1 Kebijakan Pengelolaan Kawasan Konservasi dalam Perpektif Politik Ekologi

harus hidupnya nyaman dan tenang di dunia; Alam adalah budak yang fungsi dan keberadaanya adalah untuk memuaskan kebutuhan manusia. Dampak negatif dari kesombongan kemajuan IPTEK itu akhirnya harus ditanggung sendiri oleh manusia. Kesadaran baru akan dampak buruk dari tindakan eksploitatif ini menjadi awal mula gerakan pengawetan presevation terhadap sisa-sisa hutan alam Eropa. Gerakan pengawetan presevation menurut Dobson 2004 merupakan gerakan romantisme abad ke 18 dan 19 di seluruh daratan Eropa, bereaksi terhadap apa yang mereka pandang sebagai dampak dari industrialisasi cepat, yang menuntut dijalinnya kembali hubungan harmonis antara manusia dengan alam. Penganut aliran romantik berpandangan bahwa alam adalah sumber moral dan etika, sehingga menekankan perlunya kesatuan manusia dengan alam, yang telah dihancurkan oleh industrialisasi. Lebih tragis, Capra 2002 menyatakan bahwa pengetahuan adalah power. Nilai dari pengetahuan ditentukan oleh efek praksisnya dalam mendukung kekuasaan politik. Gerakan romantisme para bangsawan Eropa ini, kemudian berkembang melalui penunjukan dan pengukuhan kawasan tertentu untuk dijadikan sebagai cagar atau monumen alam. Tujuan pengukuhan tersebut agar mereka dapat berdekatan dengan alam, menikmati liburan di dalam hutan sambil berburu dan menikmati keindahan alam. Logika preservasi, dalam hal ini terjebak pada perspektif arkeologis yang cendrung melihat sumberdaya alam hayati sebagai sesuatu yang statis, sehingga aksi-aksi perlindungan hanya bertujuan untuk mengawetkan sumberdaya alam. Hal ini berbeda dengan logika biologi, yang melihat hutan dan segala isinya sebagai sesuatu yang dinamis dan terbarui. Koreksi atas cara pandang logika preservasi itu menjadi awal munculnya pemikiran dan gerakan konservasi Wiratno et al. 2004. Tabel 1 Perbedaan antara preservasi dengan konservasi No. Preservasi Konservasi 01 Logika :  Arkeologis archaelogical logic , mengelola alam sebagai SDA yang tidak dapat diperbaharui non renewable resources  Contoh: pengelolaan candi Borobudur sebagai warisan dunia yang harus dan hanya diawetkan  Biologi Biological logic, mengelola alam sebagai SDA yang dapat diperbaharui Renewable Resources  Contoh: mengelola rusa sebagai satwa langka untuk diselamatkan dari kepunahan dan memanfaatkannya lagi bagi ummat manusia secara lestari 02 Sifat:  Statis, cenderung berkurang, baik kuantitas maupun kualitasnya  Dinamis, kualitas dan kuantitasnya dapat turun dan naik, tergantung pada baik atau buruknya pengelolaan 03 Aksi:  Diterapkan pada akhir abad ke 19  Melindungi perkebunan Belanda  Berdampak romantis dan utopis  Diterapkan pada pertengahan abad ke 20  Melestarikan kawasan dengan pendekatan ekosistem  Berdampak realistisnyata Sumber: Wiratno et al. 2004 Di Indonesia, arsip tertulis tentang gerakan konservasi pada zaman kerajaan Nusantara, sangat sulit ditemukan. Namun demikian, tidak berarti bahwa di kepulauan Nusantara tidak ada gerakan konservasi, baik pada tingkat perilaku budaya 8 Oleh karena masyarakat itu berkewajiban mengamat-amati padang alang-alang di lereng gunung Ledjar, supaya jangan terbakar, maka haruslah ia bebaskan dari pembayaran pelbagai titisara Baca: pajak. Selanjutnya masyarakat dilarang menebang pohon kayu dari hutan kekayu dan memungut telur penyu dan getan, karena larangan itu tidak berlaku padanya. Juga tidak seorang jua pun boleh masyarakatnya maupun pada tingkat kebijakan politik Raja. Berdasarkan Prasasti Malang, kebijakan pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan, telah dimulai pada tahun 1395 pada zaman kerjaan Majapahit. Dalam Prasasti Malang, tertulis: ”Pemberitahuan kepada seluruh satuan tata negara si parasama di parasama sebelah timur Gunung Kawi, baik di timur atau di barat batang air Berantas; diberitahukan kepada sekalian Wedana, Juru, Bujut, terutama kepada Pacatanda di Turen. Bahwa telah kita perkuat perintah Sri Paduka Batara Partama Iswara, yang ditanam di Wisnu bawana dan begitu pula perintah Sri Paduka yang di tanam di Kertabuana, berhubungan dengan kedudukan satuan tata negara si parasame Katiden yang meliputi sebelas desa. 8 Perilaku budaya konservasi, untuk menjaga keseimbangan hubungan – harmoni -- dengan alam lingkungannya, ada dan hidup di hampir semua suku kelompok masyarakat nusantara, dan sangat beragam., .... Ritual Shadaqah Bumi misalnya, tidak harus dipahami secara sederhana sebagai syirik menyekutukan Tuhan, tetapi perlu dilihat dari perspektif lain sebagai bentuk kesadaran yang paling dalam dari masyarakat Indonesia zaman dulu, bahwa lingkungan alam pun membutuhkan perhatian dari manusia. Manusia memberikan Shadaqah pada Bumi, maka bumi pun memberikan kemakmuran –kemelimpahan-- yang berkelanjutan pada manusia. Perhatikan misalnya, perilaku konservasi yang menjadi landasan dan filosofi hidup dikalangan masyarakat Jawa ”Kuno” dalam pengambilan hasil bumi -- sa’cukupe, ora ’ilo, panenmancing hari kamis legi, pasar Jum’at Kliwon, dll -- adalah untuk menjaga harmoninya dengan lingkungan alam sekitarnya dan juga keadilan distribusi sumberdaya alam. Perilaku budaya konservasi tersebut, tentu harus disesuiakan dengan perkembangan dan kemajuan cara berpikir masyarakat.