Konsep Sosial-Budaya di Masyarakat

commit to user 39 Berkaitan dengan ini, Teeuw 1984: 18 mengemukakan ada empat cara yang mungkin dilalui, yaitu: a afirmasi, melalui norma yang sudah ada; b restorasi, sebagai ungkapan kerinduan pada norma yang sudah usang; c negasi, dengan mengadakan pemberontakan terhadap norma yang sedang beralaku; d inovasi, dengan mengadakan pembaharuan terhadap norma yang ada. Berkenaan antara sosiologi dan sastra tampaknya Swingewood dalam Faruk, 1994: 15 mempunyai cara pandang bahwa suatu jagat yang merupakan tumpuan kecemasan, harapan, dan aspirasi manusia, karena di samping sebagai makhluk sosial budaya akan sangat sarat termuat dalam karya sastra. Hal inilah yang menjadi bahan kajian dalam telaah sosiologi sastra.

6. Konsep Sosial-Budaya di Masyarakat

Koentjaraningrat 2000: 14 menyatakan bahwa masyarakat merupakan sekelompok manusia yang saling interaksi satu dengan lainnya. Perlu diperhatikan bahwa tidak semua kesatuan manusia yang bergaul dan berinteraksi itu merupakan masyarakat karena suatu masyarakat harus mempunyai ikatan lain yang khusus. Adapun ikatan yang dapat membentuk kesatuan menjadi masyarakat, yaitu pola tingkah laku yang khas mengenai semua faktor kehidupan dalam batas kesatuan itu. Pola itu harus bersifat mantap dan kontinu. Dengan perkataan lain, pola khas itu harus sudah menjadi adat istiadat yang khas. Berkaitan dengan pengertian masyarakat, secara khusus Koentjaraningrat 2000: 17 merumuskan bahwa masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang commit to user 40 berinteraksi memorial suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu dan terikat oleh rasa identitas bersama. Berdasarkan pendapat di atas, disimpulkan bahwa konsep sosial dan budaya di masyarakat adalah segala sesuatu yang mengenai masyarakat beserta tindakan untuk kepentingan khalayak umum berjalan menurut pola dan nilai masyarakat yang berlaku. Dalam kaitannya dengan sosiologi sastra, pada prinsipnya karya sastra selalu dikaitkan dengan proses penciptaan karya sastra tersebut, keberadaan karya sastra, serta peranan karya sastra dengan realitas sosial. Karya sastra tidak dapat dilepaskan dari lembaga-lembaga sosial, agama, politik, keluarga, dan pendidikan, atau sosial-budaya. Hal ini karena pengarang mempunyai latar belakang sosial budaya pada saat dia menciptakan karya sastra itu Nani Tuloli, 2000: 62 Sejalan dengan uraian di atas, cerpen merupakan salah satu bentuk dokumentasi sosio-budaya dalam masyarakat. Dengan mengkaji satu unsur dari dalam karya sastra tersebut dapat dihubungkan dengan suatu unsur sosio-budaya yang telah dipindahkan oleh pengarangnya. Misalnya unsur ”kafe dan bir” dalam kumpulan cerpen 9 da ri Nadira yang mewakiliki unsur budaya modern, khususnya kehidupan metropolis. Unsur sosio-budaya dalam karya sastra juga dapat mengambil satu citra tentang sesuatu, misalnya perempuan, laki-laki, pendidikan, orang asing, tempat tinggal, adattradisi, dunia modern, dan lain-lain dalam satu atau lebih karya sastra. Citra ini bisa diangkat dari tema atau motif, lalu citra tersebut dikaitkan dengan sosio-budaya Retno, 2009: 168-169. Suatu karya sastra cerpen dapat commit to user 41 dilihat sebagai dokumentasi sosio-budaya dengan mengambil citra yang telah disebutkan di atas. Dalam kaitannya dengan teori ini, kumpulan cerpen 9 da ri Na dira yang menyuguhkan citra tokoh perempuan yang menonjol dalam dikaitkan dengan sosi-budaya. Selain hal yang disebutkan di atas, pengarang dan latar belakang sosio- budayanya dapat dikaitkan dengan proses penciptaan karya sastra. Latar belakang seseorang sebelum menjadi pengarang, misalnya pengarang dari daerah tertentu dan lingkungan keluarga tertentu dengan pekerjaan tertentu. Faktor pendidikan sering pula sangat berpengaruh bagi seorang pengarang. Hal ini tentu setiap pengarang dengan latar pendidikan tertentu, akan menentukan kecenderungan yang berbeda dalam memilih tema dan kualitas karyanya. Dengan pertimbangan bahwa karya sastra diciptakan dengan memasukkan aspek-aspek sosial, maka karya sastra mampu menampilkan dunia kehidupan lain yang berbeda dengan dunia kehidupan sehari-hari. Karya sastra diberikan kemungkinan yang sangat luas untuk mengakses emosi, obsesi, dan berbagai kecenderungan yang tidak mungkin tercapai dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kaitannya dengan ilmi sosiologi sastra, maka yang terlibat di dalamnya adalah ilmu sosiologi dan sastra. Selain itu, karya sastra juga memasukkan aspek-aspek kebudayaan yang lain. Ketika seorang pengarang menciptakan karya sastra, maka sudah disebut sebagai wujud kebudayaan. Menurut Koentjaraningrat 2000: 18 kebudayaan dengan kata dasar buda ya berasal dari bahasa Sanskerta ”buddhayah”, yaitu bentuk jamak