Struktur Cerpen Kajian Teori

commit to user 19 pendek harus mengandung interpretasi pengarang tentang konsepsinya mengenai kehidupan, baik secara langsung maupun tidak langsung. c Sebuah cerita pendek harus menimbulkan perasaan pada pembaca bahwa jalan ceritalah yang pertama- tama menarik perasaan, kemudian menarik pikiran. d Cerita pendek mengandung detail-detail dan insiden-insiden yang dipilih dengan sengaja dan yang bisa menimbulkan pertanyaan-pertanyaan dalam pikiran pembaca.

4. Struktur Cerpen

Kata struktur berasal dari kata struktur , yang mempunyai arti kesatuan yang terdiri atas bagian-bagian yang hanya bermakna dalam totalitas. Sebuah struktur karya sastra harus dilihat sebagai suatu totalitas karena sebuah struktur terbentuk dari serangkaian unsur-unsurnya Piaget, 1995: viii. Artinya, teori strukturalisme ini memberikan porsi perhatian yang cukup besar terhadap analisis unsur-unsur karya. Analisis unsur-unsur tersebut diberlakukan pada setiap karya sastra, baik karya sastra pada jenis yang sama maupun yang berbeda. Sebagaimana dikatakan oleh Teeuw, analisis struktural dilakukan untuk membongkar dan memaparkan secara cermat, teliti, semendetail, dan sedalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua anasir dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh. Secara definitif, strukturalisme berarti paham mengenai unsur-unsur, yaitu struktur itu sendiri dengan mencari antarhubungannya dari tiap-tiap unsur struktural. Di pihak satu, antarhubungan unsur dengan unsur yang lain, sedangkan di pihak lain, hubungan antarunsur dengan totalitasnya. Hubungan tersebut tidak semata-mata bersifat positif, seperti keselarasan, kesesuaian, dan kesepahaman, commit to user 20 tetapi juga bersifat negatif, seperti konflik dan pertentangan Nyoman Kutha Ratna, 2011: 91. Karya sastra merupakan unsur-unsur yang bersistem, antara unsur-unsurnya terjadi hubungan timbal balik yang saling menentukan. Artinya, struktur yang digunakan untuk menunjuk unsur-unsur yang membentuk totalitas pada dasarnya telah mengimplikasikan keterlibatan sistem. Sebuah struktur mempunyai tiga sifat, yaitu totalitas, transformasi, dan pengaturan diri. Totalitas ini dimaksudkan bahwa struktur terbentuk dari serangkaian unsur, tetapi unsur-unsur itu harus tunduk pada kaidah-kaidah yang mencirikan sistem sebagai suatu sistem. Transformasi, dimaksudkan bahwa perubahan-perubahan yang terjadi pada sebuah unsur struktur akan mengakibatkan hubungan antarunsur menjadi berubah pula. Pengaturan diri dimaksudkan bahwa struktur itu dibentuk oleh kaidah-kaidah intrinsik dari hubungan antarunsur yang akan mengatur sendiri apabila ada unsur yang berubah atau hilang Piaget dalam Sangidu, 2004: 16. Unsur pembangun struktur ini, menurut Stanton dalam Retno Winarni, 2009: 12 adalah sebagai berikut. ”Unsur-unsur pembangun struktur itu terdiri atas tema, fakta cerita, dan sarana sastra. 1 Tema adalah makna sebuah cerita yang khusus menerangkan sebagian besar unsurnya dengan cara yang sederhana. 2 Fakta cerita terdiri atas alur, tokoh, dan latar, sedangkan sarana sastra biasanya terdiri atas sudut pandang, gaya bahasa dan suasana, simbol- simbol, imajinasi, serta cara-cara pemilihan judul di dalam karya sastra. 3 Sarana sastra adalah memadukan fakta sastra dengan tema sehingga makna karya sastra itu dapat dipahami dengan jelas terdiri atas sudut pandang, gaya bahasa, suasana, simbol-simbol, imajinasi, dan cara-cara pemilihan judul dalam karya sastra.” commit to user 21 Berkaitan dengan unsur pembangun struktur cerpen di atas, Abrams dalam Siswantoro, 2010: 64 mengatakan secara jelas sebagai berikut. ”Masih ada lagi studi lain, yaitu studi objektif, yang pada dasarnya memandang karya sastra adalah karya yang mencakup diri sendiri, terbebaskan dari faktor-faktor eksternal sebagai rujukan. Sebagai karya yang mencakupi diri sendiri, karya sastra dibangun oleh bagian-bagiannya dan relasi internalnya, sehingga memberi penilaian terhadap karya sastra adalah berdasar kriteria intrinsiknya sebagai unsur-unsur pembentuk struktur.” Sebagai cerita rekaan, cerpen merupakan sebuah struktur yang diorganisasikan oleh unsur-unsur fungsional yang membangun totalitas karya, work of a rt , dari gagasan-gagasan pengarang. Cerpen juga memiliki konvensinya sendiri, yaitu konvensi sastra sesuai ”watak otonom” karya sastra. