perilaku. Dalam prosesnya, pelembagaan mencakup pergantian perilaku secara spontan atau eksperimental dengan perilaku yang diharapkan, dipolakan, teratur
dan dapat diramalkan. Cohen 1992 menyatakan bahwa pelembagaan adalah perkembangan
sistem yang teratur dari norma dan peranan-peranan yang ditetapkan yang diterima oleh masyarakat. Melalui pelembagaan, perilaku yang spontan dan
semaunya diganti dengan pelilaku yang teratur dan direncanakan. Cohen 1992 menambahkan bahwa dalam perspektif teori konflik, institusionalisasi adalah
proses yang disengaja dan bukan otomatis. Perbedaan kepribadian individu dapat mempengaruhi perilaku institusi. Perbedaan perilaku individu tidak begitu
kelihatan karena tuntutan peran. Konflik dapat terjadi karena pertentangan individu dan bentrokan peran antar institusi.
Masing-masing institusi memiliki karakteristik, yakni; 1 memiliki nilai dan tujuan utama yang bersumber dari para anggota untuk memenuhi kebutuhan
khusus masyarakat, 2 bersifat permanen dalam hal pola-pola perilaku yang ditetapkan institusi, 3 perubahan dramatis dapat mengakibatkan perubahan pada
institusi lain, 4 bersifat dependent, disusun dan diorganisasi secara sempurna disekitar rangkaian pola-pola norma, nilai dan periulaku yang diharapkan, dan 5
ide-ide institusi pada umumnya diterima oleh mayoritas anggota masyarakat, walaupun mereka belum tentu beroartisipasi didalam institusi tersebut
Cohen 1992.
2. 6 Aktor Elite dan Konflik dalam Pengelolaan SDA-L
Hook 1955 dalam Sztompka 2005 menyatakan bahwa perubahan sosial, termasuk transformasi historis berskala luas adalah prestasi aktor tokoh
manusia, hasil tindakan mereka. Sejarah adalah dampak upaya manusia, diharapkan atau tidak. Ada tiga tipe aktor individual dalam perubahan sosial,
yakni: 1 orang biasa awam dalam kehidupan sehari-hari, 2 individu yang karena memiliki kualitas pribadi yang khas, mampu bertindak mewakili orang
lain, atas nama mereka atau memanipulasi atau menindas orang lain, meski tanpa seizin mereka, dan 3 orang yang menduduki posisi luar biasa karena mendapat
hak istimewa tertentu, terlepas dari kualitas pribadi luar biasa yang mereka miliki,
dan atau tidak mereka miliki. Tindakan aktor tokoh ini berakibat baik atau buruk terhadap penentuan nasib masyarakat atau kelompok masyarakat dan
inividu warga masyarakat. Para aktor tokoh sosial bukan hanya mengikuti sistem aturan yang rumit
dengan cara yang ketat dan mekanis. Dalam banyak kasus, hal ini tidak mungkin karena sistemnya tidak terorganisasi secara baik atau cukup konsisten untuk
dibaca secara cepat dan kemudian melaksanakannya. Ada kalanya para aktor akan terus mengikuti tatanan yang berlaku dan selanjutnya mengambil keputusan untuk
mengadaptasikannya secara radikal. Mereka juga mungkin bersengketa di antara mereka sendiri mengenai banyak masalah, meningkatkan dan meluaskan
pembicaraan mengenai masalah-masalah yang gawat dan mengadakan tekanan supaya diadakan perubahan Burns 1987.
