Tujuan Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

21 melalui penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Faktor-faktor apakah yang secara signifikan menyebabkan deindustrialisasi yang dilihat dari pangsa nilai tambah sektor industri dalam perekonomian Indonesia ? 2. Bagaimana dampak reindustrialiasi terhadap ekonomi makro Indonesia ? 3. Bagaimana dampak reindustrialiasi terhadap kinerja sektor industri termasuk kecil, menengah dan besar dalam perekonomian Indonesia ? 4. Strategi reindustrialisasi apa yang dapat dilakukan untuk dapat keluar dari kondisi deindustrialisasi sehingga kinerja dan kontribusi sektor industri dalam perekonomian Indonesia dapat ditingkatkan di masa-masa mendatang ?

1.3. Tujuan

Sesuai dengan permasalahan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menganalisis faktor-faktor penyebab deindustrialisasi yang dilihat dari perubahan pangsa output sektor industri dalam perekonomian Indonesia. 2. Menganalisis dampak reindustrialisasi terhadap kinerja sektor industri secara umum, kinerja industri menurut kelompok agro, basis manufaktur, dan alat angkut serta sektor industri menurut skala usahanya yaitu kecil, menengah dan besar. 3. Menganalisis dampak reindustrialisasi terhadap ekonomi makro Indonesia. 4. Merumuskan strategi reindustrialisasi untuk meningkatkan pertumbuhan dan pangsa sektor industri. 22

