Gus Dur: Spirit akses pendudukan lahan

“mendelegetimasi hak” atau setidaknya menekan hak pihak lain, utamanya hak PT. LDO Jember, yang bermuara pada terjadinya ketidak-pastian tenurial insecurity bagi masyarakat desa-desa penyangga dan Balai TNMB serta masa depan kawasan TNMB. Kesepakatan Kegiatan Rehabilitasi pada Zona Rehabilitas TNMB No: 947Sek. 01VI-TNMB2003, secara rinci memuat sejumlah ketentuan, antara lain tentang hak Pasal 1 ayat 2 288 , hak dan kewajiban bagi kedua-belah pihak Pasal 2 lihat Tabel 56, larangan Pasal 4 289 , jangka waktu dan berakhirnya kesepakatan pasal 5. Seluruh rumusan atau proses formulasi kesepakatan kerja- sama dirancang secara penuh oleh Balai TNMB, sehingga kerja-sama kemitraan belum dapat disebut kemitraan, karena seluruh proses didominasi oleh TNMB. Mayoritas kelompok masyarakat desa penyangga yang diajak bermitra, tidak paham apa yang menjadi hak dan kewajibannya 290 . Proses tersebut sesungguhnya telah diingatkan oleh LSM HAMIMKEHATI, agar Balai TNMB tidak melakukan kegiatan rehabilitasi sebelum penguatan kelembagaan masyarakatnya tuntas. Apa yang dikuatirkan oleh LSM HAMIM benar-benar terjadi dan berpengaruh nyata terhadap keberhasilan program rehabilitasi 291 Kelompok masyarakat KetanMerahOPR memang sangat puas dengan kesepakatan legalisasi distribusi lahan untuk bertani dan berladang dalam zona rehabilitasi TNMB. Namun, karena kesepakatan kerja-sama dikonstruksi dalam kondisi keterbatasan pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap masalah konservasi dan sejumlah peraturan terkait, serta keterbatasan kekuatan loby dan jaringan politik yang mereka miliki, . 292 288 Pasal 1 ayat 2 dinyatakan bahwa hak dalam konteks rehabilitasi adalah suatu keadaan yang dapat diperoleh para pihak dalam kegiatan rehabilitasi. 289 Pasal 4, tentang larangan; 1 Melakukan kegiatan yang tidak diatur dalam kesepakatan kegiatan rehabilitasi ini dan kegiatan lain yang dapat menyebabkan kerusakan kawasan, 2 Mengalihkan kesepakatan kegiatan rehabilitasi lepada pihak ketiga, 3 Memperjual-belikan lahan kegiatan rehabilitasi kepada pihak ketiga, 4 Menambah luasan lahan kegiatan rehabilitasi, 5 Membuat gubukpondok permanen melebihi ukuran 2 m X 2 m, di luar ketentuan teknis yang dikeluarkan oleh pihak pertama , 6 Menanam tanaman perkebunan sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan teknis oleh pihak ketiga, 7 Menanam tanaman semusim yang mengganggu tanaman pokok, dan 8 Merubah fungsi kawasan menjadi areal persawahan 290 Wawancara dengan aparat desa di 7 tujuh desa penyangga dan anggota kelompok KetanMerahOPR, Juli 2008 291 Wawancara dengan LSM HAMIM, 292 Wawancara dengan petani KetanMerahOPR, Oktober 2007 dan Mei 2008 maka hal tersebut tidak diikuti dengan upaya rehabilitasi kawasan yang optimal. Pada sisi lain, legalisasi kesepakatan, bagi Balai TNMB, setidaknya telah mengembalikan sebagian kecil dari wibawa dan kemampuan mereka mengkontrol kawasan TNMB. Namun, kondisi faktual saat ini, hampir tidak mungkin dan sangat berat bagi Balai TNMB untuk mengeluarkan mengusir masyarakat untuk bertani dan berladang dalam kawasan TNMB, sekalipun memenuhi salah satu dan atau semua klausul kesepakatan MoU, Pasal 5 tentang jangka waktu dan berakhirnya MoU, menegaskan bahwa ; 1. Kesepakatan berlaku untuk jangka waktu 5 lima tahun sejak ditandatanganinya kesepakatan ini; 2. Apabila sewaktu-waktu negarapemerintah memerlukan lahan kegiatan rehabilitasi, maka Kesepakatan ini batal dengan sendirinya, dan Pihak Kedua wajib meninggalkan dan menyerahkan kegiatan rehabilitasi secara sukarela tanpa menuntut ganti rugi kepada Pihak Pertama. 