional dan RIL masing-masing sebesar Rp 11.686,83,-m
3
dan 9.651,97,- m
3
. Hasil perhitungan biaya masing-masing teknik pemanenan kayu dapat dilihat pada Tabel 56.
Tabel 56. Biaya pemanenan kayu konvensional dan RIL. Kegiatan
Prestasi Kerja m
3
jam Biaya Produksi Rpm
3
Konvensional RIL
Konvensional RIL
Penebangan 38,03
45,56 1.089,64,-
956,58,- Penyaradan
21,78 26,79
10.597,19,- 8.695,39,-
Total 11.686,83,-
9.651,97,-
5.3.1.4 Rehabilitasi Kerusakan Setelah Pemanenan
Elias 2002 menyatakan bahwa dalam pelaksanaan pemanenan kayu walaupun sudah dilakukan dengan baik dan menggunakan teknologi dan teknik
yang ramah lingkungan, namun masih saja terjadi kerusakan lingkungan yang tidak mungkin dihindari. Agar kerusakan lingkungan yang tak terhindarkan
tersebut tidak menjadi lebih besar, maka diusahakan pengendalian dan rehabiitasi kerusakan lingkungan setelah pemanenan kayu pada tempat-tempat yang rusak,
sehingga pemulihan kerusakan menjadi lebih cepat. Kegiatan rehabilitasi kerusakan setelah pemanenan kayu meliputi kegiatan :
membuat sudetan pada sisi jalan sarad dengan interval 20 m yang mengarah ke semak-semak dan juga membuat sudetan di TPn, memasang rintangan dan serasah
melintang jalan sarad dan mengembalikan serasah dan lapisan tanah atas serta menebarkan kulit kayu pada bekas TPn.
Rehabilitasi kerusakan setelah pemanenan kayu dilakukan dengan menggunakan traktor Catterpillar D7G terdiri dari 1 orang operator dan 1 orang
helper. Hasil wawancara dan arsip perusahaan, biaya kegiatan rehabilitasi kerusakan setelah pemanenan kayu sebesar Rp 1.981,15 m
3
ha.
5.3.1.5 Inspeksi Blok
Inspeksi blok merupakan kegiatan pemeriksaan kualitas dan kuantitas hasil penebangan dan penyaradan kayu sehingga dapat digunakan untuk menghitung
upah dasar dan upah premium yang berdasarkan pada tarif dasar dan tarif
premium yang berlaku Elias 1999. Kegiatan inspeksi blok dilakukan oleh 2 orang tenaga kerja yang terdiri dari 1 orang pengawas dan 1 orang pembantu
pengawas. Hasil wawancara dan arsip perusahaan, biaya kegiatan inspeksi blok pemanenan kayu sebesar Rp 62,25,-m
3
ha.
5.3.1.6 Pelatihan dalam implementasi RIL
Untuk membantu keberhasilan implementasi RIL sangat penting dilakukan training atau pelatihan terhadap perencana pemanenan kayu, supervisor, mandor,
operator chainsaw, operator traktor dan helper Elias 1999. Pelatihan bertujuan untuk membantu pihak pengelola hutan dalam kegiatan pengusahaan hutan yang
berdampak rendah sehingga dapat memberikan manfaat yang dapat menimbulkan pengaruh negatif terhadap lingkungan, meningkatkan efisiensi pemanenan kayu
dengan mengurangi limba, meningkatkan efisiensi biaya pemanenan,
meningkatkan kualitas produksi kayu, meningkatkan pendapatan dan keselamatan kerja karyawan. Jumlah biaya pelatihan perencana pemanenan kayu, pelatihan
operator chainsaw dan pelatihan operator traktor sebesar Rp 88.463.855,-tahun.
5.3.1.7 Biaya kerusakan tegakan tinggal
Biaya perbaikan kerusakan merupakan biaya riil nyata yang dikeluarkan untuk memperbaiki atau merehabilitasi kerusakan tegakan tinggal yang telah
terjadi akibat kegiatan pemanenan kayu. Dalam penelitian ini biaya perbaikan kerusakan merupakan biaya langsung yang dikeluarkan yang berkaitan dengan
tindakan silvikultur yang dapat memperbaiki kerusakan tegakan tinggal, yaitu pengadaan bibit persemaian, penanaman pengayaan dan penanaman di areal
kosong dan kegiatan pemeliharaan Lidiawati 2002. Berdasarkan prinsip-prinsip kelestarian sebagai pengganti pohon inti dari
tingkat semai, pancang dan tiang harus tersedia dalam jumlah yang cukup. Menurut pedoman TPTI harus tersedia minimal 400 batangha untuk tingkat
semai, 200 batangha tingkat pancang dan 75 batangha untuk tingkat tiang dan 25 pohonha untuk jenis komersial dan sehat agar tercapai prinsip-prinsip kelestarian
tersebut. Dari persyaratan tersebut dan melihat jumlah tegakan tinggal kedua petak di berbagai tingkatan tegakan yang sehat maka persyaratan tersebut dapat
dicukupi. Jika keadaan ini dapat dipertahankan maka tidak perlu diadakan