Deskripsi Subjek Penelitian Hasil Penelitian
68
hubungannya dengan keluarga besar dari Ayah lebih dekat diandingkan dari keluarga Ibunya.
Kakek dari Ayahnya yang berinisial A adalah generasi kedua pewaris usaha batik. Pada masa Kakeknya, dituturkan oleh informan merupakan tahun gemilang
dari usaha batiknya. Hubungan sang Kakek dengan orang-orang di lingkungan sekitarnya juga sangat baik, dituturkan oleh informan bahwa sang kakek memiliki
banyak relasi dan termasuk orang yang sangat ramah. Keberhasilan sang Kakek bukan hanya dalam mengembangkan usaha batik keluarga saja, namun juga
sebagai seorang konseptor dalam memberikan kontribusi ide dalam pembangunan kota Yogyakarta di zamannya. Menurut informan, sang Kakek dapat menjalankan
usaha batiknya dengan baik, bahkan cukup sering memperkenalkan informan dengan batik serta kegiatan usahanya sejak kecil. Informan menuturkan bahwa
sang Kakek sering mengajaknya melihat proses pembuatan batik, serta menceritakan filosofi mengenai batik. Bagi informan, informasi mengenai usaha
batik, banyak didapatkan dari sang kakek. Sebelum usaha batik jatuh di tangan informan, usaha batik yang dimilikinya dikelola oleh sang Ayah sejak kakeknya
meninggal dunia. Sang Ayah yang berinisial H meneruskan usaha batik keluarganya disertai
meneruskan relasi antara pelaku usaha batik yang lain. Dari penuturan informan diketahui bahwa masa-masa sulit mulai terjadi di generasi ketiga usaha batik
keluarganya, di masa tersebut bertepatan dengan krisis moneter yang mengakibatkan menurunnya omzet dagang batiknya. Sejak duduk bangku kuliah,
informan mengaku selalu dibujuk sang Ayah untuk mau meneruskan usaha batik
69
kelurganya. Informan mengaku bahwa di masa Ayahnya, informan banyak mengobservasi cara kerja pembuatan batik, pemasarannya serta relasi yang
terjalin antara Ayahnya dan organisasi yang terkait dengan batik. Dijelaskan sebelumnya, informan AP memang merupakan generasi ke 4 dari
usaha keluarga batiknya, namun dalam konstruksi genogram, AP lebih menghendaki 3 generasi saja yang diulas, dikarenakan banyak informasi
mengenai generasi pertama yang tidak diketahui oleh AP. Secara sederhana jika divisualisasikan, maka alur genogram kariernya sebagai berikut:
Gambar 5. Konstruksi Genogram Karier Keluarga AP 2 Konstruksi Genogram Karier Keluarga I
Hasil pembuatan konstruksi genogram karier menunjukan bawa informan I merupakan cucu pertama dari anak pertama sang Nenek yang tidak lain
pendiri pertama usaha batik keluarga. Penuturannya mengenai jejak karier keluarga mengungkapkan bahwa
keluarga besar dari Ibunya memiliki mayoritas pekerjaan wirausaha dalam
70
berdagang, usaha yang dimiliki keluarga dari Ibunya adalah toko klontong, toko bangunan, pedagang kerajinan-kerajinan dan ada satu yang menajdi PNS.
Sedangkan keluarga dari ayahnya mayoritas adalah pegawai negeri dan hanya ada satu yang menggeluti dunia usaha.
Pada pengakuannya, informan lebih dekat dengan keluarga dari ibunya yang berinisial Sum. Nenek yang berinisial MU dan Kakek berinisial SU yang
berasal dari Ibunya, merupakan generasi pertama perintis usaha batik keluarganya saat ini. Sang Nenek memiliki tujuh orang anak yang mayoritas
memiliki pekerjaan sebagai seorang pedagang. Sebagai anak pertama, Ibu dari informan banyak membantu Neneknya dalam menjalankan usaha batik,
selain Ibunya, Tante dari informan yang berinisial Yul juga sering membantu usaha batik keluarganya.
Sejak kecil, informan mengaku sudah sangat dekat dengan usaha batik keluarganya, karena sebagai cucu pertama, Neneknya selalu menghendaki
untuk informan berada di galeri batiknya menemani sang Nenek. Informan mengakui bahwa sejak kecil sudah diperkenalkan dengan situasi kerja di galeri
batik miliknya. Menginjak umur 18 tahun, informan sering diberi tanggung jawab untuk membantu Neneknya dalam mempersiapkan bahan-bahan yang
dibutuhkan untuk membuat batik, mulai dari kain hingga pewarna. Kaderisasi sudah dilakukan sejak informan I berusia 18 tahun tersebut.
Dari penuturannya, informan I melihat keberhasilan sang Nenek dalam menjalankan usaha batik. Serta melihat tante-tantenya dalam menjalankan
kegiatan usaha. Meskipun tidak semua tantenya terjun dalam usaha batik,
71
namun menurut penuturannya, semangat berwirausaha seluruh anggotanya termasuk sang Nenek menjadi contoh dalam meneruskan usaha batik keluarga.
Berikut merupakan viusalisasi dari konstruksi genogram karier keluarga informan I:
Gambar 6. Konstruksi Genogram Karier Keluarga I c. Hasil Wawancara
Genogram karier memiliki lima aspek didalamnya, yaitu pemahaman diri, pemahaman lingkungan dan dunia kerja, proses pengambilan keputusan, model-
model pola hidup serta model-model karier. Berikut merupakan hasil wawancara dari kelima aspek tersebut:
1 Aspek Pemahaman Diri Memilih karier sebagai pengusaha batik tidak luput dari pemahaman diri
informan. Dalam pemahaman diri yang diungkap oleh peneliti terdpat tiga sub- aspek, yaitu bakat, minat serta nilai-nilai yang melandaskan pengambilan
keputusan informan dalam menjalankan usaha batik. Data mengenai pemahaman diri diperoleh melalui proses wawancara yang dilakukan terhadap kedua
informan.
72
Berdasarkan hasil wawancara dengan subjek AP, diketahui bahwa bakat yang dimiliki adalah bekerja sebagai pendukung dan seorang pemikir atau konseptor.
Seperti yang disampaikan oleh AP sebagai berikut: “Kalau saya itu lebih suka dibalik layar, bikin konsep gitu dan lebih suka
mengulik sesuatu sampai puas. Saya tuh pernah penasaran sama bunga anggrek kenapa kalau berbunga sangat musiman, terus saya pelajari sampe
saya tau, sampe saya sekarang pelihara anggrek banyak banget. Tapi setelah tau jawabannya, yaudah deh cukup
” Wawancara Rabu, 10 Agustus 2016
Dari hasil pengamatan yang dilakukan peneliti, di halaman belakang rumah informan terdapat banyak tanaman anggrek seperti yang dikatakan. Sedangkan
minat yang dimiki oleh informan tergolong cukup banyak, dari penuturannya, informan sangat menyukai traveling, budaya jawa dan menyelam. Dari minatnya
yang sangat beragam, AP diketahui paling senang dengan kegiatan travelling. Seperti yang disampaikan oleh AP berikut:
“Saya suka sekali jalan-jalan, dan relevan dengan pekerjaan saya sebagai seorang Arkeolog. Jadi ketika saya jalan-jalan keliling Indonesia, saya bisa
menceritakan sejarah dari bangunan atau temuan saya. Saya ini juga kan seorang Konsultan di UNDP, jadi ya gitu terus jalan-jalan. Saya suka itu,
selain itu saya juga seorang diver. Ada di kehidupan menyelam itu saya sudah cukup lama. Tapi dari semuanya, saya harus selalu menjadi orang
jawa yang mengenal budayanya. Orang jawa itu gak boleh hilang jawanya. Saya banyak belajar tentang budaya jawa juga. Termasuk batik ini.
” Wawancara Rabu, 10 Agustus 2016
Dari penuturan lainnya, peneliti menemukan bahwa nilai-nilai yang melekat
pada diri informan AP adalah nilai budaya. Banyak pengakuannya yang menuturkan bahwa budaya menjadi landasan dalam melakukan berbagai hal.