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Teeuw 2003: 11, bahwa ”Karya sastra merupakan keseluruhan yang bulat, yang berdiri sendiri, yang otonom, serta yang boleh dan yang harus kita pahami dan tafsirkan pada sendirinya, sebuah dunia rekaan yang tugasnya hanya satu saja: patuh-setia pada dirinya sendiri.” Unsur-unsur pembangun cerita rekaan ini memiliki banyak aspek, menurut Hudson dalam Herman J. Waluyo, 2002: 137, bahwa unsur-unsur tersebut meliputi: 1 plot, 2 pelaku, 3 dialog dan karakteristik, 4 setting yang meliputi timing dan a ction , 5 gaya penceritaan style , dan 6 filsafat hidup pengarang. Oleh karenanya, pemahaman terhadap cerita rakaan cerpen sudah seharusnya mempertimbangkan keutuhan struktur karya yang merupakan keutuhan konstruksi ”bangunan karya” dalam jaringan interaksi unsur-unsur naratif sebagai elemen fiksional; yang membangun totalitas karya, pada genrenya, commit to user 22 berdasarkan konvensi sastranya. Demikian pula Jakob Sumardjo 1982: 11 mencantumkan unsur-unsur fiksi cerpen sebagai berikut: 1 plot atau alur, 2 karakter atau penokohan, 3 tema, 4 setting atau latar, 5 suasana, 6 gaya, dan 7 sudut pandang penceritaan. Unsur-unsur tersebut saling terkait, jalin-menjalin, keseluruhan memberi makna pada bagian, serta antara dan keseluruhan juga saling memberi makna. Makna keseluruhan ditentukan oleh bagian-bagian, sebaliknya makna bagian ditentukan oleh keseluruhan. Hal ini senada dengan pendapat Burhan Nurgiyantoro 2002: 68, bahwa unsur-unsur intrinsik dalam karya sastra cerpen meliputi berikut ini. a. Tema Hutagalung dalam Wiyatmi 2009: 18 mengatakan bahwa tema adalah persoalan yang berhasil menduduki tempat dalam cerita dan bukan pikiran pengarang. Penelaah atau pembaca bukan memahami pengarangnya, melainkan karya sastranya. Panuti Sudjiman 1991: 50 juga menyatakan bahwa tema adalah gagasan, ide, atau pikiran yang mendasari suatu karya sastra. Tema kadang- kadang didukung oleh pelukisan data di dalam penokohan. Tema bahkan dapat menjadi faktor yang mengikat peristiwa-peristiwa di dalam alur. Tema dapat dipandang sebagai dasar cerita, gagasan dasar umum sebuah karya sastra cerpen. Pengertian tema, menurut Stanton dalam Wiyatmi, 2009: 10 adalah makna sebuah cerita yang secara khusus menerangkan sebagian besar unsur- unsurnya dengan cara yang sederhana, yang dapat bersinonim dengan ide cerita centra l idea dan tujuan utama centra l purpose . Lebih lanjut Stanton mengatakan, penafsiran tema sebuah karya sastra cerpen seharusnya langsung commit to user 23 didukung oleh penceritaan yang dihasilkannya, sehingga peristiwa konflik, pemikiran, dan unsur-unsur lainnya diusahakan mampu mencerminkan dasar utama dalam membangun karya sastra. Gagasan dasar umum inilah yang telah ditentukan sebelumnya oleh pengarang yang dipergunakan untuk mengembangkan cerita sehingga berbagai peristiwa konflik dan pemilihan berbagai unsur intrinsik yang lain seperti penokohan, pelataran, dan penyudutpandangan diusahakan mencerminkan gagasan dasar umum tersebut Burhan Nurgiyantoro, 2002: 70. b. Plot Plot merupakan suatu rangkaian cerita yang dijalin untuk menggerakkan jalan cerita melalui rumitan ke arah klimaks dan penyelesaian Panuti Sudjiman, 1991: 21. Plot sebuah cerita haruslah bersifat padu, antara peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain, peristiwa yang diceritakan lebih dahulu, kemudian terdapat hubungan sifat yang berkaitan. Rangkaian itu dapat diwujudkan oleh