283 industri pada periode yang sama. Sebaliknya penurunan nilai ekspor produk
berteknologi tinggi pada tahun 2005-2009, diikuti dengan penurunan pangsa nilai tambah sektor industri. Dengan demikian, tingkat teknologi yang diproksi dari
nilai ekspor produk berteknologi tinggi memegang peranan yang penting dalam kontribusinya pada perubahan pangsa nilai tambah sektor industri.
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010 Diolah Gambar 46. Perkembangan Pangsa Nilai Tambah Sektor Industri dan Nilai Ekspor
Produk Teknologi Tinggi Tahun 1993 - 2009
6.5. Upaya Keluar dari Deindustrialisasi Melalui Reindustrialisasi
Pada periode tahun 1991-2009, dapat dibagi menjadi dua periode yaitu periode pertama tahun 1991-2000 dan periode kedua tahun 2001-2009. Hasil
analisis trend pada kedua periode tersebut yang ditampilkan pada Tabel 66, terlihat bahwa pada periode pertama, pangsa nilai tambah sektor industri mengalami trend
positif sebesar 2.27 persen per tahun. Sementara itu, analisis trend pada periode kedua menunjukkan bahwa pangsa nilai tambah sektor industri mengalami trend
284 negatif yaitu -0.63 persentahun. Penurunan pangsa nilai tambah sektor industri
pada periode kedua ini mengarah pada gejala deindustrialisasi. Untuk keluar dari kondisi deindustrialisasi tersebut, dibutuhkan upaya-upaya meningkatkan kembali
peranan dan kontribusi sektor industri melalui reindustrialisasi.
Tabel 66. Trend Beberapa Variabel yang Digunakan dalam Penelitian Persen
No. Variabel
1991-2000 2001-2009
1 Pangsa Nilai Tambah Sektor Industri
2.27 -0.63
2 Jumlah Kredit untuk Sektor Industri
15.80 10.17
3 Nilai Ekspor Non-migas
7.12 13.17
4 Nilai Impor Non-migas
0.23 13.07
5 Pendapatan per Kapita
-5.05 15.30
6 Harga Energi Listrik
-4.39 -1.57
7 Harga BBM
-4.87 17.63
8 Nilai Upah Riil
-8.12 -6.04
9 Pangsa Kredit Sektor Industri
2.43 -9.54
10 Pangsa Ekspor Produk Industri 2.24
0.14 11 Pangsa Impor Produk Non-migas
-1.04 -3.62
12 Nilai Ekspor Produk Teknologi Tinggi 23.49
3.03 Sumber : Hasil Analisis, 2011
Sementara itu,
pada periode
tahun 2003-2010,
investasi yang
direpresentasikan dengan Pembentukan Modal Tetap Bruto PMTB mengalami peningkatan sebesar rata-rata 8.2 persen. Sementara itu, ekspor pada periode yang
sama mengalami peningkatan rata-rata sebesar 7.9 persen per tahun. Di sisi lain, impor mengalami peningaktan sebesar rata-rata 8.4 persen. Data selengkapnya
dapat dilihat pada Tabel 67. Berdasarkan hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pangsa nilai
tambah sektor industri sebagai indikator terjadinya deindustrialisasi, menunjukkan bahwa dari sisi permintaan deindustrialisasi dipengaruhi secara negatif oleh pangsa
investasi dan pangsa ekspor produk industri serta dipengaruhi secara positif oleh pangsa impor produk-produk non-migas.