Seperti beberapa pernyataan informan AP berikut: “Bagi saya, batik itu warisan budaya yang semakin hari semakin langka.
Dalam selembar kain batik, terdapat arti dari setiap ukirannya, terdapat keindanhan dan artistiknya juga” Wawancara Sabtu, 6 Agustus 2016
73
“Saya tidak mengejar komersilnya, tapi batik itu kan warisan budaya yang semakin langka. Harus menjaga originalitasnya juga. Maka dari itu saya
tidak pernah merubah apapun, selalu saya buat pakem batiknya. Sama
seperti jaman dulu sampai hari ini.” Wawancara Sabtu, 6 Agustus 2016 “Batik itu budaya, karena batik dibuat dengan rasa, pola-pola dan ragam
hias pada batik juga merupakan luapan rasa.” Wawancara Rabu, 10 Agustus 2016
“Untuk meneruskan usaha ini sebetulnya karena saya punya dasar dari culture
” Wawancara Rabu, 10 Agustus 2016 “Saat ini saya mempertahankan batik karena amanah dari orang tua dan
batik itu merupakan filosofi orang jawa dan saya ingin menjadi orang jawa yang seutuhnya karena saya lahir disini, di tanah jawa.” Wawancara
Rabu, 17 Agustus 2016
Informan AP diketahui tidak hanya sendirian meneruskan usaha batik keluarga, melainkan bersama istrinya. Diketahui dari wawancara bersama
informan, job desk istrinya yang berinisal N adalah maintaining proses produksi batik serta attend setiap kegiatan mengenai batik dari organisasi. Dari hasil
pengamatan, informan AP memang lebih sering di rumah membuat design untuk batik yang akan dibuat sedangkan istrinya yang berinisal N lebih sering turun ke
lapangan dan berinteraksi dengan para pegawai serta organisasi Sekar jagad. Jika dipresentasekan, AP menuturkan maka kegiatan yang dilakukan mengenai usaha
batik ini informan AP sebanyak 40 dan istrinya 60. Hal tersebut disebabkan karena informan AP sadar akan kebutuhan hidupnya tidak dapat tertutup hanya
dengan usaha batik selengkapnya akan dibahas pada proses pemilihan karier. Beralih pada temuan dari informan I yang didapatkan oleh peneliti mengenai
pemahaman dirinya. Bakat yang dimiliki informan I diketahui adalah berwirausha. Seperti yang dikatakan oleh informan I bahwa:
“Wah saya tuh kayanya ya bisanya dagang gini wirausaha, saya pernah bikin tas kecil-kecil itu mbak terus dijualin dititipin ke tante saya di bali.
Laku banget itu lumayan, terus saya pernah bikin baju-baju gitu disablon
mbak sampe sekarang” Wawancara Jumat, 12 Agustus 2016
74
Minat yang dimilikinya juga nampak seiring dengan bakat yang dimiliki, sejak SMA, informan I memang serius untuk meneruskan sekolah ke perguruan tinggi
dengan jurusan akuntansi. Dari percakapannya berikut: “Saya dulu sekolah di Jogja kan SMA, terus ya milih sendiri pengen
nerusin sekola Akuntansi. Karena ya tertarik aja gitu, kalau selesai kuliah juga bisa kepake kan” Wawancara Jumat, 12 Agustus 2016
Sedangkan nilai-nilai yang banyak menjadi landasan dalam hidupnya adalah nilai ekonomi. Terlihat dari percakapannya yang mengatakan bahwa saat ini
mengelola batik adalah bukan karena hobi atau hal apapun lainnya melainkan untuk mendapatkan uang. Selain itu, informan I juga mengatakan bahwa sumber
penghasilannya adalah dari usaha batik dan memprioritaskan untuk menjual barang-barang. Selain itu juga informan I mengungkapkan bahwa meskipun
usahanya memang terbuka bagi siapapun yang ingin melihat produksinya, namun sampai saat ini, belum dapat memfasilitasi keinginan pendatang untuk mencoba
membuat batik, karena informan I menjelaskan bahwa dengan memberikan waktu bagi pengunjung untuk mencoba batik, maka target pembuatan batik bagi
pegawainya akan
berkurang yang
kemungkinan dapat
menimbulkan keterlambatan pesanan batik.
“Ini itu bukan hobi atau kesukaan sih ya buat dapetin uang mbak” Wawancara Jumat, 12 Agustus 2016
“Sekarang ya nerusin ini tuh ya karena dapet uangnya dari sini, usaha aja pokonya yang penting bisa jual, jual , jual gi
tu ada barang yang keluar” Wawancara Rabu, 31 Agustus 2016
“Tapi ya belum bisa memfasilitasi buat yang ingin mencoba membatik, soalnya kan repot, yang kerja nanti jadi terganggu kan kerjanya. Misalnya
saya dapet pesenan berapa gitu, malah telat to produksinya harusnya
75
sesuai entar malah jadi mundur waktunya” Wawancara Jumat 12 Agustus 2016
Pemaparan diatas menunjukan pemahaman diri yang dimiliki informan. Ketiganya memiliki pemahaman diri yang berbeda atas dirinya.
2 Aspek Pemahaman Lingkungan dan Dunia Kerja Dalam memahami lingkungan dan dunia kerja, informan memiliki berbagai
macam pengalaman yang berbeda-beda. Dalam penelitian ini, akan diungkap beberapa sub aspek mengenai pemahaman lingkungan dan dunia kerja, yaitu
persyaratan penerimaan kerja, sifat suatu lapangan, situasi pekerjaan, masa depan pekerjaan, organisasinya, gaya hidup, sosial ekonomi keluarga, lingkungan hidup,
relasi dan kesempatan kerja. Persyaratan penerimaan kerja menjadi seorang pengusaha batik menurut
informan AP adalah memiliki pemahaman terhadap budaya dan paham mengenai filosofi dari selembar kain batik sehingga bisa memproduksi sebuah kain batik
yang lebih bermakna. Seperti yang dalam pernyataannya berisi sebagai berikut: “Membuat kain batik itu perlu keahlian dan harus memilki arti. Batik itu
dibuat dengan menggunakan perasaan, kalau dilihat, batik tulis itu seakan hidup dan bercerita. Coba lihat batik printing, sekilas itu kalau dilihat
bagus dan rapi, tapi kalau diperhatikan batik itu pasti mati. Ga ada feel nya
di kain batik itu.” Wawancara Rabu, 10 Agustus 2016 Sedangkan mengenai pemahaman sifat suatu lapangan, AP menjelaskan
bahwa dia memahami lingkungan usaha batik sudah sejak kecil dengan cara melihat dan mengobservasi. Seperti pada pernyataannya berikut ini:
“Saya paham ini karena otodidak. Karena saya sering melihat. Pada dasarnya saya suka sekali mengamati jadi saya memang pengamat dari
kecil.” Wawancara Rabu, 10 Agustus 2016
76
Cukup mirip
dengan sebelumnya,
AP kemudian
mengemukakan pemahamannya mengenai situasi pekerjaan sebagai pelaku usaha batik.
Pemahamannya dengan situasi kerja juga dikemukakan sebagai berikut: “Saya melihat sebuah proses di dalam usaha batik ini. Akhirnya saya
mem buat teori saya sendiri dari apa yang saya lihat di sekitar saya”
Wawancara Rabu, 10 Agustus 2016 Dari segi masa depan pekerjaan, informan AP mengatakan bahwa batik saat
ini merupakan hal yang tidak biasa. Batik merupakan sebuah kerajinan yang memiliki nilai keindahan dan history. Namun, AP menyadari bahwa masa depan
batik tulis tidak bisa diandalkan untuk sumber financial keluarganya, terutama batik yang dibuatnya yang merupakan batik tulis halus. Terpampang dalam hasil
wawancara berikut ini: “Belum, ga ada bayangan. Karena begini, saya sudah nyaman dengan
pekerjaan saya dan itu saya anggap sebagai sesuatu yang menjanjikan. Dulu itu batik kelasnya industry sampai sekarang kelasnya kerajinan. Itu
kan menyurut drastic. Saya pikir, prospek ekonomi batik semakin hari semakin tidak menjanjikan apalagi saat bom Bali satu, hancur batik itu.
