premium yang berlaku Elias 1999. Kegiatan inspeksi blok dilakukan oleh 2 orang tenaga kerja yang terdiri dari 1 orang pengawas dan 1 orang pembantu
pengawas. Hasil wawancara dan arsip perusahaan, biaya kegiatan inspeksi blok pemanenan kayu sebesar Rp 62,25,-m
3
ha.
5.3.1.6 Pelatihan dalam implementasi RIL
Untuk membantu keberhasilan implementasi RIL sangat penting dilakukan training atau pelatihan terhadap perencana pemanenan kayu, supervisor, mandor,
operator chainsaw, operator traktor dan helper Elias 1999. Pelatihan bertujuan untuk membantu pihak pengelola hutan dalam kegiatan pengusahaan hutan yang
berdampak rendah sehingga dapat memberikan manfaat yang dapat menimbulkan pengaruh negatif terhadap lingkungan, meningkatkan efisiensi pemanenan kayu
dengan mengurangi limba, meningkatkan efisiensi biaya pemanenan,
meningkatkan kualitas produksi kayu, meningkatkan pendapatan dan keselamatan kerja karyawan. Jumlah biaya pelatihan perencana pemanenan kayu, pelatihan
operator chainsaw dan pelatihan operator traktor sebesar Rp 88.463.855,-tahun.
5.3.1.7 Biaya kerusakan tegakan tinggal
Biaya perbaikan kerusakan merupakan biaya riil nyata yang dikeluarkan untuk memperbaiki atau merehabilitasi kerusakan tegakan tinggal yang telah
terjadi akibat kegiatan pemanenan kayu. Dalam penelitian ini biaya perbaikan kerusakan merupakan biaya langsung yang dikeluarkan yang berkaitan dengan
tindakan silvikultur yang dapat memperbaiki kerusakan tegakan tinggal, yaitu pengadaan bibit persemaian, penanaman pengayaan dan penanaman di areal
kosong dan kegiatan pemeliharaan Lidiawati 2002. Berdasarkan prinsip-prinsip kelestarian sebagai pengganti pohon inti dari
tingkat semai, pancang dan tiang harus tersedia dalam jumlah yang cukup. Menurut pedoman TPTI harus tersedia minimal 400 batangha untuk tingkat
semai, 200 batangha tingkat pancang dan 75 batangha untuk tingkat tiang dan 25 pohonha untuk jenis komersial dan sehat agar tercapai prinsip-prinsip kelestarian
tersebut. Dari persyaratan tersebut dan melihat jumlah tegakan tinggal kedua petak di berbagai tingkatan tegakan yang sehat maka persyaratan tersebut dapat
dicukupi. Jika keadaan ini dapat dipertahankan maka tidak perlu diadakan
pengayaan pada areal bekas tebangan. Namun disarankan untuk menanam jenis- jenis komersial pada bekas jalan sarad dan bekas tempat pengumpulan kayu
TPn. Berdasarkan hasil penelitian ini jumlah tegakan pada petak pemanenan
kayu konvensional dan RIL pada berbagai tingkat pertumbuhan tegakan masih mencukupi. Namun demikian diwajibkan untuk tetap menanam di tempatareal
terbuka bekas penebangan, penyaradan dan bekas tempat pengumpulan kayu TPn. Biaya perbaikan kerusakan pada petak pemanenan kayu konvensional dan
RIL dapat dilihat pada Tabel 57. Tabel 57. Biaya perbaikan kerusakan pada petak pemanenan kayu konvensional
dan RIL.
No. Teknik PK
Luas keterbukaan
tanah ha Tingkat
kerusakan ha Kebutuhan
bibit Biaya
kerusakan Rpm
3
1. Konvensional
0,4017 Ringan = 21 btg
135 8.616,25
Sedang = 26 btg Berat = 88 btg
2. RIL
0,2336 Ringan = 17 btg
85 3.846,38
Sedang = 21 btg Berat = 47 btg
Tabel 57 menunjukkan bahwa rata-rata biaya perbaikan kerusakan pada petak pemanenan kayu konvensional sebesar Rp
8.616,25
,-m
3
lebih besar dari pada dengan teknik RIL yakni sebesar Rp
3.846,38
,-m
3
. Hal ini disebabkan areal yang terbuka rata-rata pada teknik pemanenan konvensional lebih tinggi yakni
0,4017 ha sedangkan areal yang terbuka akibat pemanenan kayu RIL lebih rendah yakni sebesar 0,2336 ha. Dengan demikian dapat dilihat bahwa semakin besar
kerusakan tegakan tinggal dan luas areal yang terbuka akibat pemanenan kayu maka semakin besar biaya perbaikan kerusakan yang dikeluarkan.
5.3.3 Analisis Finansial Pemanenan Kayu
Untuk mengetahui keberhasilan penanaman modal pada pemanenan kayu dengan teknik RIL apakah akan mampu menghasilkan keuntungan pada tingkat
tertentu maka dilakukan analisis kelayakan finansial. Analisis kelayakan finansial erat hubungannya dengan rasio pendapatan dan pengeluaran suatu kegiatan,