1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam lingkup nasional dengan mengkaji faktor- faktor internal di dalam negeri yang menyebabkan terjadinya deindustrialisasi dan mengkaji dampak reindustrialisasi terhadap ekonomi makro dan kinerja sektor industri termasuk industri kecil, menengah dan besar. Faktor-faktor eksternal seperti kebijakan di negara-negara lain yang mempengaruhi perekonomian di Indonesia diperlakukan sebagai variabel eksogenus. Sektor-sektor ekonomi yang dikaji dalam penelitian ini adalah sebanyak 27 sektor yang merupakan agregasi dari 66 sektor yang berasal dari Tabel Input Output tahun 2008 yang lebih menekankan pada sektor-sektor industri non-migas. Ke-27 sektor ekonomi tersebut kemudian diagregasikan ke dalam empat sektor besar yaitu pertanian 1 sektor, pertambangan termasuk migas 2 sektor, industri non-migas 23 sektor dan jasa 1 sektor. Agregasi ke dalam empat sektor besar tersebut dilakukan untuk menangkap variabel-variabel ekonomi makro seperti GDP yang merupakan penjumlahan dari konsumsi, investasi, ekspor, impor, pengeluaran pemerintah dan inventori. Sementara itu, deindustrialisasi dalam penelitian ini didefinisikan sebagai suatu proses perubahan sosial dan ekonomi yang disebabkan oleh menurunnya kemampuan atau aktivitas dalam suatu negara atau wilayah, khususnya industri berat atau industri non-migas. Deindustrialisasi adalah lawan dari indusrialisasi. Terdapat beberapa interpretasi mengenai proses deindustrialisasi. Di sisi lain, Cairncross 1982 dan Lever 1991 menawarkan empat definisi deindustrialisasi : 1. Deindustrialisasi dapat berarti penurunan lebih lanjut pada output barang- barang industri atau dalam tenaga kerja sektor industri. Definisi ini bisa salah 23 arti karena dalam jangka pendek atau titik turun siklus disalahartikan menjadi suatu deindustrialisasi jangka panjang long-run deindustrialization. 2. Deindustrialisasi dapat berarti pergeseran dari sektor industri ke sektor jasa, sehingga sektor industri mempunyai pangsa yang lebih rendah pada total output atau tenaga kerja. Ini juga bisa menjadi salah persepsi, karena pergeseran dapat terjadi bahkan ketika sektor industri tumbuh dalam kerangka absolut. 3. Deindustrialisasi dapat berarti bahwa barang-barang produk industri mengalami suatu penurunan pangsa perdagangan eksternal, sehingga terdapat kegagalan untuk mencapai surplus ekspor terhadap impor untuk memelihara suatu perekonomian dalam keseimbangan eksternal. 4. Deindustrialisasi didefinisikan sebagai suatu keberlanjutan keadaan defisit neraca perdagangan sebagaimana didefinisikan pada definisi ketiga di atas yang mengakumulasi pada jangka yang luas dimana suatu negara atau wilayah tidak dapat membayar impor yang diperlukan untuk mempertahankan produksi lebih lanjut suatu barang sehingga menyebabkan penurunan yang lebih lanjut dalam perekonomian. Penelitian-penelitian yang dilakukan di negara-negara maju khususnya negara-negara anggota OECD, seperti penelitian Rowthorn dan Ramaswamy 1997, menggunakan indikator pangsa tenaga kerja sektor industri sebagai indikator terjadinya deindustrialisasi. Sementara itu dalam penelitian ini, deindustrialisasi didefinisikan sebagai proses perubahan sosial dan ekonomi yang disebabkan oleh penurunan kapasitas atau aktivitas industri dalam suatu wilayah atau negara sebagai akibat penurunan pangsa output barang-barang industri. Dalam penelitian ini indikator deindustrialisasi dibatasi hanya pada pangsa nilai tambah 24 sektor industri terhadap total PDB. Pemilihan pangsa nilai tambah sektor industri terhadap total PDB sebagai indikator deindustrialisasi didasarkan pada beberapa pertimbangan berikut ini. 1. Penggunaan indikator pangsa nilai tambah sektor industri didasarkan pada pertimbangan untuk melihat apakah sektor industri masih menjadi motor penggerak utama perekonomian Indonesia. Penurunan pangsa nilai tambah sektor industri merupakan indikasi bahwa peranan sektor industri mulai menurun dan perannya mulai digantikan oleh sektor lain, misalnya jasa. 2. Tidak digunakannya indikator pangsa tenaga kerja dilakukan dengan alasan bahwa perubahan struktur perekonomian di Indonesia berlangsung tidak seimbang antara sektor pertanian dengan sektor industri. Penurunan pangsa sektor pertanian dalam PDB tidak diikuti oleh penurunan pangsa tenaga kerjanya, sehingga sektor pertanian masih menanggung beban tenaga kerja yang sangat besar sehingga menyebabkan produktivitas sektor pertanian menjadi rendah. Sementara itu di sisi lain, peningkatan pangsa sektor industri dalam PDB tidak diikuti oleh peningkatan pangsa tenaga kerjanya. Dengan demikian, perubahan pangsa tenaga kerja tidak mencerminkan perubahan struktur perekonomian nasional. Hal ini sangat berbeda dengan kondisi di negara-negara maju yang proses transformasi strukturalnya berlangsung seimbang. Dalam penelitian ini juga dilakukan analisis dampak reindustrialisasi terhadap sektor ekonomi berdasarkan skala usahanya yaitu skala usaha kecil, menengah dan besar. Ada dua definisi yang dikenal di Indonesia. Pertama definisi menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah UMKM yaitu : 25 1. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan danatau badan usaha perorangan yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50 000 000 lima puluh juta upiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300 000 000 tiga ratus juta rupiah. 2. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50 000 000 lima puluh juta rupiah sampai dengan paling banyak Rp500 000 000 lima ratus juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300 000 000 tiga ratus juta rupiah sampai dengan paling banyak Rp2 500 000 000 dua milyar lima ratus juta rupiah. 3. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar yang memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500 000 000 lima ratus juta rupiah sampai dengan paling banyak Rp10 000 000 000 sepuluh milyar rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2 500 000 000 dua milyar lima ratus juta rupiah sampai dengan paling banyak Rp50 000 000 000 lima puluh milyar rupiah. 26 4. Usaha besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari Usaha Menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara atau swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia. Kedua menurut kategori BPS 2007 yang mengklasifikasikan industri berdasarkan jumlah pekerjanya, yaitu : 1. Industri rumah tangga dengan pekerja 1 – 4 orang. 2. Industri kecil dengan pekerja 5 – 19 orang. 3. Industri menengah dengan pekerja 20 – 99 orang. 4. Industri besar dengan pekerja 100 orang atau lebih. Dalam penelitian ini, definisi IKM yang digunakan adalah definisi yang dikeluarkan oleh BPS agar konsisten dengan data industri menurut skala usaha yang secara rutin dikeluarkan oleh BPS. Untuk analisis kinerja ekonomi makro Indonesia meliputi perkembangan output, PDB riil, konsumsi rumah tangga, investasi, inflasi, ekspor dan impor serta neraca perdagangan. Sementara itu untuk analisis kinerja masing-masing sektor ekonomi dan kinerja masing-masing cabang industri untuk setiap skala usaha kecil, menengah dan besar dilihat dari segi perkembangan output dan penyerapan tenaga kerja sektoral. Penelitian ini mengandung beberapa keterbatasan, antara lain : 1. Analisis dampak reindustrialisasi terhadap sektor ekonomi menurut skala usaha dilakukan pada sektor ekonomi dengan menggunakan pendekatan dimana analisis dilakukan terlebih dahulu pada sektor ekonomi secara umum selanjutnya dilakukan analisis terhadap masing-masing skala usaha berdasarkan pada nilai pangsa sektor ekonomi menurut skala usahanya yaitu 27 pangsa output, pangsa investasi, pangsa ekspor, dan pangsa lainnya. Hal ini dilakukan mengingat keterbatasan data Tabel Input OutputI-O dan Sistem Neraca Sosial Ekonomi SNSE yang belum memperlihatkan interaksi antarsektor dan antar-skala industri. Pendekatan ini mengandung keterbatasan karena elastisitas dan parameter subsitusi untuk setiap sektor ekonomi menurut skala usaha dianggap sama sehingga respon dari setiap perubahan variabel terhadap sektor ekonomi menurut skala usaha relatif tidak banyak berbeda. Namun demikian, pendekatan ini mempunyai beberapa kelebihan diantarnya data yang diperlukan secara relatif lebih sederhana, khususnya tidak memerlukan data arus perdagangan antar-skala usaha. Pendekatan ini juga membuat modifikasi model menjadi lebih sederhana. 2. Keterbatasan penelitian yang dilakukan terkait dengan keterbatasan metode aplikasi ekonomi keseimbangan umum Computable General Equilibrium atau CGE yang digunakan dalam menganalisis dampak reindustrialisasi terhadap kinerja ekonomi makro dan kinerja sektor industri di Indonesia. Keterbatasan tersebut antara lain adanya ketergantungan model keseimbangan pada parameter-parameter benchmark yang dikalibrasi. Hal ini karena model CGE tidak mengestimasi paramater-parameter tersebut, tetapi diambil dari hasil estimasi di luar model, baik dilakukan sendiri maupun hasil-hasil penelitian terdahulu Oktaviani, 2008.

II. TINJAUAN PUSTAKA