Smeuanya itu susah untuk kembali normal, kaya sakit jantung, gak akan
balik normal. Sama kaya batik juga, gak akan bisa balik normal” Wawancara Rabu, 17 Agustus 2016
Mengenai organisasi dalam usaha yang dijalani, subjek memahami bahwa subek akan mengikuti beberapa organisasi perkumpulan seperti GKBI dan juga
Sekar Jagad yang merupakan organisasi yang sebelumnya diikuti oleh orang tuanya sebagai generasi ketiga. Pernyataannya yang mendukung hasil tersebut
adalah sebagai berikut: “Pembatik itu diwadahi dalam Gabungan Koperasi Batik Indonesia yang
membawahi 5 koperasi. Tapi sekarang adanya Koperasi Batik Senopati. Usaha batik ini juga dari dulu terdaftar disana dan sering ambil kain juga
kok kesana” Wawancara Rabu, 10 Agustus 2016
77
Soal gaya hidup yang mungkin akan dijalani, informan AP menyadari bahwa kehidupannya tidak akan tersokong dengan baik jika hanya dengan mengandalkan
produksi batik tulis. Seperti yang disampaikannya berikut ini: “Saya anggap pekerjaan saya itu sebagai sesuatu yang lebih menjanjikan.
Dulu batik itu memang dimulai di kelas industri, tapi saat ini hanya sebatas kerajinan saja. Sehingga saya selalu bertanya-tanya tentang
prospek batik ini bisa sampai sejauh mana
” Wawancara 17 Agustus 2016 Mengenai sosial ekonomi keluarga, informan AP menuturkan bahwa secara
finansial memang pernah kacau disebabkan omset batik yang turun saat insiden bom bali. Sedangkan secara sosial, diungkapkan hubungannya selalu baik dengan
relasi-relasi yang memang sudah dibangun. Dalam pernyataannya menyebutkan sebagai berikut:
“Saat bom Bali, hubungan kita dengan luar negeri itu jadi jelek. Tapi bapak tetap bersikeras tidak akan PHK perkerjanya, ini yang membuat
finance keluarga jadi kacau.” Wawancara 17 Agustus 2016\ Pemahaman informan AP mengenai lingkungan hidup dan dampaknya sudah
diketahuinya sejak kecil. Bahan pewarna dari alam yang digunakan untuk memproduksi batik memang tidak menjadi kekhawatiran bagi AP untuk
meneruskan usaha batik keluarga dan tidak khawatir terhadap complain dari masyarakat.
“Ini kulit kayu untuk membuat warna coklat batik, masih ada warna-warna lainnya lagi. Nah ada tempat khusus pembuangan limbahnya dibelakang.
Semuanya aman karena tidka mengandung bahan kimia, karena warna
alam” Wawancara Rabu, 17 Agustus 2016 Mengenai relasi, informan AP juga paham tentang relasi yang harus terjalin saat
meneruskan usaha batik keluarga. Seperti pernyataanya sebagai berikut:
78
“Sampai sekarang masih ambil kain mori di koperasi, kalau lilin sebagian di koperasi sebgaian di kope
rasi sebagian saya beli diluar.” Wawancara Rabu, 10 Agustus 2016
“Saya punya catatannya yang sudah ada sejak dulu, jadi tinggal say abaca saja dan pesan di tempat yang sama, jadi tinggal diterusin aja”
Wawancara Rabu, 10 Agustus 2016
Yang terakhir adalah mengenai kesempatan kerja yang didapatkan untuk menjadi penerus usaha batik keluarga menurut AP, merupakan amanah dari orang
tua berdasarkan penilaian dari sang ayah. Karena menururt sang ayah, informan AP sudah dikader dari kecil untuk meneruskan usaha batik keluarga. Seperti
pernyataannya sebagai berikut: “Jadi karena penilaian bapak saya yang suatu hari di tahun 90-an gitu
sudah bilang akan diteruskan ke saya, karena hanya saya yang bisa. Bapak bilang, kalau adik saya gak akan bisa nerusin. Istilahnya ya kalau kerajaan,
saya itu udah dikader jadi pangeran untuk menjadi penerus” Wawancara, Rabu 17 Agustus 2016
Beralih pada informan I yang banyak mengungkapkan mengenai pemahamannya mengenai lingkungan dan dunia kerja. Beberapa sub yang juga
diungkap yang pertama adalah mengenai persyaratan penerimaan kerja. Bagi informan I, untuk menjadi seorang pengusaha batik, syaratnya adalah diperlukan
kemampuan untuk meneruskan usaha keluarga dan mau konsisten untuk mengerjakannya. Seperti yang disampaikan oleh informan I sebagai berikut:
“Dulu itu batik nenek saya pernah sepi, yang lain juga malah mati gitu mbak. Sekitar di tahun 80an di jamannya Gusdur itu, tapi yang penting
kita tatap jalanin aja pokoknya harus tetap hidup meskipun sedikit-sedikit ”
Wawancara Rabu, 31 Agustus 2016 Pemahaman informan I mengenai sifat lapangannya juga diketahui nya sejak
kecil, informan I menuturkan bahwa bisnis keluarganya memang dirintis dan di kerjakan dengan sangat kekeluargaan. Begitupun perlakuan terhadap pegawainya
79
yang sangat luwes dan fleksibel. Saat bisnis batik keluarga masih dipegang oleh Nenek, informan I menuturkan bahwa sang Nenek sering mengajak pegawainya
untuk makan bersama di tempat makan. Sejak dulu juga informan I sudah sangat paham bahwa karyawan-karyawannya merupakan tetangga dekat, sehingga masih
sangat kental unsur gorong-royong di galeri batiknya. Selain itu, setiap kali makan siang-pun seluruh karyawan difasilitasi makan siang dengan memasak untuk
bersama-sama. Berikut merupakan penuturan dari informan I mengenai sifat lapangan:
“Dulu eyang sering makan-makan diluar bareng sama karyawan paling ya makan di daerah sini” Wawancara 31 Agustus 2016
“Kerjanya ya kalau bantuin anak-anaknya, apa saya cucunya gitu serabutan aja. Serabutan semua. Ya yang hari ini bisa pa gitu dikerjain. Ga
ada spesifikasi apa gitu yang khusus, kan ga ada manajemennya yang bisa
dikerjain. Soalnya lebih kekeluargaan” Wawancara Jumat, 12 Agustus 2016
“Karyawan sini yang ikut kerja ya tetangga- tetangga sini aja mbak, lumayan kan malah pad
a seneng dapet kerjaan” Wawancara Jumat 12 Agustus 2016
“Nanti makan siang disini, pada masak gitu mbak, yang bisa masak ya nanati siang ya masak terus yang lainnya jaga toko entar gantian aja gitu
sama yan g bisa” Wawancara Jumat, 12 Agustus 2016
Hal tersebut juga dinyatakan oleh pegawai berinisal P yang mengatakan bahwa bekerja di galeri batik Dirjo Sugito memang fleksibel, bahkan untuk urusan
izin kerja. Seperti yang dituturkannya sebagai beirkut: “Enak sih mbak kalau disini, boleh izin kalau mendadak, tapi ya entar
dikabari dulu. Kalau pas lagi masuk, terus pulang, ya izin dulu juga nanti dihitungnya setengah hari gitu” Wawnacara Kamis, 11 Agustus 2016
“Makan siang disini mbak, nanti ada yang masak”, terus ya makan bareng- bareng” Wawancara Kamis, 11 Agustus 2016
80
Untuk mengetahui situasi khususnya pada usaha batik keluarga, informan I mengaku sudah sangat dekat dengan usaha batik keluarga sejak kecil, apalagi saat
usianya 18 tahun dan mulai menginjak masa studi di perguruan tinggi, informan I sudah terjun dalam bisnis keuarganya.
