17.09 Rekapitulasi Dampak Reindustrialisasi 1. Dampak terhadap Output Sektoral

313 bahwa sektor industri masih sangat tergantung pada input bahan baku dan barang modal impor. Tabel 78. Perkembangan Impor Menurut Penggunaan Tahun 2006-2010 Persen No. Uraian 2006 2007 2008 2009 2010 I. Barang Konsumsi 7.51

6.18 3.48

4.51 3.19

1 Makanan Dan Minuman Belum diolah Untuk Rumah Tangga 0.91 1.06 0.64 1.01 0.90 2 Makanan Dan Minuman Olahan Untuk Rumah Tangga 1.99 2.69 1.52 1.45 1.88 3 Bahan Bakar Dan Pelumas Olahan 1.38 1.65 1.29 0.63 0.75 4 Mobil Penumpang 0.37 0.54 0.46 0.48 0.71 5 Alat Angkutan Bukan Untuk Industri 0.14 0.13 0.12 0.24 0.20 6 Barang Konsumsi Tahan Lama 0.61 0.64 0.66 0.87 0.83 7 Barang Konsumsi Setengah Tahan Lama 0.96 0.94 0.91 1.00 1.05 8 Barang Konsumsi Tidak Tahan Lama 1.11 1.19 0.98 1.26 1.19 9 Barang Yang Tidak Diklasifikasikan 0.03 0.19 0.06 0.22 0.20

II. Bahan Baku Penolong

77.37 78.01

79.43 73.82

76.07 1 Makanan dan Minuman Belum Diolah Untuk Industri 2.13 2.87 2.59 2.80 2.37 2 Makanan dan Minuman Olahan Untuk Industri 1.53 2.12 1.02 1.68 1.67 3 Bahan Baku Belum Diolah Untuk Industri 3.97 3.90 3.77 3.08 3.50 4 Bahan Baku Olahan Untuk Industri 29.68 30.05 32.18 31.01 32.13 5 Bahan Bakar Dan Pelumas Belum Diolah 12.88 12.52 8.05 7.83 6.59 6 Bahan Bakar Motor 5.31 5.31 4.81 5.44 6.52 7 Bahan Bakar Dan Pelumas Olahan 11.55 10.80 10.22 6.10 7.14 8 Suku Cadang Dan Perlengkapan Barang Modal 5.86 6.39 11.61 11.66 11.41 9 Suku Cadang Dan Perlengkapan Alat Angkutan 4.45 4.04 5.18 4.23 4.74

III. Barang Modal 15.12

15.81 17.09

21.67 20.73

1 Barang Modal Kecuali Alat Angkutan 10.30 11.62 12.97 14.11 14.46 2 Mobil Penumpang 0.37 0.54 0.46 0.48 0.71 3 Alat Angkutan Untuk Industri 4.45 3.65 3.65 7.08 5.56 TOTAL 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 Sumber : Kementerian Perdagangan, 2011 Upaya-upaya penurunan laju impor yang diuraikan di atas dampaknya diasumsikan setara dengan pengenaan tarif bea masuk produk impor. Oleh karena itu, besaran shock dimasukkan ke dalam model sebagai guncangan pada variabel 314 eksogen t0imp power of tariff sebesar 5 persen untuk komoditas-komoditas industri non-migas.

7.3.1. Dampak terhadap Kinerja Ekonomi Sektoral

Selanjutnya, pada subbab ini dibahas mengenai dampak simulasi penurunan impor produk industri non-migas. Variabel yang dipaparkan meliputi variabel output sektoral, penyerapan tenaga kerja di masing-masing sektor dan distribusi pendapatan. Pada Tabel 79 ditunjukkan hasil simulasi penurunan impor terhadap output dan penyerapan kerja masing-masing sektor. Secara umum, penurunan impor produk industri non-migas mengakibatkan peningkatan output di seluruh cabang industri kecuali industri semen, industri dasar besi baja dan industri logam dasar bukan besi. Cabang-cabang industri yang menghadapi persaingan dari produk-produk impor sejenis, cenderung outputnya tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan cabang-cabang industri lain seperti industri pengolahan dan pengawetan makanan 9.72 persen, industri minyak lemak 6.53 persen, industri gula 5.53 persen, industri pemintalan 9.39 persen, industri tekstil 6.66 persen, industri kertas 6.04 persen, industri pupukpestisida 6.74 persen, industri kimia 7.99 persen, industri besi baja 15.28 persen, industri logam dasar non besi 10.17 persen, industri mesin peralatan 8.96 persen, dan industri alat angkut 8.11 persen. Beberapa cabang industri yang pertumbuhan outputnya relatif kecil umumnya adalah industri berorientasi pasar dalam negeri seperti industri penggilingan padi, industri minuman, industri makanan lain, industri rokok, dan industri semen. Cabang-cabang industri ini tidak banyak mendapatkan saingan dari produk-produk impor sejenis sehingga 315 penurunan impor tidak berlalu berpengaruh terhadap output cabang-cabang industri tersebut. Tabel 79. Dampak Simulasi Penurunan Impor Produk Industri Non-Migas terhadap Output dan Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral Persen Perubahan No. Sektor Output Tenaga Kerja 1 Pertanian 3.66 -0.02 2 Pertambangan 4.89 1.09 3 Industri pengolahan dan pengawetan makanan 9.72 4.61 4 Industri minyak dan lemak 6.53 1.96 5 Industri penggilingan padi 1.87 -1.10 6 Industri tepung, segala jenisnya 3.19 -0.28 7 Industri gula 5.53 1.43 8 Industri makanan lainnya 4.00 0.22 9 Industri minuman 2.45 -1.12 10 Industri rokok 2.03 -1.92 11 Industri pemintalan 9.39 2.88 12 Industri tekstil, pakaian dan kulit 6.66 1.96 13 Industri bambu, kayu dan rotan 3.69 -0.05 14 Industri kertas, barang dari kertas dan karton 6.04 0.84 15 Industri pupuk dan pestisida 6.74 2.13 16 Industri kimia 7.99 1.65 17 Pengilangan minyak bumi 2.91 -0.31 18 Industri barang karet dan plastik 5.85 -0.71 19 Industri barang-barang dari mineral bukan logam 4.36 0.36 20 Industri semen 2.92 -0.42 21 Industri dasar besi dan baja 15.28 5.44 22 Industri logam dasar bukan besi 10.17 4.54 23 Industri barang dari logam 6.08 0.73 24 Industri mesin, alat-alat dan perlengkapan listrik 8.96 0.69 25 Industri alat pengangkutan dan perbaikannya 8.11 1.41 26 Industri barang lain yang belum digolongkan dimanapun 8.37 2.33 27 Jasa-Jasa 2.31 -0.46 Sumber : Hasil Analisis, 2011 Sementara itu, penurunan impor produk industri non-migas memberikan dampak yang berbeda dalam penyerapan tenaga kerja pada beberapa cabang industri. Beberapa cabang industri yang outputnya tumbuh lebih tinggi 316 dibandingkan dengan cabang industri lainnya juga menyerap lebih banyak tenaga kerja sehingga pertumbuhan tenaga kerja di cabang-cabang industri tersebut umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan cabang-cabang industri lainnya. Cabang-cabang industri yang penyerapan tenaga kerja meningkat adalah industri pengolahan makanan, industri minyak lemak, industri gula, industri makanan lain, industri pemintalan, industri tekstil, industri pupukpestisida, industri kimia, industri besi baja, industri logam dasar non-besi, industri mesin peralatan, industri alat angkuta, dan industri lainnya. Secara umum, penurunan impor produk industri non-migas mengakibatkan peningkatan jumlah tenaga kerja di sebagian sektor. Dampak dari penurunan impor produk industri non-migas tersebut memberikan kenaikan permintaan tenaga kerja yang paling besar adalah di sektor industri pengolahan dan pengawetan makanan yang merupakan sektor yang selama ini relatif banyak menghadapi serbuan produk- produk impor untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri baik untuk kebutuhan rumah tangga maupun untuk kebutuhan bahan baku industri. Pada sektor-sektor yang melakukan penurunan penggunaan tenaga kerja terjadi karena penurunan output cabang-cabang industri tersebut sehingga mengurangi penggunaan tenaga kerjanya. Dampak penurunan impor produk industri non-migas terhadap distribusi pendapatan rumah tangga berguna untuk mengetahui kelompok rumah tangga mana yang saja yang menerima dampak positif atau negatif akibat kebijakan tersebut sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 80. Pada Tabel 80, terlihat bahwa secara umum penurunan impor produk industri non-migas mengakibatkan pendapatan riil rumah tangga mengalami peningkatan yang relatif beragam untuk semua golongan rumah tangga. Besaran perubahan peningkatan distribusi 317 pendapatan riil berkisar antara 2.56 persen dan 3.20 persen. Dampak paling kecil dirasakan pada rumah tangga yang berpendapatan tinggi di perdesaan Urban3. Sebaliknya, peningkatan pendapatan paling besar terjadi pada rumah tangga buruh pertanian di perdesaan Rural 1. Tabel 80. Dampak Simulasi Penurunan Impor Produk Industri Non-Migas terhadap Distribusi Pendapatan Riil Rumah Tangga Persen Perubahan No. Rumah Tangga Nilai 1 Buruh pertanian di perdesaan Rural 1 3.20 2 Petani pemilik lahan 0.5 hektar Rural 2 3.07 3 Petani pemilik lahan antara 0.5 – 1.0 hektar Rural 3 3.08 4 Petani pemilik lahan 1.0 hektar Rural 4 3.03 5 Rumah tangga yang berpendapatan rendah di sektor non-pertanian di perdesaan Rural 5 2.69 6 Rumah tangga yang berpendapatan menengah di sektor non- pertanian di perdesaan Rural 6 3.00 7 Rumah tangga yang berpendapatan tinggi di sektor non-pertanian di perdesaan Rural 7 2.63 8 Rumah tangga yang berpendapatan rendah di perkotaan Urban1 3.00 9 Rumah tangga yang berpendapatan menengah di perkotaan Urban2 2.77 10 Rumah tangga yang berpendapatan tinggi di perkotaan Urban3 2.56 Sumber : Hasil Analisis, 2011