285
Tabel 67. Nilai PDB dan Trendnya Menurut Penggunaan Tahun 2003-2010
Triliun Rp Penggunaan
2003 2004
2005 2006
2007 2008
1 Konsumsi Rumah Tangga 956.6
1.004.1 1.043.8 1.076.9 1.130.8
1.191.2 2 Konsumsi Pemerintah
121.4 126.2
134.6 147.6
153.3 169.3
3 PMTB 310.8
354.6 393.2
403.2 441.4
493.8 4 a. Perubahan Inventori
-4.7 23.5
18.7 29.0
-0.2 2.2
b. Diskrepansi Statistik 16.7
12.9 4.3
16.9 54.2
27.0 5 Ekspor
612.6 680.5
792.0 868.3
942.4 1.032.3
6 Dikurangi : Impor 433.8
545.0 635.9
694.6 757.6
833.3
PDB 1.579.6
1.656.8 1.750.7 1.847.3 1.964.3
2.082.5 Penggunaan
2009 2010
Trend 2003-2010 Persen
1 Konsumsi Rumah Tangga 1.249.0
1.306.8 4.5
2 Konsumsi Pemerintah 195.8
196.4 7.8
3 PMTB 510.1
553.4 8.2
4 a. Perubahan Inventori -2.1
7.5 0.0
b. Diskrepansi Statistik 1.1
6.1 -14.0
5 Ekspor 932.3
1.071.4 7.9
6 Dikurangi : Impor 708.5
830.9 8.4
PDB 2.177.7
2.310.7 5.6
Sumber : Badan Pusat Statistik, Diolah
Sementara itu, dari sisi penawaran deindustrialisasi dipengaruhi secara negatif oleh tingkat teknologi yang dimiliki oleh sektor industri dan dipengarui
secara positif oleh upah riil tenaga kerja sektor industri dan harga riil bahan bakar minyak. Pada Tabel 67 ditampilkan nilai trend berbagai variabel yang
mempengaruhi terjadinya deindustrialisasi di Indonesia. Berdasarkan hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi deindustrialisasi dan analisis trend pada Tabel
67, maka reindustrialisasi dapat dilakukan melalui serangkaian upaya berikut ini. 1. Walaupun jumlah kredit yang disalurkan untuk sektor industri terus mengalami
peningkatan dengan trend positif 10.17 persen per tahun, namun jumlahnya masih lebih rendah dibandingkan dengan kredit yang disalurkan untuk sektor-
sektor lain sehingga menyebabkan pangsa kredit yang disalurkan ke sektor
286 industri terus mengalami penurunan dengan trend negatif -9.54 persen per
tahun. Untuk mendorong pangsa nilai tambah sektor industri, maka harus dilakukan upaya-upaya untuk terus meningkatkan investasi baik dalam bentuk
penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing. 2. Walaupun nilai ekspor produk industri terus mengalami peningkatan dengan
trend positif 13.17 persen, namun nilainya masih dapat terus didorong agar trend pangsa ekspor produk industri dapat ditingkatkan lebih dari trend yang
saat ini terjadi sekitar 0.14 persen per tahun. Untuk meningkatkan pangsa nilai tambah sektor industri, maka harus dilakukan upaya-upaya untuk mendorong
ekspor produk-produk industri. 3. Trend nilai impor produk-produk non-migas masih relatif tinggi yaitu 13.07
persen per tahun. Untuk mendorong pangsa nilai tambah sektor industri, maka trend nilai impor ini harus dapat dikurangi dengan mendorong upaya-upaya
untuk penggunaan dan perlindungan produk-produk industri dalam negeri dengan pengenaan hambatan-hambatan non tarif yang tidak bertentangan
dengan aturan organisasi perdagangan dunia WTO. 4. Trend penurunan harga riil energi listrik pada periode terjadinya
deindustrialissi yang relatif rendah. Untuk mendorong pangsa nilai tambah sektor industri, maka perlu ada kebijakan mengenai harga energi listrik yang
kondusif bagi pengembangan sektor industri baik dari sisi harga maupun kecukupannya.