3. Kesepakatan berakhir apabila Pihak Kedua secara individu tidak mampu lagi melaksanakan kegiatan rehabilitasi; 4. Kesepakatan ini berkahir apabila Pihak Kedua meninggal dunia Tabel 65 Kesepakatan kegiatan rehabilitasi pada zona rehabilitas TNMB berdasarkan SK No: 947Sek.01VI-TNMB2003. No Balai TNMB; Pasal 2 Kelompok OPRKetanMerah; Pasal 3 Kewajiban Hak Kewajiban Hak 1. Membina dan membimbing secara berkala yang menyangkut kegiatan teknis dan non teknis lepada pihak kedua Menetapkan dan memberikan sanksi kepada pihak kedua sesuai syarat-syarat dalam kesepakatan ini Melaksanakan kegiatan rehabilitasi pada zona rehabilitasi sesuai petunjuk teknis pihak pertama Hasil panen tanaman pertanian semusim selama mengikuti kegiatan rehabilitasi 2. Melakukan monitoring terhadap proses berjalannya kegiatan rehabilitasi Mengatur teknis pelaksanaan kegiatan rehabilitasi yang dikerjakan oleh pihak kedua Mentaati dan mematuhi petunjuk- petunjuk teknis dan non teknis dari pihak pertama Pembinaan dan bimbingan teknis dan non teknis dari pihak pertama 3. Melakukan evaluasi terhadap proses berjalannya kegiatan rehabilitasi Menghadiri pertemuan-pertemuan dalam rangka pembinaan, pengarahan, pengawasan dan pengendalian yang dilaksanakan oleh pihak pertama Membentuk kelompok petani rehabilitasi, yang bertujuan mendukung kelancaran pelaksanaan kegiatan rehabilitasi, termasuk sanksi intern dan kesepakatan tentang aturan main dalam kelompok tersebut 4. Menanam tanaman pokok sebagaimana ditetapkan secara teknis oleh pihak pertama Memungut atau memanen buah dari tanaman pokok 5. Turut serta menjaga, mengamankan dan melindungi kawasan TNMB dari gangguan, kerusakan dan kebakaran 6. Mengadakan bibit tanaman pokok secara swadaya Mengacu kepada Tabel 57, sejumlah hak dan kewajiban kedua belah pihak belum berhasil dilaksanakan secara optimal. Serangkaian kegiatan monitoring dan evaluasi monev telah dilakukan, tetapi belum ada sikap resmi yang tegas tentang pencapaian keberhasilan rehabilitasi, sebagai syarat keberlanjutan kesepakatan rehabilitasi. Dalam situasi demikian, maka legalisasi akses menanam tanaman musiman dan tanaman keras dalam zona rehabilitasi, kini dan pada tahun-tahun mendatang, merupakan preseden buruk bagi perluasan dan perpanjangan masa pendudukan lahan. Artinya, bagi masyarakat yang sudah mendapatkan hak pakai lahan, tidak akan mengembalikannya kepada TNMB, sekalipun tidak memiliki dasar hukum yang kuat, tetapi akan melimpahkan kepada pihak lain anak keturunannya atau akan dijual kepihak lain, jika ada desakan kebutuhan ekonomi dan non ekonomi. Bagi kelompok masyarakat yang belum mendapatkan hak pakai atas lahan, sekalipun tidak dalam kondisi politik chaos, akan berargumentasi dan bertindak yang sama dengan dan atau bahkan lebih maju, supaya mendapatkan hak pakai lahan dalam kawasan TNMB. Tabel 66 Hak-Hak masyarakat dalam pengelolaan TNMB Desa Hak-Hak Masyarakat dalam Pengelolaan TN Meru Betiri Hak Akses rights of access Hak Pemanfaatan right of withdrawal Hak Pengelolaan rights of management Hak Pembatasan rights of exclusion Hak Pelepasan rights of alienation. Wonoasri √ √ √R - √R. Internal warga Curahnongko √ √ √R - √R. Internal warga Andongrejo √ √ √R - √R. Internal warga Sanenrejo √ √ √R - √R. Internal warga Curahtakir √ √ √R - √R. Internal warga Mulyorejo √R √R - - - Sarongan √ √ √R - √R. Internal warga Kandangan √ √ √R - √R. Internal warga Sumber: Data Primer 2007

5.3.2.2 Hak-hak masyarakat desa penyangga berdasarkan pendekatan teoritik

Schlager dan Ostrom 1992 mengklasifikasi hak-hak masyarakat atas SDA-L menjadi 5 lima kategori, yakni; 1 hak atas akses rights of access, 2 hak pemanfaatan right of withdrawal, 3 hak pengelolaan rights of management, 4 hak pembatasan rights of exclusion, dan 5 hak pelepasan rights of alienation. Implementasi penggunaan hak oleh kelompok masyarakat desa-desa penyangga dan para pihak lainnya dalam pengelolaan TNMB, seperti dalam Tabel 57. Penggunaan hak akses terhada SDH TNMB ditelah dilakukan dan dinikmati oleh mayoritas warga desa-desa penyangga sejak sebelum penetapan kawasan Meru Betiri sebagai taman nasional. Hak pemanfaatan lahan untuk bertani dan berladang baru dilakukan oleh kelompok masyarakat di 7 tujuh desa-desa penyangga, kecuali desa Mulyorejo Silo, sejak tahun 2000. Selama tiga tahun pertama hak pemanfaatannya belum masuk dalam kategori hak berpartisipasi, karena belum terbangun kerja-sama daan konsolidasi antara Balai TNMB dengan kelompok masyarakat desa-desa penyangga. Hak pengelolaan menurut Schlager dan Ostrom 1992 secara ideal menghendaki partisipasi masyarakat dalam menemukan sekaligus