7.3.2. Dampak terhadap Kinerja Sektor Industri Kecil, Menengah dan Besar

Dampak penurunan impor produk industri non-migas terhadap ekonomi setiap sektor berdasarkan skala usahanya yang diukur dari total output ditunjukkan pada Tabel 81. Penurunan impor produk industri non-migas secara umum memberikan dampak positif untuk seluruh sektor dan skala usaha. Secara umum penurunan impor produk industri non-migas lebih banyak mendorong pertumbuhan output industri besar relatif lebih tinggi dibandingkan dengan industri kecil menengah. Hal ini karena penurunan impor produk industri non-migas lebih banyak menguntungkan sektor industri besar dibandingkan dengan industri kecil 318 menengah karena umumnya produk-produk yang dikonsumsi tersebut umumnya adalah produk-produk substitusi impor yang dihasilkan oleh industri besar di dalam negeri. Tabel 81. Dampak Simulasi Penurunan Impor Produk Industri Non-Migas terhadap Total Output Menurut Sektor dan Skala Usaha Persen Perubahan No. Nama Sektor Kecil Menengah Besar 1 Pertanian 3.64 3.66 3.67 2 Pertambangan 4.87 4.84 4.93 3 Industri pengolahan dan pengawetan makanan 9.70 9.72 9.73 4 Industri minyak dan lemak 6.52 6.54 6.54 5 Industri penggilingan padi 1.88 1.87 1.87 6 Industri tepung, segala jenisnya 3.19 3.19 3.19 7 Industri gula 5.53 5.53 5.53 8 Industri makanan lainnya 3.99 4.00 4.00 9 Industri minuman 2.45 2.45 2.45 10 Industri rokok 2.03 2.03 2.03 11 Industri pemintalan 9.38 9.39 9.39 12 Industri tekstil, pakaian dan kulit 6.64 6.68 6.67 13 Industri bambu, kayu dan rotan 3.69 3.69 3.69 14 Industri kertas, barang dari kertas dan karton 6.03 6.03 6.05 15 Industri pupuk dan pestisida 6.73 6.72 6.74 16 Industri kimia 7.97 7.94 8.02 17 Pengilangan minyak bumi 2.61 2.60 3.03 18 Industri barang karet dan plastik 5.84 5.83 5.86 19 Industri barang-barang dari mineral bukan logam 4.36 4.36 4.36 20 Industri semen 2.92 2.92 2.92 21 Industri dasar besi dan baja 15.26 15.26 15.31 22 Industri logam dasar bukan besi 10.15 10.15 10.18 23 Industri barang dari logam 6.03 6.04 6.12 24 Industri mesin, alat-alat dan perlengkapan listrik 8.85 8.93 9.04 25 Industri alat pengangkutan dan perbaikannya 8.05 8.09 8.16 26 Industri barang lain yang belum digolongkan dimanapun 8.37 8.39 8.37 27 Jasa-Jasa 2.32 2.09 2.38 Sumber : Hasil Analisis, 2011 319 Penurunan impor produk industri non-migas secara umum memberikan dampak yang berbeda dalam penyerapan tenaga kerjanya untuk seluruh sektor dan skala usaha. Umumnya cabang-cabang industri yang pertumbuhan outputnya meningkat karena penurunan impor produk industri non-migas, penggunaan tenaga kerjanya juga meningkat baik pada industri kecil, menengah maupun besar. Demikian pula sebaliknya, cabang-cabang industri yang pertumbuhan outputnya kecil, penggunaan tenaga kerjanya juga menurun baik pada industri kecil, menengah maupun besar. Penurunan impor produk industri non-migas secara umum menurunkan penyerapan tenaga pada sektor-sektor usaha kecil dan menengah masing-masing sebesar -0.13 persen dan -0.13 persen. Sementara itu penurunan impor produk industri non-migas meningkatkan penyerapan tenaga kerja pada sektor-sektor usaha besar sebesar 0.14 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pada umumnya penurunan impor produk industri non-migas lebih banyak menguntungkan sektor-sektor usaha besar sehingga penyerapan tenaga kerjanya meningkat. 7.3.3. Dampak terhadap Kinerja Ekonomi Makro Penurunan impor produk industri non-migas mengakibatkan perubahan kondisi ekonomi makro di tingkat nasional. Hasil simulasi penurunan impor produk industri non-migas terhadap keragaan makro eknomi terlihat pada Tabel 82. Kinerja makroekonomi setelah simulasi kebijakan dianalisis sisi pengeluaran. Dari sisi pengeluaran PDB, variabel-variabel makroekonomi meliputi konsumsi pemerintah dan swasta, pembentukan modal, ekspor dan impor. Dari Tabel 82 terlihat bahwa dampak penurunan impor produk industri non- migas menyebabkan peningkatan PDB riil nasional naik sebesar 3.65 persen. 320 Peningkatan PDB riil ini dipengaruhi antara lain oleh peningkatan perubahan stock 8.61 Persen, neraca perdagangan 1.31 Persen, dan konsumsi rumah tangga 2.51 Persen. Tabel 82. Dampak Simulasi Penurunan Impor Produk Industri Non-Migas terhadap Indikator Makroekonomi Nasional Perubahan Persentase Deskripsi Variabel Nilai Neraca Perdagangan delB 1.31 GDP Riil Sisi Pengeluaran x0gdpexp 3.65 GDP Riil Sisi Pengeluaran Sektor Pertanian x0gdpexp_ag 2.31 GDP Riil Sisi Pengeluaran Sektor Industri x0gdpexp_mn 7.57 GDP Riil Sisi Pengeluaran Sektor Pertambangan x0gdpexp_mo 1.68 GDP Riil Sisi Pengeluaran Sektor Jasa x0gdpexp_se 1.97 Pengeluaran Riil Agregat Investasi x2tot_i 0.00 Pengeluaran Riil Agregat Investasi Sektor Pertanian x2tot_i_ag 0.00 Pengeluaran Riil Agregat Investasi Sektor Industri x2tot_i_mn 0.40 Pengeluaran Riil Agregat Investasi Sektor Pertambangan x2tot_i_mo 0.00 Pengeluaran Riil Agregat Investasi Sektor Jasa x2tot_i_se -0.20 Konsumsi Riil Rumah tangga x3tot 2.51 Konsumsi Riil Rumah tangga Sektor Pertanian x3tot_ag 3.06 Konsumsi Riil Rumah tangga Sektor Industri x3tot_mn 2.23 Konsumsi Riil Rumah tangga Sektor Pertambangan x3tot_mo 1.29 Konsumsi Riil Rumah tangga Sektor Jasa x3tot_se 2.67 Indeks Volume Ekspor x4tot 6.10 Indeks Volume Ekspor Produk Pertanian x4tot_ag 5.46 Indeks Volume Ekspor Produk Industri x4tot_mn 8.56 Indeks Volume Ekspor Produk Pertambangan x4tot_mo 3.99 Indeks Volume Ekspor Jasa x4tot_se 3.31 Indeks Volume Impor x0cif_c -0.24 Indeks Volume Impor Produk Pertanian x0cif_c_ag 4.26 Indeks Volume Impor Produk Industri x0cif_c_mn -2.88 Indeks Volume Impor Produk Pertambangan x0cif_c_mo 3.68 Indeks Volume Impor Jasa x0cif_c_se 3.28 Inventori Riil Agregat x6tot 8.61 InflasiIndeks Harga Konsumen IHK p3tot 0.23 Pangsa Sektor Pertanian terhadap Total PDB shrgdpexp_ag -0.126 Pangsa Sektor Industri terhadap Total PDB shrgdpexp_mn 0.131 Pangsa Sektor Pertambangan terhadap Total PDB shrgdpexp_mo -0.180 Sumber : Hasil Analisis, 2011 Apabila dilihat dampaknya terhadap variabel harga, maka penurunan impor produk industri non-migas mengakibatkan meningkatnya harga-harga secara umum. Ini terlihat dari penurunan harga-harga yang mencapai 0.23 persen. 321 Penurunan impor produk industri non-migas mampu mendorong pertumbuhan sektor industri non-migas 7.57 persen lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi nasional 3.65 persen. Hal ini mengakibatkan pangsa output sektor industri non- migas mengalami peningkatan sebesar 0.131 persen yang menunjukkan bahwa kebijakan reindustrialisasi melalui penurunan impor produk industri non-migas cukup efektif mendorong peningkatan pangsa output sektor industri non-migas. Semakin pentingnya penurunan impor terlihat pada kontribusinya sebagai pengurang dalam pembentukan PDB. Selama periode tahun 2003-2010, sebagai komponen pengurang dalam pembentukan PDB terus mengalami peningkatan dari Rp 433.8 triliun pada tahun 2003 menjadi Rp 830.9 triliun pada tahun 2010. Selama periode tersebut, impor terus tumbuh dengan trend rata-rata sebesar 8.38 persen lebih besar dibandingkan dengan trend ekspor pada periode yang sama yaitu 7.87 persen per tahun. Perkembangan impor selama periode 2003-2010 selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 83. Tabel 83. Perkembangan Impor dan Pangsanya dalam Produk Domestik Bruto Tahun 2003-2010 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Tahun PMTB Triliun Rp PDB Triliun Rp Pangsa Persen 2003 433.8 1 579.6 27.5 2004 545.0 1 656.8 32.9 2005 635.9 1 750.7 36.3 2006 694.6 1 847.3 37.6 2007 757.6 1 964.3 38.6 2008 833.3 2 082.5 40.0 2009 708.5 2 177.7 32.5 2010 830.9 2 310.7 36.0 Sumber : BPS, Berbagai Tahun Terbitan Diolah Begitu pentingnya penurunan impor dalam pembentukan PDB juga terlihat dari terus meningkatnya pangsa impor sebagai pengurang dalam pembentukan 322 PDB. Pangsa impor dalam PDB terus meningkat dari 27.5 persen pada tahun 2003 menjadi 36 persen pada tahun 2010. Pangsa impor mengalami penurunan pada periode tahun 2008 dan 2009 diduga karena krisis finansial global yang dipicu krisis keuangan dan perbankan di Amerika Serikat yang mendorong negara-negara eksportir dunia mengurangi ekspornya sehingga berimbas pada jumlah impor Indonesia dari negara-negara tersebut. Trend perkembangan pangsa impor dalam pembentukan PDB secara ringkas ditampilkan pada Gambar 50. Sumber : BPS, Berbagai Tahun Terbitan Diolah Gambar 50. Perkembangan Pangsa Impor dalam Pembentukan PDB Tahun 2003- 2010 Menurut Harga Konstan Tahun 2000 7.4. Dampak Peningkatan Teknologi di Sektor Industri Non-Migas Pada subbab ini, dampak simulasi kebijakan peningkatan teknologi dilihat dari adanya peningkatan produktivitas. Pembahasan menggunakan simulasi peningkatan produktivitas pada sektor industri non-migas. Besaran shock dimasukkan ke dalam model sebagai guncangan pada variabel eksogen a1tot All input augmenting technical change sebesar 10 persen. 323