“Saya dari umur 18 tahun sudah ngurus-ngurus malah disuruh-suruh beli obat batik juga, soalnya kan saya sekolah di Jogja. Sejak saya kuliah saya
juga diminta nenek untuk bantu dagang” Wawancara Jumat, 12 Agustus 2016
Dari penuturannya mengenai pemahaman masa depan usaha batik yang dijalani, informan I mengatakan bahwa belum mengetahui sepenuhnya. Yang dia
yakini adalah yang penting menjalaninya. “Saya ga pernah tau batik ini akan menjadi seperti apa, karena kan
memang eyang saya juga cari uangnya dari sini, dari dagang kelontongan juga, jadi petani juga, jual sembako, jual pupuk buat sawah, jual minyak
tanah, pokonya jual jual jual gitu. Jadi yaudah yang penting yakin dan
jalani aja” Wawancara Rabu, 31 Agustus 2016 Mengenai organisasi yang diikuti selama mengurus usaha batik keluarga,
informan I mengakui bahwa tidak secara khusus mengikuti organisasi apapun. Karena menurut penuturannya, meskipun desa tempat tinggalnya saat ini
merupakan dewasa wisata batik, namun kemunculan usaha batik miliknya lebih dulu dariapda organisasi batik di desa tersebut. Sehingga informan I dan keluarga
memang tidak mengikuti organisasi semacamnya. Sedangkan mengenai organisasi secara internal keluarga, memang tidak diberlakukan karena merupakan usaha
yang kekeluargaan dan sangat fleksibel, berikut merupakan penuturan dari informan I:
81
“Kita sih dari dulu gak pernah ikut-ikut ya mbak, pernah dulu ditawarin gabung tapi ah ya kita lebih milih buat mandiri aja to. Organsiasinya juga
itu baru muncul sejak ya rame batik disini. Pas Dirjo Sugito Batik rame, terus mereka jual batik-
batik juga jadi rame deh” Wawancara Jumat, 12 Agustus 2016
Secara gaya hidup, informan I memahami bahwa menjadi seorang wirausaha batik memiliki waktu yang fleksibel sehingga, menururtnya sangat menyenangkan
karena ketika bosan, informan I bisa rehat dari pekerjaan untuk sekedar berlibur. Dalam pernyatannya menjelaskan sebagai berikut:
“Lagian enak, kalau jadi pegawai malah ga fleksibel jam kerjanya. Malah dimarahi to kalau minta libur, kalau usaha kan bebas bisa liburannya
kapan aja” Wawancara Jumat, 12 Agustus 2016 Lain lagi dengan sosial ekonomi keluarga, informan I mengatakan bahwa
secara social, usaha keluarganya ini memang banyak memberikan manfaat positif diantara tetangga-tetangga, karena karyawan yang ada di galeri batiknya
merupakan tetangganya. Secara ekonomi, diawal tanggung jawabnya mengurus usaha keluarga, informan I belum menyadari akan seperti apa income yang
didapatkan, namun selalu berusaha untuk optimal dalam menjual barang-barang dagangan. Seperti yang diungkapkan sebagai berikut:
“Ya ini, tetangga semua pegawainya mbak, bahkan ada yang dari sebelum menikah sampe sekarang akhirnya punya anak dan anaknya malah kerja
disini juga” Wawancara Jumat, 12 Agustus 2016 “Belum tau soalnya ya dijalani aja yang penting ada pemasukan gitu”
Wawancara Rabu, 31 Agustus 2016
Selanjutnya mengenai lingkungan hidup, informan I menyadari bahwa produksi batik miliknya menghasilkan limbah kimia yang harus dibuang. Menurut
penuturannya, limbah yang dihasilkan dari produksi batiknya diberikan obat terlebih dahulu kemudian dibuang ke sungai. Itu juga yang sudah diketahui sejak
82
lama oleh infroman I, selain itu terdapat izin HO atau izin gangguan kepada warga sekitar. Namun, dampak positif yang memang dibangun oleh usaha kelaurga
informan adalah dengan mempersilahkan kepada siapa saja instansi atau lembaga yang memang ingin melakukan tour untuk pembuatan batik. Terlihat dari
beberapa piagam yang tampak di dinding galeri batik berupa ucapan terimakasih dari beberapa sekolah di DIY, Jawa Tengah dan beberapa dari Jawa Timur yang
sudah mempersilahkan lembaga terkait melakukan tour produksi batik dan sharing. Dampak positif bagi lingkungan yang ditimbulkan juga pengadaan mesin
EDC bagi ttetangganya yang juga pelaku usaha batik kini menjadi lebih gampang karena kredibilitas galeri batiknya yang baik di pihak Bank, terlebih kini desanya
dikenal sebagai desa wisata batik setelah tetangga-tetangganya termotivasi oleh kesuksesan galeri batik miliknya dan kemudian membuka galeri batik sendiri”
“Dibuang ke sungai, tapi kan sebelumnya udah dikasih obat gitu biar ga bahaya ga dibuang langsung begitu aja. Ada izin HO juga, udah ga
masala h gitu kok. Itu juga ada surat izinnya saya pasang disitu.”
Wawancara Jumat 12 Agustus 2016 “Kita memang open kalau ada yang mau penelitian atau berkunjung dari
sekolah-sekolah dan gratis mbak gausah bayar. Tapi ya belum bisa memfasilitasi buat yang ingin mencoba membatik, soalnya kan repot, yang
kerja nanti jadi terganggu kan kerjanya. Misalnya saya dapet pesenan berapa gitu, malah telat to produksinya harusnya sesuai entar malah jadi
mundur waktunya” Wawancara Jumat 12 Agustus 2016 “Sekarang tetangga lebih enak mbak, bisa pake mesin EDC pengajuannya
gak ribet ya setelah toko saya rame ini akhirnya kan dipercaya sama Bank” Wawancara Jumat, 12Agustus 2016
Dari pengamatan peneliti, memang terdapat izin HO yang tertera di dinding galeri dan selalu diperbaharui selama lima tahun sekali.
83
Beralih mengenai sub-aspek relasi, informan I membangun relasi yang baik dengan pemasok kain, malam dan juga warna-warna yang digunakan untuk
memproduksi batik sejak masih dikelola oleh neneknya. Selain itu juga informan I paham mengenai perkembangan pemasaran batik yang harus dilakukan dengan
memenuhi izin HO agar instansi-instansi dapat memesan batik ke tempatnya. Diketahui, menurut informan I, jika sebuah instansi akan mengeluarkan anggaran
pembuatan seragam, harus kepada galeri yang berizin. Seperti yang diaktakannya sebagai berikut:
“Izin HO juga jadi syarat kalau dari instansi atau pegawai negeri mau beli seragam, kan harus beli ke toko yang berizin mbak” Wawancara Jumat,
12 Agustus 2016 “Kalau dulu order cat apa malam gitu tapi ya ga delivery kaya sekarang
ini, dulu ya ambil-ambil gitu. Kain itu ambilnya dari Solo, tapi sekarang juga udah ada yang bagus ko, di pabrik Medari situ sih” Wawancara
Jumat, 12 Agustus 2016
Kesempatan kerja yang dimiliki informan I dapat dikatakan cukup terbuka lebar. Seperti penuturannya, informan I merupakan cucu pertama, dan sudah
dikader sejak umur 18 tahun untuk terjun dalam bisnis usaha batik milik keluarga. Penuturannya sebagai berikut:
“Jadi kan saya ini cucu pertama yang paling besar, terus ya disuruh bantui juga sama tante-tante saya saya ibu juga. Tapi kan lama kelamana tante itu
ounya kesibukan sendiri karena ada suaminya kan. Jadi ya udha dijalani
aja ini saya kelola gitu tapi tetep bisnis usaha keluarga” Wawancara Jumat, 12 Agustus 2016
3 Proses Pembuatan Keputusan Pada aspek yang ketiga yaitu proses pembuatan keputusan, terdapat beberapa
sub-aspek yaitu mengumpulkan informasi, memahami diri, melakukan pilihan
84
pekerjaan sementara, merencanakan career path dan terakhir adalah berusaha menambah knowledge mengenai karier yang digeluti. Yang pertama kali akan
diungkap adalah hasil penelitian dari informan AP kemudian dilanjutkan dengan informan I.
