Kampung Batik Tirtodipuran ALIH GENERASI PILIHAN KARIER PENGUSAHA BATIK DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA(SUATU STUDI GENOGRAM KARIER).

113 3. Batik Plentong Hari Tanggal : Jumat, 26 Februari 2016 Hasil : Dari wawancara yang dilakukan bersama pemilik perusahan Batik Plentong, diketahui bahwa saat ini pengurus Batik Plentong tersebut merupakan generasi kedua keluarga. Saat ini masih melakukan proses kaderisasi agar dapat meneruskannya kepada generasi ketiga. Namun dari wawancara yang berlangsung, kedua penerus Batik Plentong merasa keberatan untuk diwanwancarai lebih lanjut mengenai usaha keluarga tersebut. Karena hal itulah peneliti memutuskan untuk tidak melakukan observasi di tempat tersebut.

C. Kampung Batik Giriloyo

Batik Giriloyo terdapat di kawasan Imogiri Timur sekitar 14 kilometer dari Kota Yogyakarta. Informasi umum secara awal didapatkan via internet dari beberapa situs travel di Yogyakarta menunjukkan bahwa kawasan tersebut juga merupakan tempat para pembatik kerajaan sejak abad ke-17 dan kerap dikunjungi wisatawan domestik maupun mancanegara untuk belajar membatik dan berbelanja kain batik. Mengantongi sedikit informasi tersebut, peneliti kemudian melakukan wawancara dengan salah satu warga. Menurut Ibu Titi, pemilik Kelompok Batik Bima Sakti, terdapat 15 kelompok pembatik di Kampung Batik Giriloyo dan yang tertua adalah keompok batik yang dimilikinya. Masyarakat kampong Giriloyo sejak dahulu memang melestarikan produksi batik tulis, namun batik yang diproduksinya bukanlah batik tulis yang sudah jadi atau sudah dilakukan pewarnaan melainkan batik setengah jadi yang masih sebatas pola. Kemudian 114 batik setengah jadi tersebut akan dikirim ke kota Yogyakarta untuk dilakukan pengisian warna. Kegiatan tersebut terus berlangsung sampai tahun 2006. Gempa bumi Yogyakarta tahun 2006 menjadi musibah yang berat bagi masyarakat Giriloyo yang mayoritas pembatik. Infrastruktur desa yang banyak mengalami kerusakan juga rumah mereka yang rusak membuat mereka harus mendapatkan penghasil lebih banyak demi memperbaiki kerusakan tersebut. Di tahun 2007 terdapat pelatihan dari Pemerintah untuk memulai usaha batik. Masyarakat banyak belajar mengenai pewarnaan batik menggunakan bahan pewarna kimia maupun warna alam. Masyarakat juga dilatih bagaimana memproduksi batik menjadi barang jadi siap pakai berupa kemeja, rok, kebaya dll. Sehingga mulai tahun tersebut masyarakat Kampung Giriloyo mulai membuat galeri batik milik pribadi untuk memperjual-belikan batik yang diproduksinya. Tidak hanya memproduksi batik menjadi barang jadi, namun Kampung Batik Giriloyo juga berkembang membuat pelatihan pembuatan batik untuk turis-turis domestic maupun mancanegara. Beberapa kelompok batik membanderol biaya pelatihan membuat batik sebesar Rp 25.000 – Rp 30.000, harga tersebut sudah termasuk fasilitas kain ukuran 40cm x 40cm beserta warna dan canting untuk peserta yang bisa dibawa pulang. Namun jika dianalisa, kegiatan turun temurun di desa tersebut adalah kegiatan membatik masyaraktnya, sednagkan usaha batik yang dilakukan oleh masyarakat di Desa tersebut bukanlah murni karena pengaruh turun-temurun dari generasi ke generasi, melainkan ada campur tangan dari pemerintah yang melakukan pelatihan di Desa Giriloyo. 115 Untuk mendapatkan informasi lebih banyak lagi, peneliti tetap mencoba melakukan pendekatan khusus. Diantara 15 Kelompok batik, peneliti melakukan pendekatan khusus yaitu kepada kelompok batik yang tertua di Desa Giriloyo yaitu Kelompok Batik Bima Sakti dan kepada usaha batik yang menurut beberapa warga merupakan usaha batik pribadi yang paling maju di Desa Giriloyo tersebut. 1. Kelompok Batik Bima Sakti HariTanggal : Selasa, 1 Maret 2016 Hasil : Kelompok Batik Bima Sakti sampai saat ini masih dikelola oleh generasi pertamanya yaitu Eyang Hartanti yang juga dibantu anaknya bernama Ibu Titi. Dari pengakuan Ibu Titi, peneliti mendapatkan informasi bahwa Ibu Titi yang merupakan generasi kedua tidak banyak meneruskan usaha keluarga memproduksi batik, karena lebih memilih wirausah bidang lain. Namun, Ibu Titi tetap memiliki kemampuan membatik sejak duduk di bangku Sekolah Dasar. Begitupun dengan Ayu, cucu terbesar dari Eyang Hartanti yang merupakan anak pertama dari Ibu Titi. Ayu lebih memilih meneruskan kuliah terlebih dahulu darpiada meneruskan usaha batik, namun kemampuan membatik yang dimiliki Ayu, sudah dikuasainya sejak duduk di bangku Sekolah Menengah pertama. Dari wawancara dapat disimpulkan bahwa kegiatan turun-temurun keluarga tersebut adalah menjadi seorang pembatik, bukan pada bidang usaha batik. 116 2. Batik Sungsang Haritanggal : 1 Maret 2016 Hasil : Tidak jauh dengan review sebelumnya, usaha Batik Sungsang juga dimulai sejak tahun 2007. Beruntung, saat ini Batik Sungsang sudah memiliki beberpa langganan di wilayah Kota Yogyakarta bahlan hingga Mancanegara. Informasi yang didapat oleh peneliti dari mbak Dewi yang merupakan penerus usaha batik Sungsang setelah Ibunya, terdapat konsumen asal negara Jepang yang tiga bulan sekali selalu meminta kiriman batik tulis dengan warna alam untuk di ekspor ke Jepang. Namun karena usaha batik yang dilakukan juga masih pada generasi kedua, maka peneliti tidak bisa menjadikannya tempat observasi.

D. Kampung Batik Pajangan, Bantul

Keputusan peneliti untuk mencoba melakukan observasi di daerah Pajangan, Bantul adalah rekomendasi dari salah satu karyawan Radio Geronimo FM di bagian teknisi bernama Andri. Tidak banyak informasi yang didapatkan, hanya saja dari keterangan awal, kawasan tersebut memang mayoritas memproduksi dan menjual batik. Peneliti juga mendapatkan key informan yaitu bapak Heru yang merupakan ketua salah satu bidang di Universitas Negeri Yogyakarta. Dari informasi yang diberikan pak Heru, Desa Pajangan, pantul memang merupakan kawasan pembatik sejak lama. Beberpaa diantaranya merupakan pembatik Kraton Yogyakarta yang kemudian pindah ke Desa Pajangan untuk meneruskan kegiatan membatik dan kemudian mencoba untuk memproduksi sendiri. Ada juga Ibu