7.4.1. Dampak terhadap Kinerja Ekonomi Sektoral

Selanjutnya, pada sub bab ini dibahas mengenai dampak simulasi kebijakan peningkatan produktivitas terhadap kinerja ekonomi sektoral, termasuk khususnya sektor industri non-migas. Variabel yang dipaparkan meliputi variabel output sektoral, penyerapan tenaga kerja di masing-masing sektor dan distribusi pendapatan. Pada Tabel 84 ditunjukkan hasil simulasi peningkatan produktivitas terhadap output dan penyerapan kerja masing-masing sektor. Secara umum, peningkatan teknologi yang ditimbulkan dari peningkatan produktivitas mengakibatkan peningkatan output di seluruh cabang industri. Hal ini menunjukkan pentingnya peningkatan produktivitas untuk mendukung peningkatan output. Hanya beberapa cabang industri yang pertumbuhan outputnya lebih kecil daripada pertumbuhan ekonomi nasional 5.63 persen seperti industri penggilingan padi 4.34 persen, industri minuman 4.25 persen, dan industri rokok 3.82 persen. Cabang-cabang industri ini produktivitasnya sudah relatif tinggi sehingga peningkatan produktivitas hanya meningkatkan output relatif kecil untuk industri- industri tersebut. Dari Tabel 84, terlihat bahwa pertumbuhan output cabang industri dari industri yang berbasis pertanian agroindustri seperti industri pengolahan dan pengawetan makanan, industri minyak lemak, industri gula, dan industri makanan lainnya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan cabang-cabang industri secara rata-rata. Hal ini menunjukkan bahwa agroindustri sangat responsif terhadap perubahan produktivitas. Peningkatan produktivitas mendorong output agroindustri tumbuh lebih besar sehingga mendorong pertumbuhan sektor industri secara umum yang akhirnya memberikan kontribusi yang relatif besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. 324 Tabel 84. Dampak Simulasi Peningkatan Produktivitas terhadap Output dan Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral Persen Perubahan No. Sektor Output Tenaga Kerja 1 Pertanian 12.06 5.32 2 Pertambangan 16.22 7.41 3 Industri pengolahan dan pengawetan makanan 19.77 -5.16 4 Industri minyak dan lemak 19.47 -1.77 5 Industri penggilingan padi 4.34 -23.24 6 Industri tepung, segala jenisnya 9.22 -14.47 7 Industri gula 12.69 -15.43 8 Industri makanan lainnya 8.85 -10.14 9 Industri minuman 4.25 -17.07 10 Industri rokok 3.82 -11.27 11 Industri pemintalan 26.24 -1.06 12 Industri tekstil, pakaian dan kulit 17.08 -1.66 13 Industri bambu, kayu dan rotan 11.56 -3.59 14 Industri kertas, barang dari kertas dan karton 13.83 -4.99 15 Industri pupuk dan pestisida 9.10 -0.01 16 Industri kimia 17.61 -10.11 17 Pengilangan minyak bumi 10.53 5.07 18 Industri barang karet dan plastik 13.67 -14.49 19 Industri barang-barang dari mineral bukan logam 8.79 -4.53 20 Industri semen 6.54 -9.20 21 Industri dasar besi dan baja 18.29 -11.58 22 Industri logam dasar bukan besi 23.76 -9.31 23 Industri barang dari logam 9.82 -3.90 24 Industri mesin, alat-alat dan perlengkapan listrik 14.26 -12.21 25 Industri alat pengangkutan dan perbaikannya 11.05 -5.98 26 Industri barang lain yang belum digolongkan dimanapun 15.63 -8.40 27 Jasa-Jasa 5.77 0.76 Sumber : Hasil Analisis, 2011 Sementara itu, peningkatan teknologi yang ditimbulkan dari peningkatan produktivitas mengakibatkan dampak yang berbeda dalam penyerapan tenaga kerja pada beberapa cabang industri. Secara umum, peningkatan produktivitas mengakibatkan penurunan jumlah tenaga kerja di seluruh sektor kecuali sektor 325 pertanian, industri pengilangan minyak bumi dan jasa yang diasumsikan produktivitasnya tidak berubah. Sektor yang penyerapan tenaga kerjanya menurun paling besar adalah sektor industri penggilingan padi dan industri minuman. Penurunan permintaan tenaga kerja terjadi karena peningkatan produktivitas yang terjadi menyebabkan sektor tersebut lebih efisien dalam menggunakan tenaga kerja. Tabel 85. Dampak Simulasi Peningkatan Produktivitas terhadap Distribusi Pendapatan Riil Rumah Tangga Persen Perubahan No. Rumah Tangga Nilai 1 Buruh pertanian di perdesaan Rural 1 3.64 2 Petani pemilik lahan 0.5 hektar Rural 2 3.95 3 Petani pemilik lahan antara 0.5 – 1.0 hektar Rural 3 4.10 4 Petani pemilik lahan 1.0 hektar Rural 4 4.23 5 Rumah tangga yang berpendapatan rendah di sektor non-pertanian di perdesaan Rural 5 4.63 6 Rumah tangga yang berpendapatan menengah di sektor non- pertanian di perdesaan Rural 6 4.17 7 Rumah tangga yang berpendapatan tinggi di sektor non-pertanian di perdesaan Rural 7 4.97 8 Rumah tangga yang berpendapatan rendah di perkotaan Urban1 4.31 9 Rumah tangga yang berpendapatan menengah di perkotaan Urban2 4.68 10 Rumah tangga yang berpendapatan tinggi di perkotaan Urban3 5.41 Sumber : Hasil Analisis, 2011 Dampak simulasi kebijakan terhadap distribusi pendapatan rumah tangga berguna untuk mengetahui kelompok rumah tangga mana yang saja yang menerima dampak positif atau negatif akibat kebijakan tersebut sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 85. Pada tabel tersebut terlihat bahwa secara umum peningkatan produktivitas mengakibatkan pendapatan riil rumah tangga mengalami peningkatan yang relatif beragam untuk semua golongan rumah tangga. Besaran perubahan peningkatan distribusi pendapatan riil berkisar antara 3.64 persen dan 5.41 persen. Dampak paling kecil dirasakan pada r umah tangga buruh pertanian di perdesaan rural1. Sebaliknya, peningkatan pendapatan paling besar terjadi pada rumah 326 tangga yang berpendapatan tinggi di perkotaan Urban3. Secara rata-rata, peningkatan produktivitas di sektor industri non-migas mendorong peningkatan pendapatan rumah tangga di perkotaan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan rumah tangga di perdesaan. Hal ini terjadi karena peningkatan produktivitas mampu mendorong pertumbuhan output cabang-cabang industri bukan pertanian yang notabene lebih banyak terkait dengan rumah tangga perkotaan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan cabang-cabang industri berbasis pertanian.

7.4.2. Dampak terhadap Kinerja Sektor Industri Kecil, Menengah dan Besar

Dampak peningkatan produktivitas terhadap ekonomi setiap sektor berdasarkan skala usahanya yang diukur dari total output ditunjukkan pada Tabel 86. Peningkatan teknologi melalui peningkatan produktivitas, secara umum memberikan dampak positif untuk seluruh sektor dan skala usaha. Cabang-cabang industri yang pertumbuhan output industri kecil menengahnya relatif lebih besar dibandingkan dengan industri besar adalah industri penggilingan padi, industri minuman, indusri rokok, industri pemintalan, industri tekstil, industri pengolahan kayurotan, dan industri lainnya. Peningkatan produktivitas pada IKM untuk cabang-cabang industri tersebut perlu terus didorong sehingga mampu memberikan kontribusi bagi pertumbuhan sektor industri secara keseluruhan. Peningkatan produktivitas, secara umum memberikan dampak yang berbeda dalam penyerapan tenaga kerjanya untuk seluruh sektor dan skala usaha. Umumnya cabang-cabang industri yang padat tenaga kerja yang umumnya berada di industri kecil menengah, penggunaan tenaga kerjanya juga meningkat. Demikian pula sebaliknya, cabang-cabang industri yang padat teknologi umumnya berada pada industri besar, penggunaan tenaga kerjanya juga menurun. 327 Tabel 86. Dampak Simulasi Peningkatan Produktivitas terhadap Total Output, Menurut Sektor dan Skala Usaha Persen Perubahan No. Nama Sektor Kecil Menengah Besar 1 Pertanian 12.52 12.06 11.77 2 Pertambangan 16.09 15.92 16.42 3 Industri pengolahan dan pengawetan makanan 19.74 19.77 19.79 4 Industri minyak dan lemak 19.42 19.47 19.50 5 Industri penggilingan padi 4.36 4.34 4.32 6 Industri tepung, segala jenisnya 9.22 9.22 9.22 7 Industri gula 12.69 12.69 12.69 8 Industri makanan lainnya 8.85 8.85 8.85 9 Industri minuman 4.25 4.25 4.24 10 Industri rokok 3.84 3.82 3.81 11 Industri pemintalan 26.23 26.26 26.24 12 Industri tekstil, pakaian dan kulit 17.04 17.13 17.09 13 Industri bambu, kayu dan rotan 11.55 11.57 11.56 14 Industri kertas, barang dari kertas dan karton 13.81 13.82 13.85 15 Industri pupuk dan pestisida 9.10 9.10 9.10 16 Industri kimia 17.57 17.53 17.66 17 Pengilangan minyak bumi 11.86 11.59 9.94 18 Industri barang karet dan plastik 13.65 13.64 13.69 19 Industri barang-barang dari mineral bukan logam 8.79 8.79 8.79 20 Industri semen 6.54 6.54 6.54 21 Industri dasar besi dan baja 18.27 18.28 18.31 22 Industri logam dasar bukan besi 23.71 23.72 23.79 23 Industri barang dari logam 9.82 9.82 9.82 24 Industri mesin, alat-alat dan perlengkapan listrik 14.17 14.23 14.33 25 Industri alat pengangkutan dan perbaikannya 11.03 11.05 11.06 26 Industri barang lain yang belum digolongkan dimanapun 15.63 15.65 15.62 27 Jasa-Jasa 5.81 5.14 5.96 Sumber : Hasil Analisis, 2011 Peningkatan produktivitas secara umum meningkatkan penyerapan tenaga pada sektor-sektor usaha kecil dan menengah masing-masing sebesar 1.39 persen dan 0.17 persen. Sementara itu peningkatan produktivitas menurunkan penyerapan tenaga kerja pada sektor-sektor usaha besar sebesar -0.96 persen. Hal ini 328 menunjukkan bahwa industri kecil menengah yang cenderung padat tenaga kerja masih menjadi tumpuan dalam penyerapan tenaga kerja sektor industri di kala industri besar melakukan pengurangan tenaga kerja sebagai akibat dari adanya peningkatan produktivitas. 7.4.3. Dampak terhadap Kinerja Ekonomi Makro Peningkatan teknologi di tingkat nasional yang direpresentasikan dengan peningkatan produktivitas mengakibatkan perubahan kondisi ekonomi makro di tingkat nasional. Hasil simulasi peningkatan produktivitas terhadap keragaan makro eknomi terlihat pada Tabel 87. Kinerja makroekonomi setelah simulasi kebijakan dianalisis hanya dari sisi pengeluaran PDB. Dari sisi pengeluaran PDB, variabel-variabel makroekonomi meliputi konsumsi pemerintah dan swasta, pembentukan modal, ekspor dan impor. Dari Tabel 87 atas terlihat bahwa dampak peningkatan produktivitas menyebabkan peningkatan PDB riil nasional naik sebesar 5.63 persen. Peningkatan PDB riil dipengaruhi antara lain oleh peningkatan perubahan stock 15.63 Persen, neraca perdagangan 1.37 Persen, dan konsumsi rumah tangga 4.29 Persen. Apabila dilihat dampaknya terhadap variabel harga, maka peningkatan produktivitas pada seluruh simulasi mengakibatkan peningkatan harga-harga secara umum. Ini terlihat dari relatif peningkatan harga-harga sebesar 0.11 persen. Peningkatan produktivitas pada seluruh sektor industri juga mendorong pertumbuhan sektor industri non-migas 8.41 persen lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi nasional 5.63 persen. Hal ini mengakibatkan pangsa output sektor industri non-migas mengalami peningkatan sebesar 0.093 persen 329 yang menunjukkan bahwa kebijakan reindustrialisasi peningkatan teknologi melalui peningkatan produktivitas di sektor industri cukup efektif mendorong pertumbuhan sektor industri dan peningkatan pangsa output sektor industri non- migas. Tabel 87. Dampak Simulasi Peningkatan Produktivitas terhadap Indikator Makroekonomi Nasional Perubahan Persentase Deskripsi Variabel Nilai Neraca Perdagangan delB 1.37 GDP Riil Sisi Pengeluaran x0gdpexp 5.63 GDP Riil Sisi Pengeluaran Sektor Pertanian x0gdpexp_ag 2.97 GDP Riil Sisi Pengeluaran Sektor Industri x0gdpexp_mn 8.41 GDP Riil Sisi Pengeluaran Sektor Pertambangan x0gdpexp_mo 8.18 GDP Riil Sisi Pengeluaran Sektor Jasa x0gdpexp_se 3.93 Pengeluaran Riil Agregat Investasi x2tot_i 0.00 Pengeluaran Riil Agregat Investasi Sektor Pertanian x2tot_i_ag 0.00 Pengeluaran Riil Agregat Investasi Sektor Industri x2tot_i_mn -3.24 Pengeluaran Riil Agregat Investasi Sektor Pertambangan x2tot_i_mo 2.33 Pengeluaran Riil Agregat Investasi Sektor Jasa x2tot_i_se 0.47 Konsumsi Riil Rumah tangga x3tot 4.29 Konsumsi Riil Rumah tangga Sektor Pertanian x3tot_ag 4.98 Konsumsi Riil Rumah tangga Sektor Industri x3tot_mn 4.14 Konsumsi Riil Rumah tangga Sektor Pertambangan x3tot_mo 1.92 Konsumsi Riil Rumah tangga Sektor Jasa x3tot_se 4.36 Indeks Volume Ekspor x4tot 16.48 Indeks Volume Ekspor Produk Pertanian x4tot_ag 14.75 Indeks Volume Ekspor Produk Industri x4tot_mn 23.14 Indeks Volume Ekspor Produk Pertambangan x4tot_mo 10.79 Indeks Volume Ekspor Jasa x4tot_se 8.96 Indeks Volume Impor x0cif_c 9.01 Indeks Volume Impor Produk Pertanian x0cif_c_ag 15.74 Indeks Volume Impor Produk Industri x0cif_c_mn 11.01 Indeks Volume Impor Produk Pertambangan x0cif_c_mo 5.12 Indeks Volume Impor Jasa x0cif_c_se 4.82 Inventori Riil Agregat X6tot 15.63 InflasiIndeks Harga Konsumen p3tot 0.11 Pangsa Sektor Pertanian terhadap Total PDB shrgdpexp_ag -0.249 Pangsa Sektor Industri terhadap Total PDB shrgdpexp_mn 0.093 Pangsa Sektor Pertambangan terhadap Total PDB shrgdpexp_mo 0.233 Pangsa Sektor Jasa terhadap Total PDB shrgdpexp_se -0.035 Sumber : Hasil Analisis, 2011 330