Pada sub-aspek yang pertama yaitu mengumpulkan informasi, informan AP menyebutkan bahwa AP lebih banyak mengamati kegiatan produksi batik di
rumahnya sejak kecil. AP menuturkan bahwa sejak kecil dari mulai bangun tidur hingga memasuki waktu tidur AP sangat dekat dengan batik. AP melihat
bagaimana kakek dan orang tuanya bekerja dan memproduksi batik dan melihat bagaimana cara memandang selembar kain batik. AP mengaku tidak secara
langsung bertanya mengenai batik, melainkan sebatas menjadi pengamat. Untuk mendapatkan informasi lebih banyak, AP lebih banyak mendapatkannya dari
orang lain. Pada penuturanya, AP menyampaikan sebagai berikut: “Jadi sebetulnya kan saya ini suka mengamati, saya itu pengamat dari
kecil. Saya melihat proses di rumah dalam memproduksi batik” Wawancara Rabu, 10 Agustus 2016
“Saya dapet informasi yang secara langsung itu ya dari banyak orang. Malah ga banyak dari keluarga, kalaau dari keluarga itu saya sebatas
mengamati” Wawancara Rabu, 10 Agustus 2016 “Saya lihat, batik itu dulu ya garment, orang-orang banyak pake batik.
Tapi saya pikir 20-40 tahun kemudian mungkin akan beda. Ya saat ini
buktinya, batik jadi sesuatu hal yang tidak biasa” Wawancara Rabu, 10 Agustus 2016
Pada sub-aspek pemahaman diri, sebelumnya sudah dijelaskan pada aspek yang pertama, sehingga pada sub-aspek tidak dibahas lebih jauh lagi. Beralih pada
sub-aspek yang ketiga yaitu melakukan pilihan pekerjaan sementara. Informan AP
85
menuturkan, bahwa menjadi seorang pengusaha batik bukanlah menjadi mata pencaharian yang utama. Sehingga, informan AP memutuskan untuk memiliki
pekerjaan yang lain yang menurut penuturannya lebih menjanjikan. Penuturannya adalah sebagai berikut:
“Saat ini saya bekerja sebagai seorang konsultan di United Nation Development Program dan juga pengurus POSI DIY. Kalau saya gak
ambil kerjaan lain hanya dari batik saja dengan keadaan pemasaran batik
yang seperti ini, wah saya gak yakin bisa hidup dari itu saja” Wawancara Rabu, 10 Agustus 2016
“Diluar sana orang mikir 40 ribu udah dapet batik, ya batik printing itu gak peduli bener apa engga batiknya. Segmen pasarnya akhirnya menyempit.
Batik saya gak ada yang harganya segitu, paling engga 800 ribu sampai 3 juta. Jadi yak arena itu, saya ga mampu kalau harus bergantung pada batik
saja, saya lebih yakin terhadap karier
saya karena lebih menjanjikan” Wawancara Rabu, 17 Agustus 2016
Selanjutnya, untuk sub-aspek merencanakan career path yaitu mengenai rencana langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam memasuki pekerjaan yang
dipilihnya termasuk dengan studi lanjutannya. Informan AP mengungkapkan bahwa menjadi seorang pengusaha batik memang sudah direncanakannya sejak
dulu karena merupakan amanah dari orang tuanya. Selain itu, bagi AP meneruskan usaha batik merupakan sebuah cara untuk melestarikan budaya jawa
yang harus dipertahankan. Namun, AP memiliki career path lain yaitu berkarier di bidang yang digelutinya sebagai seorang konsultan di UNDP. Saat masa
sekolah dan menentukan studi lanjutan perguruan tinggi, AP memilih program studi Arkeologi sebagai ekspresi minat belajarnya yang menyukai traveling.
Baginya, menjadi seorang Arkeolog dapat memenuhi kegemarannya traveling. Kegemarannya menyelam juga membuahkan hasil yang membuatnya kemudian
mendapatkan kesempatan untuk sekolah Federal Emergency Management Agency
86
di USA yang kemudian mendorongnya menjadi seorang konsultan di UNDP. Dari keseluruhan pekerjaan yang dimilikinya saat ini, AP merasa sangat menikmati
pekerjaannya sebagai seorang konsultan Berikut merupakan cuplikan hasil wawacara bersama informan AP mengenai hal terkait:
“Sejak kecil saya sadar kalau saya hanya diam di rumah, saya pasti disuruh-suruh ya ngurus batik juga. Makanya saya lebih suka ada di luar,
saya cari pengalaman baru di luar, biar pengetahuan saya ga hanya sebatas batik saja. Saya banyak bersosialisasi di luar agar pengetahuan saya tidak
hanya sebatas pagar rumah saja” Wawancara Rabu, 10 Agustus 2016 “Saya lulusan Gajah Mada fakultas Sastra jurusan Purbakala. Jadi saya ini
seorang arkeolog. Ya karena saya suka jalan-jalan. Pekerjaan Arkeolog kan gitu, jalan-jalan terus meneliti sebuah bangunan atau prasasti dan
tinggalan-tinggalan lainnya. Jadi ya saya dulu sekolah ini biar bisa jalan- jalan juga kan enak, kalau batik ya dulu mikirnya gimana ya. Lebih
menjanjikan kalau berkarier lain gitu rasanya.
” Wawancara Rabu, 10 Agustus 2016
Pada sub-aspek yang terakhir yaitu berusaha menambah knowledge tentang karier yang digeluti. Pada penyataan yang diberikan oleh informan, diketahui
bahwa diawal informan menggeluti usaha batik tidak dikhususkan belajar mengenai batik kepada orang tua bahkan kakeknya, informan lebih banyak belajar
secara otodidak dengan melihat serta mengamati prosesnya. Namun, saat ini saat sudah benar-benar tidak ada yang meneruskan usaha batik kecuali informan dan
istrinya, informan banyak menambah wawasan batik dengan mengikuti pertemuan yang biasa dilaksanakan satu bulan sekali bersama sebuah organisasi pecinta batik
bernama Sekar Jagad, selain itu juga informan banyak membaca referensi mengenai batik melalui buku-buku yang dimiliki ayah informan semasa hidupnya.
Berikut merupakan cuplikan hasil wawancara dengan informan:
87
“Saya itu ga belajar khusus ke batik. Jadi saya sebetulnya tau batik itu ya otodidak, saya sering melihat. Jadi sebetulya saya itu pengam
at dari kecil” Wawancara Rabu, 10 Agustus 2016
“Ini buku saya dapatkan dari penulisnya langsung, ketuanya Sekar Jagad. Di dalem sini juga ada batiknya bapak, dijadikan contoh batik-batik yang pakem dan
memang batik asli Jogja. Saya juga banyak kenal moti f batik dari sini”
Wawancara Rabu, 17 Agustus 2016 Berlaih pada informan kedua, yaitu informan I mengungkapkan mengenai
aspek proses pengambilan keputusan. Pada sub-aspek yang pertama yaitu mengenai pengumpulan informasi mengenai karier, informan I mengatakan
bahwa dia mendapatkan informasi mengenai karier yang akan digelutinya dengan terjun langsung pada pekerjaan keluarganya sebagai pengusaha batik di umurnya
yang mulai menginjak 18 tahun hingga kuliah. Hal tersebut diakui oleh informan I merupakan permintaan langsung dari sang nenek yang menginginkan cucu
pertamanya ikut terjun dalam usaha keluarga. Informan I mengakui bahwa setelah menjadi pengurus dari usaha batik keluarga secara official, informan tidak
pernah membaca buku-buku tentang batik. Karena baginya, yang maish membaca buku mengenai batik adalah pemula, sedangkan untuk teori dan praktek membuat
batik, informan I mengakui sudah dapat melakukannya. Berikut merupakan penuturannya:
“Jadi saya memang diminta langsung oleh nenek saya untuk bantu-bantu waktu umur 18 tahun itu, ya saya belajar secara langsung sejak saat itu”
Wawancara Jumat 12 Agustus 2016
Beralih pada sub-aspek memahami diri sendiri, sudah diungkapkan pada aspek yang pertama kali sudah diungkapkan oleh peneliti. Beranjak pada sub-aspek
yang ketiga yaitu melakukan pilihan pekerjaan sementara, informan I
88
mengungkapkan bahwa belum pernah mencoba bekerja di tempat lain, karena sejak lulus kuliah benar-benar concern untuk membantu usaha keluarga.