adanya hubungan sebab-akibat. Lebih lanjut, William Kenney 1966: 13-14 menyatakan sebagai berikut. Plot revea ls event to us, not only in their tempora l, but a lso in rela tionships. Plot ma kes us a wa re of events not merely a s elements in tempora l series, but a lso as an intricate pattern of ca use and effect” . “ The structure of plot to recognize this much, however. Is only a beginning. We must consider in more specific terms the form this “ a rra ngement” we ca ll plot is likely to ta ke. For, underlying the evident diversity of fiction, we ma y discern certain recurring patterns. Beberapa tahapan mengenai plot menurut Saad Saleh dalam Burhan Nurgiyantoro, 2002: 149-150 sebagai berikut. commit to user 24 1 Tahap penyituasian situation . Pada tahap pertama ini berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh cerita. Pemberian informasi awal dan berfungsi untuk melandastumpui cerita yang dikisah pada tahap berikutnya. 2 Tahap pemunculan konflik genera ting circumta nces . Tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik dan konflik itu sendiri akan berkembang atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya. 3 Tahap peningkatan konflik rising a ction . Konflik yang dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan kadar intensitasnya. Konflik-konflik yang terjadi internal, eksternal, ataupun keduanya, pertentangan-pertentangan, benturan- benturan antarkepentingan, masalah, dan tokoh yang mengarah ke klimaks semakin tak dapat dihindari. 4 Tahap klimaks clima x . Konflik atau pertentangan yang terjadi yang ditimpakan kepada para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak. Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik utama. 5 Tahap penyelesaian denouement . Konflik yang telah mencapai klimaks diberi penyelesaian dan ketegangan dikendorkan. Menurut Burhan Nurgiyantoro 2002: 110, plot merupakan unsur fiksi yang penting, bahkan tidak sedikit orang menganggapnya sebagai yang terpenting di antara berbagai unsur fiksi yang lain. Abrams dalam Burhan Nurgiyantoro, 2002: 113, mengemukakan bahwa plot sebuah karya fiksi merupakan struktur peristiwa-peristiwa sebagaimana yang terlihat dalam pengurutan dan penyajian berbagai peristiwa tersebut untuk mencapai efek emosional dan efek artistik tertentu. Dengan demikian, plot merupakan perpaduan unsur-unsur yang membangun cerita sehingga merupakan kerangka utama cerita. Pengarang memiliki kebebasan untuk memilih cara dalam mengembangkan plot, membangun konflik, menyiasati penyajian peristiwa, dan commit to user 25 sebagainya sesuai dengan selera estetisnya. Dalam usaha pengembangan plot, pengarang memiliki aturan atau kaidah yang perlu dipertimbangkan. Hal ini sebagaimana dikatakan Abrams dalam Burhan Nurgiyantoro 2010: 135-138 berikut ini. 1 Plausibilitas pla usibility , yaitu plot sebuah cerita haruslah dapat dipercaya oleh pembaca. Plausibilitas bisa saja dikaitkan dengan realitas kehidupan, sesuatu yang ada dan terjadi di dunia nyata. 2 Suspense , artinya mampu membangkitkan rasa ingin tahu di hati pembaca. Unsur suspense, akan mendorong, menggelitik, dan memotivasi pembaca untuk setia mengikuti cerita, mencari jawab rasa ingin tahu terhadap kelanjutan dan akhir cerita. 3 Surprise , sesuatu yang bersifat mengejutkan. Plot sebuah karya fiksi dikatakan memberikan kejutan jika sesuatu yang dikisahkan atau kejadian-kejadian yang ditampilkan menyimpang atau bahkan bertentangan dengan harapan kita sebagai pembaca. 4 Kesatupaduan, keutuhan, unity . Artinya, unsur yang ditampilkan, khususnya peristiwa-peristiwa fungsional, kaitan, dan acuan, yang mengandung, atau seluruh pengalaman kehidupan yang hendak dikomunikasikan, memiliki keterkaitan satu dengan yang lain. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa plot merupakan jalinan urutan peristiwa yang membentuk cerita, sehingga cerita dapat berjalan beruntun, dari awal hingga akhir, dan pesan-pesan pengarang dapat diungkap oleh pembaca. Plot juga sebagai suatu jalur lewatnya rentetan peristiwa yang merupakan rangkaian tindak-tanduk yang berusaha memecahkan konflik di dalamnya. c. Tokoh dan Penokohan Penokohan adalah salah satu unsur terpenting, sebab keberhasilan suatu karya sastra banyak ditentukan oleh penokohan. Tokoh dalam cerita commit to user 26 diperkenalkan dengan jelas. Istilah tokoh menunjukkan pula penempatan tokoh tertentu, karakter-karakter tertentu dalam sebuah cerita Burhan Nurgiyantoro, 2002: 165. Setiap tokoh yang hadir dalam cerita memiliki unsur fisiologis yang berkaitan dengan fisik, unsur psikologis yang menyangkut psikis tokoh, serta unsur sosiologis yang berkaitan dengan lingkungan sosial tokoh. Tokoh cerita berdasarkan perwatakannya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tokoh pipih datar dan tokoh bulat. Tokoh pipih adalah tokoh yang disoroti dari wataknya saja, sikap, atau observasi tertentu saja. Tokoh pipih bersifat statis, di dalam perkembangannya watak itu sedikit sekali berubah, bahkan ada kalanya tidak berubah sama sekali. Tokoh bulat adalah tokoh yang ditampilkan lebih dari satu segi watak yang digarap dalam cerita sehingga tokoh itu dapat dibedakan dari tokoh yang lain. Watak yang disandang tokoh tersebut sangat kompleks Panuti Sudjiman, 1991: 21. Menurut Abrams dalam Burhan Nurgiyantoro, 2002: 165, tokoh cerita adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu, seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Kehadiran unsur penokohan ini selanjutnya sangat berarti dalam sebuah cerita, mengingat semua peristiwa dan berbagai masalah yang muncul digambarkan melalui tokoh-tokoh cerita. Pengarang dalam ceritanya menciptakan tokoh tertentu dengan kekhasan karakternya tidak sebagai pelengkap, tetapi lebih dari itu sebagai alat untuk melukiskan persoalan-persoalan yang dilihat dalam kehidupan masyarakat atau bahkan pernah terjadi di lingkungan pembaca. commit to user 27 Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa penokohan adalah penyajian watak dan penciptaan citra tentang seseorang tokoh yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Kriteria yang digunakan untuk menentukan tokoh utama tidak terletak pada frekuensi kemunculan tokoh tersebut, tetapi berdasarkan intensitas keterlibatan tokoh di dalam peristiwa-peristiwa yang membangun cerita Panuti Sudjiman, 1991: 18. d. Latar Setting Latar adalah tempat suasana atau lingkungan yang mewarnai peristiwa, tercakup pula lokasi atau tempat peristiwa, suasana sosial budaya maupun suasana tokoh cerita Atmazaki, 1990: 62. Hal ini senada dengan ungkapan Panuti Sudjiman 1991: 46, bahwa latar adalah segala keterangan mengenai watak, ruang, dan suasana terjadinya dalam kenyataan. Latar adalah segala ketentuan mengenai waktu, ruang, dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra. Latar yang baik dapat dapat dideskripsikan secara lebih jelas, peristiwa- peristiwa, perwatakan tokoh, dan konflik yang dihadapi tokoh cerita sehingga cerita tersebut terasa sungguh-sungguh terjadi Sugihastuti, 2007: 168. Latar juga dapat diartikan sebagai keterangan tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan Abrams dalam Burhan Nurgiyantoro, 2002: 216. Lebih lanjut Burhan Nurgiyantoro 2002: 227 memberikan deskripsi latar karya sastra yang dapat dibedakan dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Latar tempat adalah penggambaran lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan berupa commit to user 28 tempat-tempat dan nama-nama tertentu, inisial tertentu, dan lokasi tertentu tanpa nama yang jelas. Latar waktu berhubungan dengan masalah-masalah ”kapan” terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyaraat mencakup berbagai masalah yang kompleks, misalnya dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir, dan bersikap.

5. Pengertian Sosiologi Sastra