7.5. Dampak Subsidi Harga Bahan Bakar Minyak

Pada subbab ini, dampak simulasi kebijakan subsidi dilihat dari adanya penurunan harga bahan bakar minyak BBM untuk sektor industri non-migas. Besaran shock dimasukkan ke dalam model sebagai guncangan pada variabel eksogen f0tax_csi General sales tax shifter sebesar 1.5 persen. 7.5.1. Dampak terhadap Kinerja Ekonomi Sektoral Selanjutnya, pada sub bab ini dibahas mengenai dampak simulasi subsidi harga energi terhadap kinerja ekonomi sektoral, khususnya sektor industri non- migas. Variabel yang dipaparkan meliputi variabel output sektoral, penyerapan tenaga kerja di masing-masing sektor dan distribusi pendapatan. Pada Tabel 88 ditunjukkan hasil simulasi subsidi harga energi terhadap output dan penyerapan kerja masing-masing sektor. Secara umum, subsidi harga energi mengakibatkan peningkatan output di seluruh cabang industri. Beberapa cabang industri yang pertumbuhan outputnya relatif kecil di bawah pertumbuhan sektor ekonomi nasional 3.64 persen seperti industri penggilingan padi 1.93 persen, industri tepung 2.93 persen, industri gula 3.56 persen, indusutri minuman 2.16 persen, industri rokok 2.09 persen, industri pupuk dan pestisida 3.46 persen, dan industri semen 2.40 persen. Industri-industri ini tidak terlalu sensitif terhadap harga harga bahan bakar minyak sehingga subsidi harga energi hanya meningkatkan output relatif kecil untuk industri-industri tersebut. Sementara itu, cabang-cabang industri yang penggunaan energinya relatif besar dalam struktur input produksinya, outputnya tumbuh relatif besar seperti industri pengolahan dan pengawetan makanan 12.19 persen, industri minyak dan 331 lemak 12.36 persen, industri pemintalan 13.96 persen, industri tekstil 10.54 persen, industri logam dasar bukan besi 17.34 persen, industri kimia 7.21 persen, industri pulpkertas 6.33 persen, industri dasar besi baja 6.68 persen, dan industri alat pengangkutan 5.03 persen. Tabel 88. Dampak Simulasi Subsidi Harga BBM terhadap Output dan Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral Persen Perubahan No. Sektor Output Tenaga Kerja 1 Pertanian 3.96 -0.60 2 Pertambangan 4.32 0.05 3 Industri pengolahan dan pengawetan makanan 12.19 5.96 4 Industri minyak dan lemak 12.36 5.37 5 Industri penggilingan padi 1.93 -1.78 6 Industri tepung, segala jenisnya 2.93 -0.06 7 Industri gula 3.56 -0.53 8 Industri makanan lainnya 3.81 0.11 9 Industri minuman 2.16 -1.09 10 Industri rokok 2.09 -1.28 11 Industri pemintalan 13.96 7.78 12 Industri tekstil, pakaian dan kulit 10.54 5.53 13 Industri bambu, kayu dan rotan 5.69 0.91 14 Industri kertas, barang dari kertas dan karton 6.30 2.09 15 Industri pupuk dan pestisida 3.46 -0.98 16 Industri kimia 7.21 3.23 17 Pengilangan minyak bumi 2.10 -2.03 18 Industri barang karet dan plastik 8.11 4.66 19 Industri barang-barang dari mineral bukan logam 4.06 -0.15 20 Industri semen 2.40 -1.75 21 Industri dasar besi dan baja 6.68 2.81 22 Industri logam dasar bukan besi 17.34 9.96 23 Industri barang dari logam 4.04 0.38 24 Industri mesin, alat-alat dan perlengkapan listrik 6.69 3.95 25 Industri alat pengangkutan dan perbaikannya 5.03 1.71 26 Industri barang lain yang belum digolongkan dimanapun 9.93 5.63 27 Jasa-Jasa 2.04 -0.70 Sumber : Hasil Analisis, 2011 332 Dari Tabel 88, terlihat bahwa pertumbuhan output cabang industri yang penggunaan energinya relatif besar dalam struktur input produksinya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan cabang-cabang industri lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa cabang-cabang industri tersebut sangat responsif terhadap adanya subsidi harga bahan bakar minyak. Subsidi harga bahan bakar minyak mendorong output agroindustri tumbuh lebih besar sehingga mendorong pertumbuhan sektor industri secara umum yang akhirnya memberikan kontribusi yang relatif besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Sementara itu, subsidi harga bahan bakar minyak mengakibatkan dampak yang berbeda dalam penyerapan tenaga kerja pada beberapa cabang industri. Penyerapan tenaga kerja pada cabang-cabang industri yang pertumbuhan outputnya relatif tinggi umumnya juga tinggi seperti pada industri pengolahan dan pengawetan makanan, industri minyak lemak, industri pemintalan, industri tekstil, industri logam dasar bukan besi, dan industri lainnya. Di sisi lain, cabang-cabang industri yang pertumbuhan outputnya relatif kecil umumnya juga mengalami penurunan dalam penyerapan tenaga kerjanya seperti industri penggilingan padi, industri tepung, industri gula, industri minuman, industri rokok, industri pupukpestisida, industri mineral bukan logam, dan industri semen. Secara rata-rata, subsidi harga bahan bakar minyak mengakibatkan peningkatan jumlah tenaga kerja di sebagian sektor terutama sektor-sektor yang padat tenaga kerja. Dampak dari subsidi harga energi tersebut memberikan kenaikan permintaan tenaga kerja yang paling besar adalah di sektor industri pemintalan yang merupakan sektor padat tenaga kerja. Namun demikian, terdapat sektor-sektor yang melakukan penurunan penggunaan tenaga kerja. Sektor yang penyerapan tenaga kerjanya menurun paling besar adalah sektor industri 333 penggilingan padi dan industri semen. Pada sektor-sektor tersebut, penurunan permintaan tenaga kerja terjadi karena peningkatan produktivitas yang terjadi menyebabkan faktor tersebut lebih efisien dalam menggunakan tenaga kerja. Dampak simulasi kebijakan terhadap distribusi pendapatan rumah tangga berguna untuk mengetahui kelompok rumah tangga mana yang saja yang menerima dampak positif atau negatif akibat kebijakan tersebut sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 89. Pada tabel tersebut terlihat bahwa secara umum subsidi harga energi mengakibatkan pendapatan riil rumah tangga mengalami peningkatan yang relatif beragam untuk semua golongan rumah tangga. Besaran perubahan peningkatan distribusi pendapatan riil berkisar antara 3.67 persen dan 4.75 persen. Dampak paling kecil dirasakan pada r umah tangga yang berpendapatan tinggi di perkotaan urban3. Sebaliknya, peningkatan pendapatan paling besar terjadi pada rumah tangga buruh tani di perdesaan rural1. Tabel 89. Dampak Simulasi Subsidi Harga BBM terhadap Distribusi Pendapatan Riil Rumah Tangga Persen Perubahan No. Rumah Tangga Nilai 1 Buruh pertanian di perdesaan Rural 1 4.75 2 Petani pemilik lahan 0.5 hektar Rural 2 4.54 3 Petani pemilik lahan antara 0.5 – 1.0 hektar Rural 3 4.55 4 Petani pemilik lahan 1.0 hektar Rural 4 4.48 5 Rumah tangga yang berpendapatan rendah di sektor non-pertanian di perdesaan Rural 5 3.91 6 Rumah tangga yang berpendapatan menengah di sektor non- pertanian di perdesaan Rural 6 4.43 7 Rumah tangga yang berpendapatan tinggi di sektor non-pertanian di perdesaan Rural 7 3.81 8 Rumah tangga yang berpendapatan rendah di perkotaan Urban1 4.41 9 Rumah tangga yang berpendapatan menengah di perkotaan Urban2 4.04 10 Rumah tangga yang berpendapatan tinggi di perkotaan Urban3 3.67 Sumber : Hasil Analisis, 2011 334 Simulasi dengan subsidi harga bahan bakar minyak mampu meningkatkan pendapatan rumah tangga relatif lebih tinggi dibandingkan dengan keempat simulasi lainnya. Hal ini terjadi karena di satu sisi terjadi peningkatan output pada seluruh sektor ekonomi sehingga mendorong peningkatan pendapatan rumah tangga, dan sisi lain pengeluaran oleh rumah tangga berkurang karena menurunnya harga-harga barang secara umum karena adanya penurunan biaya produksi sehingga secara relatif pendapatan rumah tangga juga meningkat.