menentukan pola-pola, strategi dan arah kebijakan pengelolaan TNMB. Hak pengelolaan ini, dalam kemitraan rehabilitasi TNMB belum terwujud dan belum dijalankan, karena masyarakat dianggap serba kurang --Naival Consciousness-- dalam banyak hal yang berkaitan dengan konservasi dan rehabilitasi. Dominasi proses yang massif dari Balai TNMB menyebakan hak dan ruang berpartisipasi berlangsung dalam dominasi kemitraan. Dominasi tersebut menunjukkan bahwa distribusi kekuasaan dan tanggung-jawab pengelolaan tidak berjalan, dan ini menjadi salah satu faktor penting kekurang-berhasilan gerakan rehabilitasi TNBM. World Commision on Environmnetal and Development Komisi Dunia tentang lingkungan dan pembangunan 1987 menegaskan bahwa; ”Disitribusi kekuasaan dan pengaruh dalam masyarakat terletak pada inti dari banyak tantangan lingkungan dan pembangunan. Dari sinilah penedekatan baru harus disertakan, yakni partisipasi lokal dalam pengambilan keputusan”. Berkaitan dengan implementasi hak pengelolaan ini, McMullin dan Nieslen 1991 menyatakan; ”Pengelola lingkungan biasanya dapat merumuskan persoalan biologis dan teknis secara efektif. Mereka biasanya tidak terlalu berhasil dalam menghadapi aspek- aspek sosial dan politik dalam pengelolaan lingkungan. Kegagalan ini mungkin disebabkan latar belakang pribadi pengelola dan budaya lembaga-lembaga pengelola lingkungan. Kebanyakan profesional yang bergereak di bidang lingkungan memilih mendalami bidang ini karena kecintaan mereka akan lingkungan dan dan keinginan untuk mendalaminya secara ilmiah. Seringkali perhatian mereka pada persoalan sosial politik sangat sedikit. Banyak pengelola lingkungan masih berpijak pada konsep pengelolaan profesional, yang mempunyai keyakinan bahwa mereka harus membuat keputusan dan publik harus mempercayai pertimbangan-pertimbangan mereka”. Keterbatasan internal warga masyarakat dalam banyak aspek sosial, ekonomi dan penguasaan sumberdaya, menyebabkan warga masyarakat desa-desa penyangga tidak memiliki kekuatan dan kekuasaan untuk ikut menentukan dan membatasi individu-individu atau kelompok masyarakat --di luar 7-12 desa penyangga-- yang berhak ikut atau tidak boleh ikut dalam pengambilan SDH dan pengelolaan lahan dalam zona rehabilitasi TNMB. Apalagi ikut menentukan dan membatasi hak para pihak yang memiliki kekuatan kapital semacam PT.LDO Jember. Akibat dari keterbatasan itu, kepada sesama warga masyarakat yang tidak memiliki lahan, sekalipun di luar atau relatif jauh dari desa penyangga TNMB, mereka tidak mempermasalahkan atau cenderung membiarkan. Apa yang mereka lakukan adalah bagian dari bentuk adaptasi dan meniru pola-pola penguasaan sumberdaya yang dilakukan oleh PT. LDO Jember dan para pekerjanya, daripada harus melawan atau menolak dengan kekuatan yang terbatas. 293 Kebehasilan kelompok masyarakat desa-desa penyangga menduduki lahan zona rehabilitasi dalam keterbatasan di atas, dalam situasi sosial ekonomi yang terjepit membawa mereka secara internal ”memiliki hak pelepasan” rights of alienation, yakni hak untuk menjual atau menyewakan atau kedua-duanya, kepada pihak lain keluarga dekat, teman, tetangga dekat sedesa atau di luar desanya. Jumlah warga yang telah melakukan hak pelepasan ini, secara kuantitatif memang relaitif kecil, tetapi kejadian ini terjadi di semua desa-desa penyangga di Jember dan Banyuwangi dengan argumentasi yang sama; biaya berobat anak sakit, biaya sekolah anaknya dan beberapa argumentasi keterbatasan ekonomi kemiskinan 294 293 Wawancara anggota dengan KetanMerahOPR 7 tujuh desa penyangga, Oktober 2007 dan September 2008 294 Ibid. . Sekalipun aparat Balai TNMB mengetahui adanya transaksi jual beli lahan, Balai TNMB belum mampu melakukan kontrol dan tindakan penegakan hukum kesepakatan. Okupator baru yang memperoleh lahan melalui ”jual beli” tidak mengalami proses sosialisasi dan pendampingan rehabilitasi, sehingga transformasi nilai dan tujuan rehabilitasi terputus. Kejadian ini ke depan akan memperumit Balai TNMB melakukan pengendalian terhadap individu-individu atau kelompok masyarakat yang diberi peluang hak berpartisipasi menggarap lahan Gambar`26.