“Wah, engga, saya dari kuliah udah bantu. Dari umur 18 malah sudah ngurus-
ngurus, malah disuruh beli obat, batik juga” Wawancara Jumat, 12 Agustus 2016
“Nenek itu dulu bilang ya daripada kerja di orang mending nerusin usaha keluarga aja gausah pusing cari kerja” Wawancara Jumat, 12 Agustus
2016
Sedangkan penuturannya mengenai perencanaan career path yang akan dijalaninya, diungkapkan bahwa dalam melakukan langkah-langkah yang
dijalaninya untuk menempuh karier yang dipilih sama sekali belum diketahui dan terpikirkan sebelumnya. Informan I mengaku tidak memiliki program apapun,
sebatas menjalani usaha keluarganya saja saat memutuskan untuk mengurus usaha tersebut dan menambah beberapa pengrajin agar dapat terpenuhi stok yang banyak
untuk kemudian dijual. Informan I juga belum memiliki gambaran mengenai cita- cita galeri batiknya karena masih milik keluarga besar. Informan I juga
mengungkapkan bahwa belum akan memperbesar bisnis dengan memiliki cabang, dikarenakan produksi yang manual. Berikut merupakan penuturannya:
“Sejak saya diminta untuk meneuruskan usaha ini, bahkan jauh sebelum itu, dari awal saya bantu-bantu juga saya gak punya bayangan buat usaha
ini kedepannya. Karena memang gak ada program apapun. Ya dijalani saja, eh ternyata makin rame, saya ya nambah-nambah pengrajin aja biar
bisa ngelembur sampe stok banyak gini” Wawancara Jumat, 12 Agustus 2016
“Wah saya ga ada cita-cita buat usaha ini, soalnya usaha punya keluarga besar, jadi saya gaboleh ambil langkah sendiri” Wawancara Jumat, 12
Agustus 2016 “Saya belum ada ide buka cabang karena masih manual produksinya jadi
ga begitu banyak hasilnya” Wawancara Jumat, 12 Agustus 2016
89
Sub-aspek yang terakhir adalah berusaha menambah knowledge tentang karier yang digeluti, pada pernyataan informan I, diungkapkan bahwa informan I tidak
membaca buku-buku pengetahuan mengenai batik karena baginya, yang membaca buku mengenai pengetahuan batik adalah seorang pemula. Namun untuk motif,
memang banyak dipelajari dengan belajar dari motif kain batik lain dengan cara diadopsi dan dikombnasikan. Selain itu, informan juga mempelajari cara transaksi
lain yang bisa dilakukan untuk membeli batik di galerinya dengan mengusahakan mesin EDC. Penuturanya sebagai berikut:
“Duh saya malah gapenrah baca-baca buku kaya gitu, soalnya kan tiap hari udah saya kerjakan, kalau baca-baca kaya gitu mah itu pemula gitu,
soalnya saya kan udah tau prosesnya. Ya paling kalau motif baru saya baru
ulik gitu” Wawancara Rabu, 31 Agustus 2016 “Ada lagi motif-motif yang baru gitu, saya baisanya beli kain baru yang
motifnya emang belum ada di toko, terus nanti saya tanya ke pegawai saya bisa ngerjain apa engga, paling nanti ya
dicoba begitu” Wawancara Jumat 12 Agustus 2016
“Saya dulu benar-benar mengusahakan mesin EDC ini mbak, dulu susah saya perjuanginnya ke BCA, awalnya saya harus bayar punya mesin EDC
ini, dulu ya ga dipercaya masa di desa punya mesin EDC, tapi sekarang ka
n enak jadi udah dipercaya gitu” Wawancara Jumat 12 Agustus 2016 Dari aspek proses pengambilan keputusan yang ditelti, memang terdapat
kemiripan yaitu karena usaha keluarga yang dijalani memang dibutuhkan regenerasi, dan mayoritas pengamilan keputusan memang diambil karena alasan
keluarga. 4 Model-model Pola Hidup
Pada model pola hidup, lebih diungkapkan mengenai bagaimana pola interkasi orang tua kepada anak. Pola Interaksi orang tua kepada AP, tergolong
90
memberikan perlindungan berlebihan, hanya memberi sedikit kebebasan pribadi kepada AP namun tetap memenuhi kebutuhan anak. Seperti yang dungkapkan
oleh AP bahwa dia termamsuk sangat di-protect oleh orang tuanya. Bahkan untuk sekedar berenang, dilarang oleh orang tuanya. Selain itu juga AP mengungkapkan
bahwa pernah mengalami stress tinggi yang menyebabkan sering mencuri waktu untuk melakukan hal-hal yang disukainya. AP juga mengungkapkan bahwa
bapaknya sangat perhatian terhadap pendidikan dan pergaulannya. Bahkan untuk urusan pendidikan, AP menuturkan ibunya sering menungguinya saat belajar yang
menyebabkan AP tertekan. Berikut merupakan penuturannya: “Saya waktu kecil termasuk sangat di-protect. Saya bahkan dulu gak
dibolehin berenang, tapi saya curi-curi waktu buat berenang di sungai. Saya pernah dibelii sepeda tanpa saya minta, terus saya pake buay
sepedaan sampe parangtritis waktu SD” Wawancara Rabu, 10 Agustus 2016
“Saya waktu kecil pernah punya stress tinggi. Gara-gara disuruh belajar ditungguin juga itu kalau saya belajar, malah tambah stress kan saya.
Makanya ya saya suka nakal curi0-curi waktu. Saya gamau ada dirumah terus, karena saya yakin tiap hari itu ada yang baru tapi bukan dirumah,
dan banyak yang bisa dipelajari” Wawancara Rabu 10 Agustus 2016 “Kalau secara kebutuhan ya sangat terpenuhi, meskipun saya keluar sampe
jam berapa, sepedahan kemana, tetep kalau baru sampai rumah yang ditanya sudah makan atau belum, dan sepeda saya juga gak minta, ya ada
aja begitu” Wawancara Rabu, 10 Agustus 2016 Sedangkan informan I mengungkapkan bahwa, interaksi orang tua kepada
anak tergolong memberikan perhatian yang hangat pada anak dan membantu membuat renacana masa depan serta mendorong anak agar menjadi mandiri.
Penuturannya mengungkapkan bahwa mengarahkan agar kenal dan mau meneruskan keluarga dengan disuruh untuk membantu pekerjaan di galeri barik.
Selain itu juga sejak SMA, informan I memang sudah tinggal sendiri di kosan saat
91
menempuh sekolah di Yogyakarta, sehingga menurut informan I hal tersebut menjadi bekal yang membangunnya menjadi mandiri. Seperti yang diungkapkan
oleh informan I sebagai berikut: “Dulu ya diarahin buat bantu-bantu di toko terus ya lulus kuliah mau cari
kerja malah suruh disini aja ngelanjutin kan, sampe akhirnya jadi mata pencaharian” Wawancara Jumat, 12 Agustus 2016
“Orang tua ya ngebebasin aja saya mau usaha apa yang penting usaha sendiri. Dulu juga saya eprnah nyablon, tapi lagi libur karena tukangnya
meninggl itu loh” Wawancara Jumat, 12 Agustus 2016 “Ya jaman dulu dari SMA itu saya ngekos udah punyauang saku juga, beli
makan sendiri gitu. Ya belajar mandiri” Wawancara Rabu, 31 Agustus 2016
“Orang tua saya sih setuju-setuju aja. Paling nanya ke sekolah gitu terus ngurus biayanya” Wawancara Rabu, 31 Agustus 2016
Dari keterangan kedua informan memang terdapat perbedaan interaksi orang tua terhadap anak.