7.5.2. Dampak terhadap Kinerja Sektor Industri Kecil, Menengah dan Besar

Dampak subsidi bahan bakar minyak terhadap ekonomi setiap sektor berdasarkan skala usahanya yang diukur dari total output ditunjukkan pada Tabel 90. Subsidi harga bahan bakar minyak secara umum memberikan dampak positif untuk seluruh sektor dan skala usaha. Secara umum, subsidi harga bahan bakar minyak lebih banyak dinikmati oleh industri besar terlihat dari pertumbuhan output industri besar relatif lebih tinggi dibandingkan industri kecil menengah, kecuali industri penggilingan padi dan industri lainnya yang pertumbuhan output industri kecil menengahnya relatif lebih besar dibandingkan dengan industri besar. Subsidi harga bahan bakar minyak secara umum memberikan dampak yang berbeda dalam penyerapan tenaga kerjanya untuk seluruh sektor dan skala usaha. Subsidi harga bahan bakar minyak secara umum menurunkan penyerapan tenaga pada sektor-sektor usaha kecil dan menengah masing-masing sebesar -0.30 persen dan -0.12 persen. Sementara itu subsidi harga bahan bakar minyak meningkatkan penyerapan tenaga kerja pada sektor-sektor usaha besar sebesar 0.24 persen. 335 Tabel 90. Dampak Simulasi Subsidi Harga BBM terhadap Total Output Menurut Sektor dan Skala Usaha Persen Perubahan No. Nama Sektor Kecil Menengah Besar 1 Pertanian 4.03 3.95 3.91 2 Pertambangan 4.31 4.29 4.35 3 Industri pengolahan dan pengawetan makanan 12.17 12.20 12.21 4 Industri minyak dan lemak 12.31 12.36 12.39 5 Industri penggilingan padi 1.93 1.93 1.92 6 Industri tepung, segala jenisnya 2.93 2.93 2.93 7 Industri gula 3.56 3.56 3.56 8 Industri makanan lainnya 3.80 3.81 3.81 9 Industri minuman 2.16 2.16 2.16 10 Industri rokok 2.09 2.09 2.08 11 Industri pemintalan 13.95 13.97 13.96 12 Industri tekstil, pakaian dan kulit 10.49 10.58 10.55 13 Industri bambu, kayu dan rotan 5.68 5.70 5.69 14 Industri kertas, barang dari kertas dan karton 6.28 6.29 6.31 15 Industri pupuk dan pestisida 3.46 3.46 3.46 16 Industri kimia 7.19 7.17 7.23 17 Pengilangan minyak bumi 1.71 1.64 2.25 18 Industri barang karet dan plastik 8.10 8.08 8.14 19 Industri barang-barang dari mineral bukan logam 4.06 4.06 4.06 20 Industri semen 2.40 2.40 2.40 21 Industri dasar besi dan baja 6.68 6.68 6.69 22 Industri logam dasar bukan besi 17.30 17.31 17.38 23 Industri barang dari logam 4.03 4.03 4.04 24 Industri mesin, alat-alat dan perlengkapan listrik 6.63 6.67 6.74 25 Industri alat pengangkutan dan perbaikannya 5.01 5.02 5.04 26 Industri barang lain yang belum digolongkan dimanapun 9.93 9.95 9.92 27 Jasa-Jasa 2.06 1.80 2.11 Sumber : Hasil Analisis, 2011

7.5.3. Dampak terhadap Kinerja Ekonomi Makro

Subsidi harga bahan bakar minyak mengakibatkan perubahan kondisi ekonomi makro di tingkat nasional. Hasil simulasi peningkatan produktivitas terhadap keragaan makro eknomi terlihat pada Tabel 91. Kinerja makroekonomi 336 setelah simulasi kebijakan dianalisis hanya dari sisi pengeluaran PDB. Dari sisi pengeluaran PDB, variabel-variabel makroekonomi meliputi konsumsi pemerintah dan swasta, pembentukan modal, ekspor dan impor. Tabel 91. Dampak Simulasi Subsidi Harga BBM terhadap Indikator Makroekonomi Nasional Perubahan Persentase Deskripsi Variabel Nilai Neraca Perdagangan delB 1.26 GDP Riil Sisi Pengeluaran x0gdpexp 3.64 GDP Riil Sisi Pengeluaran Sektor Pertanian x0gdpexp_ag 1.68 GDP Riil Sisi Pengeluaran Sektor Industri x0gdpexp_mn 8.85 GDP Riil Sisi Pengeluaran Sektor Pertambangan x0gdpexp_mo 0.55 GDP Riil Sisi Pengeluaran Sektor Jasa x0gdpexp_se 1.56 Pengeluaran Riil Agregat Investasi x2tot_i 0.00 Pengeluaran Riil Agregat Investasi Sektor Pertanian x2tot_i_ag 0.00 Pengeluaran Riil Agregat Investasi Sektor Industri x2tot_i_mn 1.08 Pengeluaran Riil Agregat Investasi Sektor Pertambangan x2tot_i_mo -0.48 Pengeluaran Riil Agregat Investasi Sektor Jasa x2tot_i_se -0.30 Konsumsi Riil Rumah tangga x3tot 2.44 Konsumsi Riil Rumah tangga Sektor Pertanian x3tot_ag 2.47 Konsumsi Riil Rumah tangga Sektor Industri x3tot_mn 2.86 Konsumsi Riil Rumah tangga Sektor Pertambangan x3tot_mo 1.07 Konsumsi Riil Rumah tangga Sektor Jasa x3tot_se 2.15 Indeks Volume Ekspor x4tot 10.53 Indeks Volume Ekspor Produk Pertanian x4tot_ag 4.52 Indeks Volume Ekspor Produk Industri x4tot_mn 18.32 Indeks Volume Ekspor Produk Pertambangan x4tot_mo 3.31 Indeks Volume Ekspor Jasa x4tot_se 2.75 Indeks Volume Impor x0cif_c 4.44 Indeks Volume Impor Produk Pertanian x0cif_c_ag 5.11 Indeks Volume Impor Produk Industri x0cif_c_mn 4.66 Indeks Volume Impor Produk Pertambangan x0cif_c_mo 4.31 Indeks Volume Impor Jasa x0cif_c_se 3.60 Inventori Riil Agregat X6tot 6.44 InflasiIndeks Harga Konsumen p3tot -0.64 Pangsa Sektor Pertanian terhadap Total PDB shrgdpexp_ag -0.184 Pangsa Sektor Industri terhadap Total PDB shrgdpexp_mn 0.174 Pangsa Sektor Pertambangan terhadap Total PDB shrgdpexp_mo -0.284 Pangsa Sektor Jasa terhadap Total PDB shrgdpexp_se -0.043 Sumber : Hasil Analisis, 2011 Dari Tabel 91 terlihat bahwa dampak subsidi harga bahan bakar minyak menyebabkan peningkatan PDB riil nasional naik sebesar 3.64 persen. Peningkatan PDB riil dipengaruhi antara lain oleh peningkatan perubahan stock 337 6.44 Persen, neraca perdagangan 1.26 persen, dan konsumsi rumah tangga 2.44 Persen. Apabila dilihat dampaknya terhadap variabel harga, maka subsidi harga bahan bakar minyak pada seluruh simulasi mengakibatkan menurunnya harga-harga secara umum. Ini terlihat dari relatif penurunan harga-harga sebesar - 0.64 persen. Subsidi harga bahan bakar minyak mendorong penurunan biaya produksi pada sebagian sektor sehingga mampu menghasilkan barang yang lebih murah. Pada gilirannya, karena hampir seluruh harga menjadi lebih murah dengan adanya peningkatan produktivitas, konsumsi masyarakat meningkat karena peningkatan upah riil rata-rata masih lebih besar dibandingkan dari peningkatan indeks harga konsumen. Subsidi harga bahan bakar minyak juga mendorong pertumbuhan sektor industri non-migas 8.85 persen lebih besar daripada pertumbuhan ekonomi nasional 3.64 persen. Hal ini mengakibatkan pangsa output sektor industri non- migas mengalami peningkatan sebesar 0.17 persen yang menunjukkan bahwa kebijakan reindustrialisasi melalui subsidi harga bahan bakar minyak cukup efektif mendorong pertumbuhan sektor industri dan peningkatan pangsa output sektor industri non-migas. Pertumbuhan sektor industri yang lebih besar daripada pertumbuhan ekonomi nasional karena didorong oleh konsumsi rumah tangga untuk komoditas sektor industri yang meningkat lebih besar dibandingkan dengan konsumsi rumah tangga secara rata-rata yaitu 2.86 persen dibanding 2.44 persen. Hal yang sama terjadi pada peningkatan ekspor produk-produk industri yang lebih besar dibandingkan dengan peningkatan ekspor rata-rata komoditas yaitu 18.32 persen dibanding 10.53 persen. 338

7.6. Dampak Pengembangan Kelompok Industri Prioritas

Pada subbab ini, dampak pengembangan kelompok industri non-migas dilihat dari adanya peningkatan investasi dan peningkatan ekspor pada beberapa cabang industri yang merupakan kelompok industri prioritas. Besaran shock dimasukkan ke dalam model sebagai guncangan pada beberapa variabel eksogen sekaligus yaitu finv3 Shifter for longrun investment rule dan f4q Quantity right shift in export demands masing-masing sebesar 10 persen. Kelompok industri prioritas yang dimaksudkan dalam penelitian ini mengacu pada klaster industri menurut Kementerian Perindustrian 2010. Klaster industri adalah sekelompok industri inti yang terkonsentrasi secara regional maupun global yang saling berhubungan atau berinteraksi sosial secara dinamis, baik dengan industri terkait, industri pendukung maupun jasa penunjang, infrastruktur ekonomi dan lembaga terkait dalam meningkatkan efisiensi, menciptakan asset secara kolektif dan mendorong terciptanya inovasi sehingga tercipta keunggulan kompetitif. Industri inti adalah industri yang menjadi basis dalam pengembangan klaster industri nasional. Sementara itu, industri penunjang adalah industri yang berperan sebagai pendukung serta penunjang dalam pengembangan industri inti secara integratif dan komprehensif. Industri prioritas adalah kelompok industri yang memiliki prospek tinggi untuk dikembangkan berdasarkan kemampuannya bersaing di pasar internasional, dan industri yang faktor-faktor produksi untuk bersaingnya tersedia dengan cukup di dalam negeri. Sesuai dengan pengelompokkan menurut Kementerian Perindustrian yang dalam jangka panjang mendorong pembangunan industri pada penguatan, 339 pendalaman dan penumbuhan kelompok industri prioritas, maka dalam penelitian ini sektor industri non-migas dibuat menjadi tiga kelompok yang terdiri dari : 1. Basis industri manufaktur yang terdiri dari cabang-cabang industri : 1 industri pemintalan, 2 industri tekstil, 3 industri pupuk dan pestisida, 4 industri kimia, 5 Industri karet dan plastik, 6 industri mineral bukan logam, 7 industri semen, 8 industri besi baja, 9 industri logam nonbesi, 10 industri barang logam, 11 industri mesin dan peralatan, dan 13 industri lain. 2. Kelompok industri agro yang meliputi cabang-cabang industri : 1 industri pengolahan dan pengawetan makanan, 2 industri minyak dan lemak, 3 industri penggilingan padi, 4 industri tepung dan sejenisnya, 5 industri pulp dan kertas, 6 industri gula, 7 industri makanan lain, 8 industri minuman, 9 industri rokok, 10 industri pengolahan kayu. 3. Kelompok industri alat angkut yang hanya terdiri dari industri alat angkut dan perbaikannya.