5. Trend kenaikan harga riil bahan bakar minyak pada periode terjadinya deindustrialisasi yang relatif tinggi yaitu 17.63 persen per tahun. Untuk
mendorong pangsa nilai tambah sektor industri, maka perlu ada kebijakan
287 mengenai harga bahan bakar minyak yang kondusif bagi pengembangan sektor
industri baik dari sisi harga maupun kecukupannya. 6. Trend kenaikan ekspor produk-produk yang berteknologi tinggi yang
mencerminkan tingkat teknologi dan produktivitas yang dimiliki sektor industri masih relatif rendah yaitu hanya 3.03 persen per tahun. Untuk
meningkatkan pangsa nilai tambah sektor industri, maka harus dilakukan upaya-upaya untuk peningkatan teknologi yang dimiliki sektor industri dan
peningkatan produktivitas sektor industri. Berdasarkan analisis besaran-besara variabel di atas, maka simulasi kebijakan
reindustrialisasi dilakukan dengan tujuan untuk menjadikan kembali sektor industri sebagai motor penggerak pembangunan ekonomi nasional sehingga sektor industri
tumbuh di atas pertumbuhan ekonomi nasional dan pangsa sektor industri meningkat kembali di masa-masa mendatang. Strategi reindustrialisasi disintesis
berdasarkan faktor-faktor yang signifikan menyebabkan deindustrialisasi yaitu : 1. Peningkatan investasi di sektor industri non-migas sebesar 10 persen per tahun.
2. Peningkatan ekspor produk-produk industri non-migas sebesar 10 persen. 3. Penurunan impor produk-produk industri non-migas sebesar 5 persen.
4. Peningkatan produktivitas sektor industri non-migas sebesar 10 persen. 5. Subsidi harga bahan bakar minyak sebesar 1.57 persen.
6. Pengembangan kelompok industri prioritas seperti kelompok industri agro, kelompok industri basis manufaktur, dan kelompok industri alat angkut dengan
mendorong peningkatan investasi sebesar 10 persen dan peningkatan ekspor sebesar 10 persen pada kelompok industri yang dianalisis.
VII. DAMPAK REINDUSTRIALISASI TERHADAP KINERJA EKONOMI MAKRO DAN SEKTOR INDUSTRI NON-MIGAS
Struktur teori pada model CGE biasanya terdiri atas sistem persamaan yang menggambarkan permintaan tenaga kerja, permintaan faktor produksi, permintaan
input antara, permintaan kombinasi faktor produksi dan input antara, permintaan kombinasi antara output, permintaan barang investasi, permintaan rumah tangga,
permintaan ekspor dan permintaan akhir lainnya, permintaan marjin, harga penjualan, keseimbangan pasar, pajak tidak langsung, PDB pada sisi permintaan
dan pengeluaran, neraca perdagangan, tingkat pengembalian modal, akumulasi investasi dan modal, dan akumulasi hutang Oktaviani, 2008. Di sini dapat dilihat
terjadinya hubungan antara ekonomi sektoral dan makroekonomi seperti dapat dilihat pada Gambar 47.
Hubungan antar peubah makroekonomi dapat diubah-ubah sesuai dengan tujuan penelitian dan kebijakan yang dianalisis dampaknya. Dengan demikian,
posisi peubah sebagai peubah eksogenus atau endogenus dapat disesuaikan dengan kebijakan makroekonomi apa yang akan dilihat pengaruhnya. Sebagai contoh,
dampak dari perubahan nilai tukar terhadap peubah ekonomi makro lainnya dapat dianalisis. Dalam hal ini, nilai tukar dapat mempengaruhi besarnya nilai ekspor
dan impor yang kemudian mengubah penggunaan faktor produksi impor, investasi, produksi dan juga PDB riil.
Mengacu pada pembahasan bab sebelumnya yang menunjukkan bahwa dari sisi permintaan deindustrialisasi dipengaruhi secara negatif oleh pangsa investasi
dan pangsa ekspor produk industri non-migas serta dipengaruhi secara positif oleh pangsa impor produk-produk industri non-migas. Sementara itu, dari sisi