5 Model-model Karier Pada model-model karier diungkap siapa orang yang menginspirasi informan
dalam berkarier. Informan AP mengatakan bahwa dalam berkarier banyak terilhami dari eyangnya. Dalam penuturannya, AP mengatakan bahwa kakeknya
tidak pernah menyombongkan diri akan karya atau hasil kerjanya. Kakeknya juga lebih menyukai bekerja dibalik layar sama seperti informan AP saat ini. Relasi
yang dimiliki sang kakek juga banyak diketahui dengan banyaknya teman yang sering berkunjung ke rumah. Berikut merupakan penuturannya:
“Yang saya tauladani dari eyang saya itu dia adalah orang jawa dan bertindak sebagai orang jawa. Dan eyang saya itu kalau mengerjakan
sesuatu tidak pernah menyombongkan diri dengan mengatakan banyak karya atau hasil kerjanya. Maka dari itu saya jadi lebih suka bertindak
dibalik layar dalam beberapa hal penting. Eyang saya itu gak sombong,
92
banyak sebenarnya sistem di Jogjakarta ini yang memiliki campur tangan eyang, tapi beliau tidak pernah sombong. Itu yang paling saya tauladani”
Wawancara Rabu, 17 Agustus 2016
Berlaih pada informan I yang mengungkapkan mengenai modelnya dalam berkarier. Informan I sebelumnya mengungkapkan bahwa menjalani usaha ini
dengan sangat kekeluargaan dan santai. Keputusannya menjadi seorang wirausaha juga dikarenakan jam kerja yang memang fleksibel. Begitu juga dengan model
karier nya yang banyak terinspirasi dari sang ayah. Pada penuturannya, sang ayah menginspirasinya bahwa kaya hati adalah yang terpenting dibanding dengan kaya
harta. Kaya sahabat dan keluarga juga lebih berarti daripada harta. Sehingga usaha keluarga yang dijalaninya memang sangat kekeluargaan. Bagianya, jika hanya
mengejar harta maka selamanya tidak akan puas. Sedangkan kebahagiaan mutlak adanya, sehingga menururtnya jika hanya mengumpulkan harta tanpa bisa
menikmatinya hanya akan muncul kesedihan belaka. Seperti apda penuturannya sebagai berikut:
“Bapak saya pernah bilang, orang kaya itu gausah kaya harta, tapi kaya hati itu yang terpenting, kaya saudara, kaya sahabat, itu harta sesunggunya
yang melebihi uang menurut saya. Kalau orang kaya uang itu ga pernah puas, ya bapak saya ga terlalu matrealistis sih mbak. Yang penting itu
hidup bahagia dimanapun, malah sakit to kalau ngumpul-ngumpulin harta
tapi gak sempet nikmatin. Kan malah sedih” Wawancara Rabu, 31 Agustus 2016
Penuturan dari keduanya sama-sama model karier yang muncul adalah dari keluarga generasi sebelumnya.
Dari hasil penelitian yang diasajikan oleh peneliti, jika dituangkan kedalam tabel sesuai dengan aspek yang diungkap antara kedua informan adalah sebagai
berikut:
93
Tabel 7. Aspek Pemahaman Diri Nama
Inisial Sub-Aspek Pemahaman Diri
Bakat Minat
Nila-nilai AP
Seorang pemikir atau konseptor
Traveling, budaya Jawa dan menyelam
Nilai Budaya I
Berwirausaha Bidang Ekonomi
Nilai Ekonomi
Tabel 8. Aspek Pemahaman Lingkungan dan Dunia Kerja Nama
Inisial Sub-Aspek Pemahaman Lingkungan dan Dunia Kerja
Persyaratan penerimaan kerja Sifat suatu lapangan
AP Memiliki pemahaman terhadap
budaya and paham mengenai filosofi dari selembar kain batik
sehingga dapat memproduksi kain
batik dengan
lebih bermakna
Mengetahui sifat
lapangan dengan
cara melihat
dan mengobservasi
sejak kecil.
Setiap kain
dibuat dengan
ketelatenan dan detail yang baik karena diutamakan keindahan
dari sebuah
kain, sehingga
pekerjaannya membutuhkan
ketelitian tingkat tinggi.
I Memiliki kemampuan untuk
meneruskan usaha
keluarga secara kekeluargaan dan mau
konsisten untuk
mengerjakannya Mengetahui sifat suatu lapangan
dari mengamati sejak kecil. Informan
menuturkan sifat
lapangan pada usaha keluarganya sangat fleksibel dan luwes.
Tabel 9. Aspek Pemahaman Lingkungan dan Dunia Kerja Nama
Inisial Sub-Aspek Pemahaman Lingkungan dan Dunia Kerja
Situasi pekerjaan Masa depan pekerjaan
AP Mengetahui
situasi secara
langsung dengan mengamati dan mengobservasi kegiatan
produksi di rumah. Batik bukanlah hal yang biasa
karena merupakan
kerajinan yang memiliki nilai keindahan
dan history. Namun sadar akan masa
depan batik
yang diproduksinya
tidak dapat
diandalkan sebagai
sumber penghasilan
keluarganya,
94
terutama batik yang dibuatnya merupakan batik tulis halus yang
harga jualnya
mahal dan
pemasarannya menyempit.
I Mengetahui situasi pekerjaan
sejak kecil
dan mulai
berkecimpung secara angsung sejak usia 18 tahun. Situasi
pekerjaan di
usaha batik
keluarganya diketahui sangat santai dan kekeluargaan
Belum mengetahui sama sekali mengenai masa depan dari usaha
batik
keluarganya, yang
diketahuinya sat itu hanyalah harus tetap menjalaninya.
Tabel 10. Aspek Pemahaman Lingkungan dan Dunia Kerja Nama
Inisial Sub-Aspek Pemahaman Lingkungan dan Dunia Kerja
Organisasi Gaya hidup
AP Mengetahui berbagai macam
organisasi dari mengamati dan juga
paham bahwa
secara otomatis
akan mengikuti
beberapa organisasi
yang sebelumnya
diikuti oleh
generasi sebelumnya,
yaitu organisasi Sekar Jagad dan
GKBI Informan menyadari jika hanya
mengandalakan usaha batik tulis miliknya, gaya hidupnya tidak
akan terpenuhi dan tersokong dengan baik.
I Informan
mengakui tidak
mengetahui dan
mengikuti organisasi
yang menaungi
pelaku usaha batik. Karena menururtnya, meskipun desa
tempat tinggalnya adalah desa wisata
batik, namun
kemunculan usaha
batik miliknya lebih dulu daripada
organisasi di
desa batik
tersebut. Gaya
hidup yang
akan dijalaninya saat mengurus usaha
batik keluarga
sudah dibayangkanya
sejak lama.
Baginya, menjadi
seorang wirausaha berarti memiliki waktu
yang fleksibel sehingga sangat menyenangkan. Karena ketika
informan merasa bosan dengan pekerjaannya,
informan bisa
mengambil waktu
liburan kapanpun dikehendakinya.
Tabel 11. Aspek Pemahaman Lingkungan dan Dunia Kerja Nama
Sub-Aspek Pemahaman Lingkungan dan Dunia Kerja
95
Inisial Sosial ekonomi keluarga
Lingkungan hidup
AP Secara financial, usaha yang
dijalani keluarganya
kacau disebabkan omset batik yang
turun. Namun secara sosial, hubungannya
selalu baik
dengan relasi-relasi
yang memang
sudah dibangun
sebelumnya Dampak lingkungan hidup sudah
diketahuinya sejak kecil. Batik tulis
produksinya memakai
warna alam
yang tidak
menimbulkan limbah berbahaya sehingga tidak ada kekhawatiran
dalam memproduksi
batik ataupun
complain dari
masyarakat mengenai limbah.
I Informan
menyadari bahwa
secara sosial, usaha keluarganya memang
akan memberikan
banyak dampak positif terhadap warga sekaitar karena banyak
pegawai yang direkrut dari tetenagganya
juga memiliki
image baik diantara warga desanya.
Sedangkan secara
ekonomi keluarga, informan sama
sekali tidak
dapat memperkirakaan
berapa keuntungan
yang akan
didapatkan dengan meneruskan usaha batik, namun informan
selalu berusaha optimal dalam menjual abrang dagangan.
Sejak dulu, informan mengetahui bahwa produksi batik miliknya
menghasilan
limbah kima.