7.6.1. Dampak terhadap Kinerja Ekonomi Sektoral

Selanjutnya, pada sub bab ini dibahas mengenai dampak simulasi kebijakan pengembangan kelompok industri agro sim61, kelompok basis industri manufaktur sim62 dan kelompok industri alat angkut sim63 terhadap kinerja ekonomi sektoral, termasuk sektor industri non-migas. Variabel yang dipaparkan meliputi variabel output sektoral, penyerapan tenaga kerja di masing-masing sektor dan distribusi pendapatan. Pada Tabel 92 ditunjukkan hasil simulasi pengembangan kelompok industri prioritas terhadap output masing-masing sektor. Secara umum, pengembangan ketiga kelompok industri prioritas tersebut mengakibatkan peningkatan output di seluruh cabang industri. Pengembangan kelompok industri agro secara langsung mendorong pertumbuhan output cabang- 340 cabang industri berbasis agro relatif tinggi seperti industri pengolahan dan pengawetan makanan 4.72 persen, industri minyak dan lemak 10.55 persen, industri pulp dan kertas 5.13 persen, dan industri kayu rotan 4.22 persen. Terdapat beberapa cabang industri yang berbasis agro pertumbuhan outputnya relatif kecil yaitu industri penggilingan padi 0.64 persen, industri minuman 0.84 persen, dan industri rokok 0.93 persen. Ketiga cabang industri ini diduga merupakan industri yang sudah relatif stabil sehingga dampak simulasi yang dilakukan tidak mendorong pertumbuhan output lebih tinggi seperti halnya cabang- cabang industri berbasis agro yang lain. Tabel 92. Dampak Simulasi Pengembangan Kelompok Industri Prioritas terhadap Output Sektoral Persen Perubahan No. Sektor Sim61 Sim62 Sim63 1 Pertanian 1.96 4.42 0.47 2 Pertambangan 1.73 4.82 0.25 3 Industri pengolahan dan pengawetan makanan 4.72 12.27 1.42 4 Industri minyak dan lemak 10.55 5.94 0.42 5 Industri penggilingan padi 0.64 2.37 0.29 6 Industri tepung, segala jenisnya 1.32 2.84 0.30 7 Industri gula 1.51 3.62 0.39 8 Industri makanan lainnya 1.88 3.52 0.37 9 Industri minuman 0.84 2.47 0.29 10 Industri rokok 0.93 2.28 0.27 11 Industri pemintalan 2.99 14.01 0.54 12 Industri tekstil, pakaian dan kulit 2.38 10.91 0.58 13 Industri bambu, kayu dan rotan 4.22 3.91 0.35 14 Industri kertas, barang dari kertas dan karton 5.13 4.06 0.33 15 Industri pupuk dan pestisida 1.13 3.02 0.21 16 Industri kimia 1.98 7.27 0.35 17 Pengilangan minyak bumi 1.17 2.73 0.19 18 Industri barang karet dan plastik 1.93 8.27 0.39 19 Industri barang-barang dari mineral bukan logam 1.37 4.76 0.35 20 Industri semen 1.15 3.38 0.35 21 Industri dasar besi dan baja 1.82 6.99 0.42 341 Tabel 92. Lanjutan Persen Perubahan No. Sektor Sim61 Sim62 Sim63 22 Industri logam dasar bukan besi 3.61 16.88 0.54 23 Industri barang dari logam 1.39 4.74 0.38 24 Industri mesin, alat-alat dan perlengkapan listrik 1.75 6.60 0.32 25 Industri alat pengangkutan dan perbaikannya 1.30 3.15 2.20 26 Industri barang lain yang belum digolongkan dimanapun 2.33 10.16 0.52 27 Jasa-Jasa 1.09 3.06 0.35 Sumber : Hasil Analisis, 2011 Keterangan : Sim61 : Kelompok Industri Agro Sim62 : Kelompok Industri Basis Manufaktur Sim63 : Kelompok Industri Alat Angkut Pengembangan kelompok industri agro di sisi lain juga mendorong pertumbuhan output relatif tinggi beberapa cabang industri yang termasuk kelompok industri basis manufaktur seperti industri pemintalan 2.99 persen dan industri logam dasar bukan besi 3.61 persen. Pengembangan kelompok industri agro juga mendorong pertumbuhan output kelompok industri alat angkut 1.30 persen. Hal ini menunjukkan bahwa cabang-cabang industri yang termasuk kelompok industri agro dan kelompok industri basis manufaktur mempunyai keterkaitan yang kuat. Kelompok industri agro mempunyai keterkaitan ke belakang yang relatif tinggi backward linkage sehingga mampu menarik pertumbuhan kelompok industri basis manufaktur. Sementara itu, pengembangan kelompok industri alat angkut secara langsung mendorong pertumbuhan output industri alat angkut naik menjadi 2.20 persen relatif paling tinggi dibandingkan cabang-cabang industri yang lain. Kelompok industri alat angkut mempunyai keterkaitan ke belakang yang tinggi dengan kelompok industri basis manufaktur yang terlihat dari dampak yang 342 ditimbulkannya terhadap kelompok industi basis manufaktur tersebut. Pengembangan kelompok industri alat angkut mampu menarik pertumbuhan output cabang-cabang industri yang termasuk kelompok industri basis manufaktur yaitu industri besi baja dan industri logam dasar bukan besi. Namun di sisi lain, pengembangan kelompok industri alat angkut tidak mampu mendorong pertumbuhan output kelompok industri agro lebih tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa industri alat angkut mempunyai keterkaitan ke belakang yang relatif kecil terhadap cabang-cabang industri yang termasuk kelompok industri agro. Tabel 93. Dampak Simulasi Pengembangan Kelompok Industri Prioritas terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral Persen Perubahan No. Sektor Sim61 Sim62 Sim63 1 Pertanian 0.02 -0.11 0.00 2 Pertambangan 0.08 0.42 -0.10 3 Industri pengolahan dan pengawetan makanan 2.19 5.80 0.73 4 Industri minyak dan lemak 5.56 0.92 -0.02 5 Industri penggilingan padi -0.79 -1.48 -0.11 6 Industri tepung, segala jenisnya -0.32 -1.06 -0.08 7 Industri gula -0.21 -0.68 -0.05 8 Industri makanan lainnya 0.04 -0.58 -0.05 9 Industri minuman -0.74 -1.57 -0.12 10 Industri rokok -0.63 -1.62 -0.12 11 Industri pemintalan 0.88 7.05 0.10 12 Industri tekstil, pakaian dan kulit 0.43 4.94 0.11 13 Industri bambu, kayu dan rotan 1.43 -0.48 -0.07 14 Industri kertas, barang dari kertas dan karton 2.10 -0.16 -0.06 15 Industri pupuk dan pestisida -0.46 -1.03 -0.17 16 Industri kimia 0.22 2.43 -0.03 17 Pengilangan minyak bumi -0.40 -1.19 -0.18 18 Industri barang karet dan plastik 0.17 3.11 -0.01 19 Industri barang-barang dari mineral bukan logam -0.29 0.28 -0.06 20 Industri semen -0.45 -0.79 -0.07 21 Industri dasar besi dan baja 0.09 2.02 0.03 22 Industri logam dasar bukan besi 1.43 9.59 0.08 23 Industri barang dari logam -0.26 0.31 -0.04 343 Tabel 93. Lanjutan Persen Perubahan No. Sektor Sim61 Sim62 Sim63 24 Industri mesin, alat-alat dan perlengkapan listrik 0.04 1.85 -0.05 25 Industri alat pengangkutan dan perbaikannya -0.31 -0.83 1.33 26 Industri barang lain yang belum digolongkan dimanapun 0.46 4.55 0.08 27 Jasa-Jasa -0.20 -0.42 -0.03 Sumber : Hasil Analisis, 2011 Keterangan : Sim61 : Kelompok Industri Agro Sim62 : Kelompok Industri Basis Manufaktur Sim63 : Kelompok Industri Alat Angkut Sementara itu, pengembangan kelompok industri prioritas mengakibatkan dampak yang berbeda dalam penyerapan tenaga kerja pada beberapa cabang industri seperti dapat dilihat pada Tabel 93. Pengembangan kelompok industri agro yang umumnya adalah cabang-cabang industri yang padat karya mampu menyerap tenaga kerja pada cabang-cabang industri tersebut relatif tinggi seperti pada industri pengolahanpengawetan makanan dan industri minyak lemak. Di sisi lain, cabang- cabang industri yang padat teknologi pada kelompok industri basis manufaktur dan industri alat angkut umumnya mengalami peningkatan dalam penyerapan tenaga kerjanya relatif kecil, kecuali pada industri logam dasar non-besi yang penyerapan tenaga kerjanya masih meningkat sebesar 1.43 persen. Dampak dari pengembangan kelompok industri basis manufaktur memberikan kenaikan permintaan tenaga kerja yang paling besar adalah di sektor industri logam dasar bukan besi 9.59 persen. Namun demikian, terdapat beberapa cabang industri kelompok basis manufaktur yang penggunaan tenaga kerja relatif kecil sebagai akibat dari pengembangan kelompok industri basis manufaktur seperti industri mineral non-logam dan industri barang logam. Sementara itu, terdapat cabang industri yang penyerapan tenaga kerjanya menurun 344 adalah cabang-cabang industri pada kelompok kelompok industri alat angkut dan kelompok industri agro seperti industri penggilingan padi, industri tepung, industri gula, industri minuman, industri rokok, industri kayurotan, dan industri pulpkertas. Pada sektor-sektor tersebut, penurunan permintaan tenaga kerja terjadi karena beralihnya tenaga-tenaga kerja dari kelompok industri agro ke cabang-cabang industri basis manufaktur. Sementara itu, pengembangan kelompok industri industri alat angkut mengakibatkan peningkatan jumlah tenaga kerja pada industri alat angkut tersebut. Dampak dari pengembangan kelompok industri alat angkut masih memberikan kenaikan permintaan tenaga kerja pada cabang-cabang industri yang termasuk kelompok industri prioritas dan kelompok industri agro. Terdapat banyak cabang industri yang penggunaan tenaga kerjanya relatif kecil sebagai akibat dari pengembangan kelompok industri alat angkut. Cabang industri yang penyerapan tenaga kerjanya menurun adalah industri minyaklemak, industri penggilingan padi, industri gula, industri tepung, industri makanan lain, industri minuman, industri rokok, industri pengolahan kayurotanbambu, industri pulp kertas, industri pupukpestisida, industri kimia, industri karetplastik, industri mineral bukan logam, industri semen, industri barang logam, dan industri mesinperalatan listrik. Dampak simulasi pengembangan kelompok industri prioritas terhadap distribusi pendapatan rumah tangga berguna untuk mengetahui kelompok rumah tangga mana yang saja yang menerima dampak positif atau negatif akibat kebijakan tersebut sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 94. Pada tabel tersebut terlihat bahwa secara umum pengembangan kelompok industri prioritas mengakibatkan pendapatan riil rumah tangga mengalami peningkatan yang relatif beragam untuk semua golongan rumah tangga. 345 Tabel 94. Dampak Simulasi Pengembangan Kelompok Industri Prioritas terhadap Distribusi Pendapatan Riil Rumah Tangga Persen Perubahan No. Rumah Tangga Sim61 Sim62 Sim63 1 Buruh pertanian di perdesaan Rural 1 1.85 4.63 0.47 2 Petani pemilik lahan 0.5 hektar Rural 2 1.79 4.51 0.46 3 Petani pemilik lahan antara 0.5 – 1.0 hektar Rural 3 1.79 4.54 0.47 4 Petani pemilik lahan 1.0 hektar Rural 4 1.77 4.50 0.47 5 Rumah tangga yang berpendapatan rendah di sektor non-pertanian di perdesaan Rural 5 1.58 4.11 0.43 6 Rumah tangga yang berpendapatan menengah di sektor non-pertanian di perdesaan Rural 6 1.75 4.45 0.46 7 Rumah tangga yang berpendapatan tinggi di sektor non-pertanian di perdesaan Rural 7 1.55 4.07 0.43 8 Rumah tangga yang berpendapatan rendah di perkotaan Urban1 1.75 4.45 0.46 9 Rumah tangga yang berpendapatan menengah di perkotaan Urban2 1.62 4.21 0.44 10 Rumah tangga yang berpendapatan tinggi di perkotaan Urban3 1.51 4.00 0.43 Keterangan : Sim61 : Kelompok Industri Agro Sim62 : Kelompok Industri Basis Manufaktur Sim63 : Kelompok Industri Alat Angkut Pengembangan kelompok industri prioritas secara umum menyebabkan perubahan peningkatan distribusi pendapatan dimana dampak paling kecil dirasakan pada r umah tangga berpendapatan tinggi di perkotaan urban3. Sebaliknya, peningkatan pendapatan paling besar terjadi pada rumah tangga buruh pertanian di perdesaan rural1. Pengembangan kelompok industri basis manufaktur memberikan peningkatan Pendapatan Riil yang paling tinggi dibandingkan dengan pengembangan kelompok industri agro dan industri alat angkut. Hal ini diakibatkan oleh cakupan kelompok industri basis manufaktur yang terdiri dari banyak cabang-cabang industri. Sebaliknya, pengembangan kelompok industri alat angkut memberikan peningkatan Pendapatan Riil yang paling kecil dibandingkan dengan pengembangan kedua kelompok industri yang lain. 346

