41 3. Program industrialisasi substitusi impor sangat tergantung pada input luar
negeri. Hal ini terjadi karena, pertama, adanya suatu tingkah laku pemegang kebijaksanaan yang ingin meniru pola industri negara-negara maju, baik
dalam teknologi yang digunakan maupun dalam jenis atau bentuk barang yang diproduksi. Kedua, adanya penguasaan pihak asing dalam keputusan
produksi. Akibatnya, kendati program industrialisasi substitusi impor bersifat inward
looking dalam
orientasi pemasarannya,
tetapi program
industrialisasinya bersifat outward looking dalam orientasi permintaannya terhadap input, sehingga kaitannya dengan sektor-sektor lainnya terutama
sektor pertanian menjadi sangat minimal. Efek pengganda multiplier effects yang ditimbulkan investasi di sektor industri pada hakikatnya diekspor ke luar
negeri, yang berarti bahwa kendati investasi di sektor industri memperbesar kapasitas produksi di dalam negeri, tetapi investasi ini tidak menimbulkan
pertambahan permintaan efektif di dalam negeri dalam skala yang sama.
2.2.2. Strategi Industrialisasi Promosi Ekspor
Industrialisasi substitusi impor yang pada awalnya didesain untuk menghemat devisa negara, tetapi pada kenyataannya justru menguras devisa. Oleh
karena itu perlu dilakukan penyesuaian kebijaksanaan untuk menggalakkan ekspor. Untuk itu perangkat perangsang yang selama ini mengutamakan program
substitusi impor diubah sehingga ekspor barang-barang industri dapat dirangsang. Oleh karena peningkatan industri-industri substitusi impor yang ada untuk tujuan
ekspor sepenuhnya tidak dapat diharapkan untuk mengemban misi ekspor secara berarti, maka pemerintah di negara-negara berkembang memutuskan untuk
42 membuka lebih lebar lagi bagi pemasukan modal asing untuk tujuan investasi
langsung yang berorientasi ekspor. Hal ini dapat dimungkinkan dapat terjadi, karena kebetulan adanya dua situasi yang berlaku di negara-negara maju.
1. Adanya kenaikan upah riil yang mencolok di negara-negara maju sehingga modal internasional mencari daerah investasi di luar negara-negara ini di
mana terdapat upah buruh yang murah. 2. Adanya teknologi produksi untuk beberapa barang tertentu misalnya
komponen-komponen elektronika yang memungkinkan pemecahan proses produksi atas berbagai unit dengan lokasi yang terpisah sebelum perakitan
lengkap dilakukan. Ini menunjukkan adanya suatu pembagian kerja internasional international vision of labor di bawah suatu atap produksi.
Faktor-faktor ini telah menyebabkan banyaknya perusahaan mancanegera yang membuka anak-anak perusahaan atau cabang-cabang unit produksinya di
negara-negara berkembang di mana terdapat upah buruh murah. Hal ini mengakibatkan para pengambil kebijakan nasional dibayangi suatu ketakutan
bahwa perusahaan-perusahaan ini akan menutup usahanya dan pindah ke negara lain yang masih mempunyai persediaan buruh yang murah. Negara-negara dengan
buruh berlimpah dan bersedia dibayar murah tidak sukar dicari. Oleh sebab itu pengambil kebijaksanaan nasional di negara-negara berkembang dalam hal ini
dipaksa, sadar atau tidak sadar, untuk bersikap toleran terhadap super eksploitasi tenaga manusia dan menekan setiap gerakan yang menuntut kenaikan upah.
Penggalakan industri
ekspor melalui
pendirian kawasan-kawasan
perdagangan bebas yang khusus menampung industri-industri yang dikuasai pihak asing, yang umumnya menghasilkan subcontracting exports, dilakukan bersamaan
dengan penggalakan ekspor untuk industri-industri substitusi impor yang lama
43 beroperasi dan banyak menghadapi kapasitas berlebih sebagai akibat kejenuhan
pasar dalam negeri. Mekanisme penggalakan ekspor terhadap industri-industri ini melalui suatu kebijaksanaan perdagangan luar negeri yang netral neutral trade
regime yang mengandung penetapan kurs mata uang yang realistik realistic exchange rate. Di samping itu, juga dengan menggalakkan industrialisasi
berorientasi ekspor melalui pengolahan produk-produk pertanian Owen dan Wood, 1997.
Perdagangan luar negeri yang netral mengandung pengertian suatu liberalisasi impor. Pembatasan impor barang jadi yang selama ini dilakukan untuk
merangsang perkembangan industri substitusi impor dianggap sebagai suatu hal yang menimbulkan distorsi dalam alokasi sumber-sumber ekonomi karena akan
menjurus pada penumpukan terhadap produksi barang-barang untuk pemenuhan kebutuhan pasar dalam negeri sehingga produksi untuk ekspor tertinggal.
Akibatnya negara-negara berkembang yang menjalankan kebijaksanaan yang mengutamakan industri substitusi impor mengalami kehilangan peluang untuk
mengambil manfaat dari kelebihan komparatif comparative advantage dari produksi yang dapat diekspor. Penetapan kurs mata uang yang realistik dengan
devaluasi misalnya, juga merupakan salah satu elemen dalam kebijaksanaan penggalakan ekspor barang-barang ekspor termasuk barang-barang industri. Inti
perangkat kebijaksanaan ini ialah : untuk menaikkan ekspor, perangsang akan diberikan pada sektor ekspor, dan bersamaan dengan itu dilakukan liberalisasi
impor untuk menghilangkan distorsi dalam alokasi sumber-sumber ekonomi. Program penonjolon ekspor sebagai kelanjutan dari program substitusi impor
akan cenderung tidak membiarkan terjadinya kenaikan yang berarti dalam upah riil
44 para pekerja industri. Oleh karena itu akan mempertinggi harga pokok sehingga
mengurangi daya saing barang-barang industri yang diekspor. Hal ini menunjukkan bahwa perangsang yang diberikan kepada para pengekspor dalam
tahap penonjolan ekspor ini pada hakikatnya menimbulkan suatu proses redistribusi pendapatan yang menguntungkan kelompok usahawan seperti yang pernah dialami
oleh para industrialis substitusi impor. Oleh karena industrialis substitusi impor dan para pengekspor barang-barang industri sebagian besar merupakan kelompok yang
sama, maka kelompok yang sama tetap terus menerima manfaat dari proses redistribusi pendapatan ini.
2.2.3. Strategi Klaster Industri