Namun menurut penuturannya, limbah yang dihasilkan dari hasil
produksi kemudian beri obat agar tidak berbahaya bagi lingkungan.
Selanjutnya juga selalu mengurus izin gangguan kepada warga
sekitar yang selalu diperbaharui setiap lima tahun sekali.
Selain itu juga informan bahkan saat
pengurus generasi
sebelumnya mengizinkan
kegiatan instansi
ataupun lembaga-lembaga yang memang
ingin melakukan tour di galeri batik miliknya.
Tabel 12. Aspek Pemahaman Lingkungan dan Dunia Kerja Nama
Inisial Sub-Aspek Pemahaman Lingkungan dan Dunia Kerja
Relasi Kesempatan Kerja
AP
96
Informan sangat
paham menganai relasi yang terjalin,
sehinga tidak kebingungan saat harus meneruskan usaha batik
keluarga. relasi yang dipahami terutama
dalam mengambil
berbagai bahan mentah untuk pembuatan batik.
Bagi informan, kesempatan kerja untuk meneruskan usaha batik
kelaurga tidak
sulit karena
langsung diamanatkan
oleh generasi sebelumnya, menururt
AP amanah
itu muncul
berdasarkan penilaian
terhadapnya dan
diakuinya bahwa informan memang sudah
dikader sejak
kecil untuk
meneruskan usaha
batik keluarga.
I Relasi usaha batik miliknya
dengan para pemasok barang mentah untuk memproduksi
kain sudah diketahuinya sejak membantu
mengurus usaha
batik keluarga di umur 18 tahun. Hingga saat ini, menurut
penuturannya masih terjalin
dengan baik antara dia dan relasi pemasok barang mentah
tersebut. Selain itu, informan juga
membangun koneksi
dengan instansi-instansi dan lembaga-lembaga
sebagai upaya
pemasaran batik
miliknya. Kesempatan untuk meneruskan
usaha batik
keluarga diketahuinya
memang sangat
terbuka, karena
informan merupakan cucu pertama dan
sudah dikader sejak kecil oleh nenek dan ibunya. Selain itu, di
umur 18 tahun juga sudah terjun langsung pada usaha batik milik
keluarganya.
Pada aspek proses pembuatan keputusan, terdapat sub-aspek memahami diri, karena aspek tersebut sudah diulas sebelumnya, maka tidak akan diulas untuk
kedua kalinya guna efektivitas penulisan dan hasil penelitian ini. Berikut merupakan hasil penelitian dari proses pembuatan keputusan:
Tabel 13. Aspek Proses Pembuatan Keputusan Nama
Inisial Sub-Aspek Proses Pembuatan Keputusan
Mengumpulkan Informasi Melakukan Pilihan Pekerjaan
97
Sementara
AP Infomasi
mengenai pekerjaannya sebaga penerus
usaha batik
keluarga diketahuinya dengan banyak
mengamati kegiatan produksi batik di rumahnya sejak kecil.
AP banyak menjadi seorang pengamat dan banyak bertanya
pada orang-orang AP
melakukan pepilihan
pekerjaan sementara
menjadi seorang
konsultan yang
kemudian malah menjadikannya sebagai pekerjaan utama yang
lebih menjanjikan
secara financial.
I Infroman
mendapatkan informasi
dengan terjun
langsung pada
pekerjaan keluarganya sebagai pengusaha
batik di
umurnya yang
menginjak 18 tahun. Namun diakui oleh informan, bahwa
tidka pernah membaca buku- buku mengenai batik karena
menururtnya
hal tersebut
hanyalah dilakukan
oleh pemula. Sedangkan dia sudah
mengetahui bagaiaman teori dan praktek pembuatan batik.
Informan mengungkapkan bahwa belum pernah mencoba untuk
bekerja di tempat lain, karena sejak lulus kuliah benar-benar
konsentrasi
untuk membantu
usaha keluarga dan diminta secara langsung untuk mengurus
usaha tesebut. Adapun hal yang dilakukan sebelum secara official
meneruskan usaha keluarga yaitu membuat kreasi dompet dari kain
tradisional
untuk kemudian
dijual, itupun
menururt penuturannya
silakukan bersamaan dengan meneruskan
usaha batik keluarganya.
Tabel 14. Aspek Proses Pembuatan Keputusan Nama
Inisial Sub-Aspek Proses Pembuatan Keputusan
Merencanakan Career Path Berusaha Menambah Knowledge
mengenai karier
AP Meneruskan
usaha batik
keluarga memang
sudah menjadi rencananya sejak dulu
karena merupakan amanah yang sudah diberikan. Sedangkan
untuk
karier yang
diutamakannya sebagai
konsultan juga
sudah Informan diketahui selalu meng-
update pengetahuan batuk dari bartanya kepada orang-orang dan
juga
membaca buku
yang diterbitkan
oleh salah
satu pemrakarsa
organisasi Sekar
Jagad mengenai berbagi motif batik nusantara. Informasi baru
98
dirancangny sejak dahulu. AP memutuskan untuk mengambil
sekolah lanjutan dan kemudian lebih concern pada bidang
yang
digelutinya sambil
meneruskan usaha keluarganya agar tidak mati termakan zaman
dan tetap bisa melestarikan batik sebagai warisan budaya
Jawa. yang didapatkan juga informan
gali melalui pertemuan bulanan organisasi Sekar Jagad yang
banyak mendiskusikan mengenai batik.
I Dalam
melakukan langkah-
langkah yang dijalaninya untuk menempuh karier yang dipilih
sama sekali belum diketahui dan tidak direncanakan bahkan
terpikirkan
sebelumnya. Informan I juga mengaku, saat
menjalani usaha keluarga tidak memiliki program atau cita-cita
apapun
untuk galeri
batik miliknya,
sebatas menjalani
usaha keluarga saja. Namun ada upaya
untuk menambah
pengrajin demi
memenuhi pesanan batik.
Informan tidak secara khusus membaca berbagai pengetahuan
tentang batik. Namun, informan selalu
meng-update pengetahuannya mengenai motif.
Informan I banyak belajar motif dari kain-kain batik yang baru
ditemukannya untuk kemudian diadaptasi dan dikombinasikan
dengan
motif-motif batik
miliknya. Sehingga,
menurut penuturannya, ragam motif yang
ada di galeri batiknya akan banyak dan unik. Selain itu,
informan
I banyak
belajar mengenai cara transaksi yang
bisa dilakukan untuk membeli batik di galerinya menggunakan
mesin EDC.
Tabel 15. Aspek Model-Model Pola Hidup Nama
Inisial Sub-Aspek Model-Model Pola Hidup
AP Pola interaski orang tua kepada AP sesuai dengan penuturan
informan tergolong memberikan perlindungan berlebihan, hanya memberi sedikit kebebasan pada AP namun juga tetap memenuhi
kebutuhan AP. Menurutnya, dia sangat di-protect oleh orang tuanya. Bahkan saat belajar, orang tuanya sering menungguinya
sampai selesai.
I Interaksi orang tua yang dirasakan oleh informan I sejak kecil
99
diungkapkan sangat memberikan perhatian yang hangat, juga memberikan masukan-masukan untuk masa depannya terutama
memberikan pengertian dalam meneruskan usaha batik keluarga. Sejak SMA, informan I sudah diajari untuk menjadi seseorang yang
mandiri dengan memberikan izin sekolah di Jogja dan menjadi anak kos
Tabel 16. Aspek Model-Model Karier Nama
Inisial Sub-Aspek Model-Model Karier
AP Informan AP banyak menceritakan bahwa kakeknya sangat dia
tauladani. Dalam penuturannya, AP mengatakan kakeknya tidak pernah menyombongkan diri akan karya atau ahsil kerjanya.
Kakeknya memang lebih sering bekerja di balik layar namun tetap memiliki relasi yang banyak.
I Informan
I mengungkapkan
bahwa sang
ayah banyak
mengilhaminya dalam bekerja. Teruatama bekerja secara santai dan tidak terlalu ambisius akan uang, namun yang terpenting adalah
kebahagiaan dan bisa menikmati hasil kerja. Informan I melihat ayahnya bersahaja dan sangat fleksibel.