7.6.2. Dampak terhadap Kinerja Sektor Industri Kecil, Menengah dan Besar

Dampak pengembangan kelompok indusri agro terhadap ekonomi setiap sektor berdasarkan skala usahanya yang diukur dari total output ditunjukkan pada Tabel 95. Pengembangan kelompok industri agro melalui peningkatan investasi dan ekspor secara umum memberikan dampak positif untuk seluruh sektor dan skala usaha. Umumnya pengembangan industri agro melalui peningkatan investasi dan ekspor belum mampu mendorong pertumbuhan industri kecil menengah lebih tinggi daripada industri besar. Hal ini disebabkan peranan industri kecil menengah masih relatif kecil dalam hal investasi dan ekspor dibandingkan dengan industri besar. Tabel 95. Dampak Simulasi Pengembangan Kelompok Industri Agro terhadap Total Output Menurut Sektor dan Skala Usaha Persen Perubahan No. Nama Sektor Kecil Menengah Besar 1 Pertanian 2.03 1.96 1.92 2 Pertambangan 1.73 1.73 1.74 3 Industri pengolahan dan pengawetan makanan 4.71 4.72 4.73 4 Industri minyak dan lemak 10.51 10.56 10.58 5 Industri penggilingan padi 0.64 0.64 0.64 6 Industri tepung, segala jenisnya 1.32 1.32 1.32 7 Industri gula 1.51 1.51 1.51 8 Industri makanan lainnya 1.88 1.88 1.88 9 Industri minuman 0.84 0.84 0.84 10 Industri rokok 0.93 0.93 0.93 11 Industri pemintalan 2.99 2.99 2.99 12 Industri tekstil, pakaian dan kulit 2.38 2.39 2.38 13 Industri bambu, kayu dan rotan 4.21 4.24 4.23 14 Industri kertas, barang dari kertas dan karton 5.11 5.12 5.15 15 Industri pupuk dan pestisida 1.13 1.13 1.13 16 Industri kimia 1.98 1.98 1.98 17 Pengilangan minyak bumi 1.12 1.10 1.19 18 Industri barang karet dan plastik 1.93 1.93 1.93 19 Industri barang-barang dari mineral bukan logam 1.37 1.37 1.37 347 Tabel 95. Lanjutan Persen Perubahan No. Nama Sektor Kecil Menengah Besar 20 Industri semen 1.15 1.15 1.15 21 Industri dasar besi dan baja 1.81 1.81 1.82 22 Industri logam dasar bukan besi 3.60 3.60 3.61 23 Industri barang dari logam 1.39 1.39 1.38 24 Industri mesin, alat-alat dan perlengkapan listrik 1.75 1.75 1.75 25 Industri alat pengangkutan dan perbaikannya 1.31 1.30 1.30 26 Industri barang lain yang belum digolongkan dimanapun 2.33 2.33 2.33 27 Jasa-Jasa 1.09 1.00 1.11 Sumber : Hasil Analisis, 2011 Dampak pengembangan kelompok indusri basis manufaktur terhadap ekonomi setiap sektor berdasarkan skala usahanya yang diukur dari total output ditunjukkan pada Tabel 96. Pengembangan kelompok industri basis manufaktur secara umum memberikan dampak positif untuk seluruh sektor dan skala usaha. Cabang-cabang industri yang pertumbuhan output industri kecil menengahnya relatif lebih besar dibandingkan dengan industri besar adalah industri penggilingan padi, industri tepung, industri rokok, industri pemintalan, industri tekstil, dan industri lainnya. Tabel 96. Dampak Simulasi Pengembangan Kelompok Industri Basis Manufaktur terhadap Total Output Menurut Sektor dan Skala Usaha Persen Perubahan No. Nama Sektor Kecil Menengah Besar 1 Pertanian 4.48 4.42 4.38 2 Pertambangan 4.80 4.79 4.84 3 Industri pengolahan dan pengawetan makanan 12.25 12.27 12.29 4 Industri minyak dan lemak 5.93 5.94 5.94 5 Industri penggilingan padi 2.38 2.37 2.37 6 Industri tepung, segala jenisnya 2.84 2.84 2.83 7 Industri gula 3.62 3.62 3.62 8 Industri makanan lainnya 3.52 3.52 3.52 348 Tabel 96. Lanjutan Persen Perubahan No. Nama Sektor Kecil Menengah Besar 9 Industri minuman 2.47 2.47 2.47 10 Industri rokok 2.29 2.28 2.28 11 Industri pemintalan 14.01 14.03 14.02 12 Industri tekstil, pakaian dan kulit 10.87 10.95 10.92 13 Industri bambu, kayu dan rotan 3.91 3.91 3.91 14 Industri kertas, barang dari kertas dan karton 4.06 4.06 4.06 15 Industri pupuk dan pestisida 3.03 3.03 3.02 16 Industri kimia 7.25 7.24 7.29 17 Pengilangan minyak bumi 2.59 2.53 2.76 18 Industri barang karet dan plastik 8.25 8.23 8.29 19 Industri barang-barang dari mineral bukan logam 4.76 4.76 4.76 20 Industri semen 3.38 3.38 3.38 21 Industri dasar besi dan baja 6.98 6.99 7.00 22 Industri logam dasar bukan besi 16.84 16.85 16.91 23 Industri barang dari logam 4.72 4.73 4.75 24 Industri mesin, alat-alat dan perlengkapan listrik 6.55 6.58 6.63 25 Industri alat pengangkutan dan perbaikannya 3.16 3.15 3.14 26 Industri barang lain yang belum digolongkan dimanapun 10.16 10.18 10.15 27 Jasa-Jasa 3.07 2.90 3.11 Sumber : Hasil Analisis, 2011 Dampak pengembangan kelompok indusri alat angkut terhadap ekonomi setiap sektor berdasarkan skala usahanya yang diukur dari total output ditunjukkan pada Tabel 97. Pengembangan kelompok industri alat angkut secara umum memberikan dampak positif untuk seluruh sektor dan skala usaha. Secara umum pengembangan kelompok industri alat angkut mendorong pertumbuhan output industri kecil menengah relatif lebih tinggi untuk semua cabang industri dibandingkan dengan industri besar. 349 Tabel 97. Dampak Simulasi Pengembangan Kelompok Industri Alat Angkut terhadap Total Output Menurut Sektor dan Skala Usaha Persen Perubahan No. Nama Sektor Kecil Menengah Besar 1 Pertanian 0.52 0.50 0.50 2 Pertambangan 0.31 0.32 0.31 3 Industri pengolahan dan pengawetan makanan 1.52 1.52 1.52 4 Industri minyak dan lemak 0.51 0.51 0.51 5 Industri penggilingan padi 0.30 0.30 0.30 6 Industri tepung, segala jenisnya 0.33 0.33 0.33 7 Industri gula 0.42 0.42 0.42 8 Industri makanan lainnya 0.40 0.40 0.40 9 Industri minuman 0.31 0.31 0.31 10 Industri rokok 0.29 0.29 0.29 11 Industri pemintalan 0.64 0.64 0.64 12 Industri tekstil, pakaian dan kulit 0.66 0.66 0.66 13 Industri bambu, kayu dan rotan 0.40 0.40 0.40 14 Industri kertas, barang dari kertas dan karton 0.38 0.38 0.38 15 Industri pupuk dan pestisida 0.24 0.24 0.24 16 Industri kimia 0.41 0.41 0.41 17 Pengilangan minyak bumi 0.22 0.22 0.22 18 Industri barang karet dan plastik 0.46 0.46 0.46 19 Industri barang-barang dari mineral bukan logam 0.39 0.39 0.39 20 Industri semen 0.37 0.37 0.37 21 Industri dasar besi dan baja 0.48 0.48 0.48 22 Industri logam dasar bukan besi 0.66 0.66 0.66 23 Industri barang dari logam 0.41 0.41 0.41 24 Industri mesin, alat-alat dan perlengkapan listrik 0.38 0.38 0.38 25 Industri alat pengangkutan dan perbaikannya 2.21 2.23 2.26 26 Industri barang lain yang belum digolongkan dimanapun 0.60 0.60 0.60 27 Jasa-Jasa 0.37 0.36 0.37 Sumber : Hasil Analisis, 2011 Pengembangan kelompok industri prioritas secara umum memberikan dampak yang berbeda dalam penyerapan tenaga kerjanya untuk seluruh sektor dan skala usaha. Pengembangan kelompok industri agro secara umum meningkatkan penyerapan tenaga pada sektor-sektor usaha kecil -0.03 persen, industri menengah 350 -0.02 persen dan industri besar 0.03 persen. Pengembangan kelompok industri basis manufaktur secara umum meningkatkan penyerapan tenaga pada sektor- sektor usaha kecil -0.10 persen, industri menengah -0.07 persen dan industri besar 0.10 persen. Sementara itu pengembangan kelompok industri alat angkut secara umum meningkatkan penyerapan tenaga pada sektor-sektor usaha kecil -0.01 persen dan industri besar -0.01 persen. Dari pemaparan tersebut terlihat bahwa peranan industri kecil menengah dalam penyerapan tenaga kerja dalam pengembangan kelompok industri prioritas terus menurun karena beralih ke industri besar yang pertumbuhan outputnya relatif lebih tinggi. Penurunan ini sebagai dampak dari beralihnya tenaga kerja dari usaha kecil menengah ke usaha besar yang pertumbuhan outputnya meningkat lebih besar sebagai akibat dari peningkatan investasi dan peningkatan ekspor. 