dari ”buddhi” yang berarti budi atau akal. Jadi, Koentjaraningrat mendefinisikan budaya sebagai commit to user 42 ”daya budi” yang berupa cipta, karsa, dan rasa, sedangkan kebudayaan adalah hasil cipta, karsa, dan rasa tersebut. Lebih lanjut Koentjaraningrat menjelaskan bahwa kebudayaan atau disingkat budaya merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Di pihak lain, Clifford Geertz dalam Irwan, 2006: 1 mengatakan bahwa kebudayaan merupakan sistem mengenai konsepsi-konsepsi yang diwariskan dalam bentuk simbolik, yang dengan cara ini manusia dapat berkomunikasi, melestarikan, dan mengembangkan pengetahuan dan sikapnya terhadap kehidupan. Lebih sepesifik lagi, E. B Taylor dalam Elly Setiadi, 2006: 27 mengartikan kebudayaan sebagai keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, kemampuan yang lain, serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Berpijak dari beberapa pendapat di atas, disimpulkan bahwa kebudayaan atau budaya merupakan sebuah sistem, dimana sistem itu terbentuk dari perilaku, baik itu perilaku badan maupun pikiran. Hal ini berkaitan erat dengan adanya gerak dari masyarakat, dimana pergerakan yang dinamis dan dalam kurun waktu tertentu akan menghasilkan sebuah tatanan ataupun sistem tersendiri dalam kumpulan masyarakat. J. J. Honigmann dalam Koentjaraningrat, 2000: 7 membedakan adanya tiga gejala kebudayaan, yaitu: 1 idea s , 2 a ctivitie s, dan 3 a rtifa ct . Gejala tersebut diperjelas oleh Koentjaraningrat yang mengistilahkannya dengan tiga wujud commit to user 43 kebudayaan sebagai berikut: 1 wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan, dan sebagainya; 2 wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat; dan 3 wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia Koentjaraningrat, 2000: 8. Ketiga wujud kebudayaan sebagaimana dijelaskan Koentjaraningrat di atas, dapat diuraiakan bahwa wujud pertama adalah wujud ideal dari kebudayaan yang bersifat abstrak, tak dapat diraba, dan tempatnya di alam pikiran warga masyarakat di mana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup. Kebudayaan ideal berfungsi sebagai pengatur, pengendali, dan pemberi arah pada kelakuan dan perbuatan manusia di masyarakat sebagai sopan santun. Kebudayaan ideal ini bisa juga disebut adat istiadat. Wujud kedua sering disebut sistem sosial, yaitu mengenai kelakuan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri atas aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu dengan yang lain. Wujud ketiga disebut kebudayaan fisik dan bersifat paling konkret. Kebudayaan fisik yang dimiliki atau dihasilkan oleh suatu bangsa harus terlebih dahulu digolong-golongkan menurut tingkatnya masing-masing. Sebagai pangkal penggolong dapat digunakan unsur-unsur kebudayaan yang universal. Unsur-unsur kebudayaan yang universal menurut Koentjaraningrat 2000: 2 adalah sebagai berikut: 1 sistem religi atau upacara keagamaan, 2 sistem dan organisasi kemasyarakatan, 3 sistem pengetahuan, 4 bahasa, 5 kesenian, 6 sistem mata pencaharian hidup, dan 7 sistem teknologi dan peralatan. commit to user 44 Berbagai unsur kebudayaan yang ada dalam masyarakat memiliki fungsi untuk memuaskan suatu rangkaian hasrat atau naluri akan kebutuhan hidup manusia yang disebut ba sic huma n needs . Misalnya, unsur kebudayaan sistem religi atau agama. Unsur ini sangat dibutuhkan oleh manusia, terutama untuk menjawab ketidakberdayaan manusia dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan yang sulit diterima akal. Agama juga berfungsi untuk mengatur kehidupan manusia dalam hubungannya dengan Penciptanya. Sistem pengetahuan berfungsi untuk menjawab kebutuhan manusia akan rasa ingin tahu. Dengan pengetahuan, manusia dapat memenuhi segala macam kebutuhan hidupnya. Unsur lainnya, yaitu peralatan dan perlengkapan hidup manusia yang selanjutnya bisa disebut sebagai teknologi, juga mempunyai fungsi yang sangat penting bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Dengan teknologi, manusia semakin mudah memenuhi segala kebutuhan. Dalam kehidupan, manusia juga memerlukan mata pencaharian atau sistem ekonomi. Dengan mata pencaharian atau sistem ekonomi, manusia dapat memenuhi kebutuhan produksi, distribusi, maupun konsumsi. Sistem kemasyarakatan atau sistem sosial juga diperlukan oleh manusia. Manusia mempunyai kecenderungan untuk berkelompok sehingga mereka membentuk keluarga dan kelompok sosial lainnya yang lebih besar. Adapun unsur bahasa dan unsur kesenian juga sangat dibutuhkan oleh manusia. Tanpa bahasa, baik lisan, tulisan, maupun isyarat, manusia akan mengalami kesulitan untuk berkomunikasi. Dengan kesenian, manusia mampu memenuhi kebutuhan rekreasi atau mampu mengapresiasikan perasaan seninya. commit to user 45

7. Pengertian Nilai