Dalam kajian keseimbangan sosial Pareto Bottomore 2006 membagi kelas elite tokoh menjadi dua kelas, yakni: 1 elite yang memerintah governing
elite, dan 2 elite yang tidak memerintah non governing elite. Dalam masyarakat terdapat dua lapisan masyarakat, yakni; 1 lapisan yang rendah non
elite, dan 2 lapisan yang tinggi elite terdiri dari dua lapisan, yakni; a elite yang memerintah, dan b elite yang tidak memerintah. Pareto mengamati bahwa
lapisan atas masyarakat elite secara nominal mencakup kelompok-kelompok tertentu masyarakat, yang tidak selalu terdefinisikan secara tegas, yang disebut
aristokrasi aristokrasi dan plutokrasi militer, religius dan komersial. Mosca Bottomore 2006 menyatakan bahwa dalam semua masyarakat,
dari masyarakat yang paling terbelakang dan hampir tidak pernah menikmati fajar peradaban, hingga ke masyarakat yang paling kuat dan maju –muncul dua kelas
manusia—yakni kelas yang berkuasa dan kelas yang dikuasai. Kelas pertama, jumlahnya selalu sedikit, melaksanakan semua fungsi politik, memonopoli
kekuasaan dan menikmati keistimewaan-keistimewaan yang diberikan oleh kekuasaan, sedangkan kelas kedua, jumlahnya lebih banyak, diperintah dan
dikendalikan oleh yang pertama, dengan cara yang kurang lebih legal, diktatorial dan kejam. Elite tidak semata-mata berkuasa dengan menggunakan kekuatan dan
penipuan, tetapi dalam satu segi, “mewakili kepentingan dan tujuan kelompok yang berpengaruh dan penting dalam masyarakat.
BAB III METODE PENELITIAN
3. 1 Tempat dan Waktu Penelitian
Desa penyangga TNMB terdiri dari 12 dua belas desa yang tersebar pada 2 dua kecamatan di kabupaten Jember, yakni: 1 Desa Curahnongko, 2 Desa
Andongrejo, 3 Desa Wonoasri, 4 Desa Curahtakir, 5 Desa Sanenrejo kecamatan Tempurejo, 6 Desa Mulyorejo dan 7 Pace kecamatan Silo. Desa-
desa penyanga di 2 dua kecamatan di kabupaten Banyuwangi, adalah: 8. Desa Sarongan, 9 Desa Kandangan kecamatan Pasanggaran, dan 10 Desa Kalibaru
Kulon, 11 Desa Sidomulyo, dan 12 Desa Kebonrejo kecamatan Kalibaru kabupaten Banyuwangi.
Tabel 5 Desa-desa penyangga TNMB yang ditetapkan sebagai lokasi penelitian
Desa Program
Rehabilitasi Non
Program Rehabilitasi
Desa Sample Purposive
Sampling Etnik Dominan
Kab. Jember A. Kec. Tempurejo:
1. Desa Andongrejo √
1. Desa Andongrejo Madura
Pendalungan 2. Desa Curahnongko
√ 2. Desa Curahnongko
Madura Pendalungan
3. Desa Wonoasri √
3. Desa Wonoasri Jawa Mataraman
4. Desa Sanenrejo √
4. Desa Sanenrejo Madura
Pendalungan 5. Desa Curahtakir
√ 5. Desa Curahtakir
Madura Pendalungan
B. Kec. Silo:
6. Desa. Mulyorejo √
6. Desa. Mulyorejo Madura
Pendalungan 7. Desa Pace
√
Kab. Banyuwangi C. Kec.
Pasanggaran
8. Ds. Sarongan √
7. Ds. Sarongan Jawa Mataraman
9. Ds. Kandangan √
8. Ds. Kandangan Jawa Mataraman
D. Kec. Kalibaru
10. Desa Kalibaru kulon
√ Madura
Pendalungan 11. Desa Sidomulyo
√ Madura
Pendalungan 12. Desa Kebonrejo
√ Madura
Pendalungan
Pengambilan 8 delapan desa tersebut sebagai lokasi penelitian ditetapkan secara sengaja purposive sampling, berdasarkan keterwakilan etnik dan pola-
pola akses, hak dan kelembagaan masyarakatnya. Dalam perspektif politik ekologi, dinamika akses, hak dan kelembagaan masyarakat pada 8 delapan desa
tersebut dinilai berpengaruh langsung terhadap eksistensi zona-zona dalam kawasan TNMB, yakni; 1 zona inti, 2 zona rimba, 3 zona pemanfaatan,
4 zona pemanfaatan khsusus, dan 5 zona rehabilitasi. Lokasi penelitian seperti terlihat pada Gambar 3.
Wonoasri Curahtakir
Sanenrejo
Curahnongko Andongrejo
Kandangan Sarongan
Kebonrejo Mulyorejo
Pace Kalibaru Kulon
Sidomulyo
Gambar 4 Desa-desa penyangga TNMB yang menjadi lokasi penelitian.