7.6.3. Dampak terhadap Kinerja Ekonomi Makro Pengembangan kelompok industri prioritas mengakibatkan perubahan kondisi ekonomi makro di tingkat nasional. Hasil simulasi pengembangan kelompok industri prioritas terhadap keragaan makro eknomi terlihat pada Tabel 98. Kinerja makroekonomi setelah simulasi kebijakan dianalisis hanya dari sisi pengeluaran PDB. Dari sisi pengeluaran PDB, variabel-variabel makroekonomi meliputi konsumsi pemerintah dan swasta, pembentukan modal, ekspor dan impor. Dari Tabel 98 terlihat bahwa dampak pengembangan kelompok industri agro, kelompok industri basis manufaktur dan kelompok industri alat angkut menyebabkan peningkatan PDB riil nasional naik berturut-turut sebesar 1.65 persen, 4.14 persen dan 0.41 persen. Pengembangan kelompok industri basis manufaktur memberikan dampak yang paling besar terhadap peningkatan PDB riil. 351 Hal ini disebabkan oleh cakupan cabang industri yang masuk ke dalam kelompok industri basis manufaktur relatif lebih banyak dibandingkan dengan kelompok - kelompok yang lain. Tabel 98. Dampak Simulasi Pengembangan Kelompok Industri Prioritas terhadap Indikator Makroekonomi Perubahan Persentase Deskripsi Variabel Sim61 Sim62 Sim63 Neraca Perdagangan delB 0.65 0.79 0.00 GDP Riil Sisi Pengeluaran x0gdpexp 1.65 4.14 0.41 GDP Riil Sisi Pengeluaran Sektor Pertanian x0gdpexp_ag 0.67 3.07 0.38 GDP Riil Sisi Pengeluaran Sektor Industri x0gdpexp_mn 3.99 8.31 0.76 GDP Riil Sisi Pengeluaran Sektor Pertambangan x0gdpexp_mo 0.71 0.88 -0.06 GDP Riil Sisi Pengeluaran Sektor Jasa x0gdpexp_se 0.64 2.53 0.29 Pengeluaran Riil Agregat Investasi x2tot_i 0.87 1.20 0.20 Pengeluaran Riil Agregat Investasi Sektor Pertanian x2tot_i_ag 0.00 0.00 0.00 Pengeluaran Riil Agregat Investasi Sektor Industri x2tot_i_mn 3.99 5.91 0.96 Pengeluaran Riil Agregat Investasi Sektor Pertambangan x2tot_i_mo -0.04 -0.25 -0.05 Pengeluaran Riil Agregat Investasi Sektor Jasa x2tot_i_se -0.06 -0.19 -0.01 Konsumsi Riil Rumah Tangga x3tot 0.81 3.57 0.44 Konsumsi Riil Rumah Tangga Sektor Pertanian x3tot_ag 0.94 4.13 0.51 Konsumsi Riil Rumah Tangga Sektor Industri x3tot_mn 0.78 3.47 0.43 Konsumsi Riil Rumah Tangga Sektor Pertambangan x3tot_mo 0.40 1.78 0.22 Konsumsi Riil Rumah Tangga Sektor Jasa x3tot_se 0.81 3.60 0.44 Indeks Volume Ekspor x4tot 4.32 8.76 0.65 Indeks Volume Ekspor Produk Pertanian x4tot_ag 2.39 5.19 0.34 Indeks Volume Ekspor Produk Industri x4tot_mn 7.13 14.21 1.09 Indeks Volume Ekspor Produk Pertambangan x4tot_mo 1.75 3.80 0.25 Indeks Volume Ekspor Jasa x4tot_se 1.45 3.15 0.21 Indeks Volume Impor x0cif_c 1.47 4.89 0.57 Indeks Volume Impor Produk Pertanian x0cif_c_ag 1.77 5.43 0.51 Indeks Volume Impor Produk Industri x0cif_c_mn 1.49 4.94 0.60 Indeks Volume Impor Produk Pertambangan x0cif_c_mo 1.48 4.88 0.54 Indeks Volume Impor Jasa x0cif_c_se 1.32 4.54 0.56 Inventori Riil Agregat X6tot 1.20 6.89 0.51 InflasiIndeks Harga Konsumen p3tot -0.005 -0.029 -0.006 Pangsa Sektor Pertanian terhadap Total PDB shrgdpexp_ag -0.092 -0.100 -0.002 Pangsa Sektor Industri terhadap Total PDB shrgdpexp_mn 0.078 0.139 0.012 Pangsa Sektor Pertambangan terhadap Total PDB shrgdpexp_mo -0.087 -0.298 -0.043 Pangsa Sektor Jasa terhadap Total PDB shrgdpexp_se -0.021 -0.033 -0.002 Sumber : Hasil Analisis, 2011 Keterangan : Sim61 : Kelompok Industri Agro Sim62 : Kelompok Industri Basis Manufaktur Sim63 : Kelompok Industri Alat Angkut 352 Pengembangan kelompok industri prioritas secara umum juga mendorong pertumbuhan sektor industri selalu lebih besar daripada pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini mengakibatkan pangsa output sektor industri mengalami peningkatan sebagai akibat dari pengembangan kelompok industri agro, kelompok industri basis manufaktur dan kelompok industri alat angkut masing-masing sebesar 0.078 persen, 0.139 persen dan 0.012 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan pengembangan kelompok industri prioritas melalui reindustrialisasi cukup efektif mendorong pertumbuhan sektor industri dan peningkatan pangsa output sektor industri. 7.7. Rekapitulasi Dampak Reindustrialisasi 7.7.1. Dampak terhadap Output Sektoral Rekapitulasi dampak reindustrialisasi dilakukan untuk membandingkan berbagai simulasi yang dilakukan. Secara umum kelima simulasi yang dilakukan, mampu meningkatkan output cabang industri seperti dapat dilihat pada Tabel 99. Pada simulasi 1 yaitu melalui peningkatan investasi pada sektor industri mampu meningkatkan output seluruh sektor ekonomi rata-rata sebesar 3.53 persen. Sementara itu, pada simulasi 2 yaitu melalui peningkatan ekspor produk-produk industri mampu meningkatkan output seluruh sektor ekonomi rata-rata sebesar 5.29 persen. Pada simulasi 3 yaitu melalui penurunan impor produk industri non-migas mampu meningkatkan output seluruh sektor ekonomi rata-rata sebesar 6.05 persen. Di sisi lain, pada simulasi 4 melalui peningkatan produktivitas sektor industri mampu meningkatkan output seluruh sektor ekonomi rata-rata sebesar 12.64 persen. Terakhir, pada simulasi 5 melalui subsidi harga BBM mampu meningkatkan output seluruh sektor ekonomi rata-rata sebesar 6.26 persen. Dari 353 Tabel 99, terlihat bahwa pertumbuhan output cabang industri dari industri yang berbasis pertanian agroindustri serta industri yang banyak menyerap tenaga kerja pada kelima simulasi yang dilakukan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan cabang-cabang industri lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa agroindustri dan industri yang banyak menyerap tenaga kerja dalam struktur industri di Indonesia memegang peranan yang sangat penting. Peningkatan output cabang-cabang industri tersebut mendorong pertumbuhan sektor industri secara umum yang akhirnya memberikan kontribusi yang relatif besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Dari Tabel 99 terlihat bahwa dari lima simulasi yang dilakukan, simulasi melalui peningkatan produktivitas sektor industri secara rata-rata mampu meningkatkan output relatif lebih tinggi dibandingkan dengan keempat simulasi lainnya. Sementara itu, simulasi melalui peningkatan investasi sektor industri secara rata-rata mampu meningkatkan output relatif paling kecil dibandingkan dengan keempat simulasi lainnya. Tabel 99. Rekapitulasi Dampak Reindustrialisasi terhadap Output Sektoral Persen Perubahan No. Sektor Sim 1 Sim 2 Sim 3 Sim 4 Sim 5 1 Pertanian 3.48 3.37 3.66 12.06 3.96 2 Pertambangan 2.97 3.84 4.89 16.22 4.32 3 Industri pengolahan dan pengawetan makanan 10.10 8.31 9.72 19.77 12.19 4 Industri minyak dan lemak 4.51 12.41 6.53 19.47 12.36 5 Industri penggilingan padi 1.99 1.31 1.87 4.34 1.93 6 Industri tepung, segala jenisnya 2.27 2.19 3.19 9.22 2.93 7 Industri gula 2.95 2.57 5.53 12.69 3.56 8 Industri makanan lainnya 2.82 2.95 4.00 8.85 3.81 9 Industri minuman 2.07 1.52 2.45 4.25 2.16 10 Industri rokok 1.88 1.60 2.03 3.82 2.09 11 Industri pemintalan 5.51 12.04 9.39 26.24 13.96 12 Industri tekstil, pakaian dan kulit 5.10 8.77 6.66 17.08 10.54 13 Industri bambu, kayu dan rotan 3.13 5.36 3.69 11.56 5.69 354 Tabel 99. Lanjutan Persen Perubahan No. Sektor Sim 1 Sim 2 Sim 3 Sim 4 Sim 5 14 Industri kertas, barang dari kertas dan karton 3.20 6.33 6.04 13.83 6.30 15 Industri pupuk dan pestisida 1.90 2.46 6.74 9.10 3.46 16 Industri kimia 3.41 6.19 7.99 17.61 7.21 17 Pengilangan minyak bumi 2.14 1.95 2.91 10.53 2.10 18 Industri barang karet dan plastik 3.67 6.92 5.85 13.67 8.11 19 Industri barang-barang dari mineral bukan logam 3.01 3.47 4.36 8.79 4.06 20 Industri semen 2.81 2.06 2.92 6.54 2.40 21 Industri dasar besi dan baja 3.33 5.89 15.28 18.29 6.68 22 Industri logam dasar bukan besi 5.96 15.06 10.17 23.76 17.34 23 Industri barang dari logam 3.07 3.44 6.08 9.82 4.04 24 Industri mesin, alat-alat dan perlengkapan listrik 3.28 5.38 8.96 14.26 6.69 25 Industri alat pengangkutan dan perbaikannya 2.68 3.97 8.11 11.05 5.03 26 Industri barang lain yang belum digolongkan dimanapun 4.71 8.30 8.37 15.63 9.93 27 Jasa-Jasa 2.75 1.74 2.31 5.77 2.04 Rata-Rata 3.53

5.29 6.05