commit to user 28
tempat-tempat dan nama-nama tertentu, inisial tertentu, dan lokasi tertentu tanpa nama yang jelas. Latar waktu berhubungan dengan masalah-masalah ”kapan”
terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial
masyaraat mencakup berbagai masalah yang kompleks, misalnya dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir,
dan bersikap.
5. Pengertian Sosiologi Sastra
Secara etimologi, kata
sosiologi
berasal dari bahasa Latin,
socius
, yang artinya kawan dan
logos
, yang berasal dari bahasa Yunani, yang artinya ilmu. Soejono Soekanto 1996: 4 menjelaskan sebagai berikut.
”Secara singkat sosiologi adalah ilmu sosial yang objeknya adalah keseluruhan masyarakat dalam hubungannya dengan orang-orang di sekitar
masyarakat itu. Sebagai ilmu sosial, terutama menelaah gejala-gejala di masyarakat, seperti norma-norma, kelompok sosial, lapisan masyarakat,
lembaga-lembaga kemasyarakatan, perubahan sosial dan kebudayaan, serta perwujudannya. Selain itu, sosiologi juga mengupas gejala-gejala sosial
yang tidak wajar dan gejala abnormal atau gejala patologis yang dapat menimbulkan masalah sosial.”
Menurut Sapardi Djoko Damono 1993: 11, sosiologi adalah suatu cabang ilmu yang menelaah secara ilmiah dan objektif tentang manusia dalam masyarakat
dan menelaah lembaga dan proses sosial. Senada dengan pendapat di atas, Soedjono 1990: 2 menyatakan bahwa
sosiologi adalah suatu telaah yang objektif dan ilmiah tentang manusia dalam
commit to user 29
masyarakat dan tentang sosial maupun proses sosial. Sosiologi menelaah tentang bagaimana masyarakat itu tumbuh dan berkembang, dengan mempelajari
lembaga-lembaga sosial dan segala masalah perekonomian, keagamaan, politik, dan sebagainya.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, disimpulkan bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari masyarakat serta gejala-gejala sosial yang terdapat
di dalamnya. Seperti halnya sosiologi, sastra juga berurusan dengan manusia dalam
masyarakat, usaha manusia untuk menyesuaikan diri dan usahanya untuk mengubah masyarakat itu. Sastra diciptakan oleh anggota masyarakat pengarang
untuk dinikmati dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Oleh karena itu, sesungguhnya sosiologi dan sastra berbagi masalah yang sama.
Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal dari kata
sos
Yunani yang berarti bersama, bersatu, kawan, teman, dan
logi logos
berarti sabda, perkataan, perumpamaan. Sastra dari akar kata
sa s
Sanskerta berarti mengarahkan, mengajarkan, serta memberi petunjuk dan instruksi. Akhiran
tra
Sanskerta berarti alat, sarana. Merujuk dari definisi tersebut, keduanya memiliki objek yang sama yaitu manusia dan masyarakat. Meskipun demikian,
hakikat sosiologi dan sastra sangat berbeda bahkan bertentangan secara dianetral. Sosiologi adalah ilmu objektif kategoris, membatasi diri pada apa yang terjadi
dewasa ini
da s sain
dan bukan apa yang seharusnya terjadi
da s solen
. Sebaliknya karya sastra bersifat evaluatif, subjektif, dan imajinatif.
commit to user 30
Perbedaan antara sosiologi dan sastra adalah sosiologi melakukan analisis ilmiah yang objektif, sedangkan sastra menyusup dan menembus permukaan
kehidupan sosial serta menunjukkan cara-cara manusia menghayati masyarakat dengan perasaannya. Akibatnya, hasil penelitian bidang sosiologi cenderung
sama, sedangkan penelitian terhadap sastra cenderung berbeda sebab cara-cara manusia menghayati masyarakat dengan perasaannya itu berbeda-beda menurut
pandangan orang-seorang. Pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan oleh beberapa penulis disebut sosiologi sastra Sapardi,
2003: 7. Sosiologi sastra merupakan pendekatan yang bertolak dari orientasi kepada
semesta, namun bisa juga bertolak dari orientasi kepada pengarang dan pembaca. Menurut pendekatan sosiologi sastra, karya sastra dilihat hubungannya dengan
kenyataan, sejauh mana karya sastra itu mencerminkan kenyataan. Kenyataan di sini mengandung arti yang cukup luas, yakni segala sesuatu yang berada di luar
karya sastra dan yang diacu oleh karya sastra. Demikianlah, pendekatan sosiologi sastra menaruh perhatian pada aspek dokumenter sastra, dengan landasan suatu
pandangan bahwa sastra merupakan gambaran atau potret fenomena sosial. Pada hakikatnya, fenomena sosial itu bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita sehari-
hari, bisa diobservasi, difoto, dan didokumentasikan. Oleh pengarang, fenomena itu diangkat kembali menjadi wacana baru dengan proses kreatif pengamatan,
analisis, interpretasi, refleksi, imajinasi, evaluasi, dan sebagainya dalam bentuk karya sastra.
commit to user 31
Lebih lanjut Sapardi 2003: 17 menyatakan bahwa pendekatan sosiologi sastra adalah pendekatan telaah sastra berdasarkan sosiologi pengarang yang
mempermasalahkan status sosial, ideologi sosial, dan lain-lain yang menyangkut pengarang sebagai penghasil sastra. Sementara itu, Wellek dan Warren 1993:
111 membagi sosiolgi sastra menjadi tiga bagian, yaitu: 1 sosiologi pengarang, pendekatan ini terutama membicarakan tentang status sosial ideologi sosial
pengarang sebagai penghasil karya sastra, 2 sosiologi karya sastra, membicarakan tentang masalah sosial yang terdapat dalam karya sastra, 3
sosiologi sastra yang membicarakan tentang suatu penerimaan masyarakat terhadap karya sastra.
Wellek dan Warren dalam Sapardi, 2003: 94 membahas hubungan sastra dan masyarakat sebagai berikut:
Literature is a socia l institution, using a s its medium la nguage, a socia l creation. They a re conventions and norm which could ha ve a risen only in
society. But, furthermore, literature ‘represent’ ‘life’; a nd ‘life’ is, in la rge mea sure, a socia l rea lity, eventhough the natura l world a nd the inner or
subjective world of the individua l ha ve a lso been objects of litera ry ‘imitation’. The poet himself is a member of society, possesed of a specific
socia l status; he recieves some degree of socia l recognition and rewa rd; he a ddresses a n audience, however hypothetica l.
Karya sastra diciptakan sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Sastrawan itu sendiri adalah anggota masyarakat
yang terikat oleh status sosial tertentu. Sastra dan nilai kehidupan adalah dua fenomena sosial yang saling melengkapi. Sastra sebagai produk kehidupan
mengandung nilai-nilai sosial, filsafat, religi, moral, budaya, dan sebagainya.
commit to user 32
Sebuah karya fiksi, walaupun memiliki daya khayal yang tinggi, tetap tidak pernah terlepas dari realitas kehidupan, sebab seorang pengarang adalah anggota
masyarakat yang terlibat dengan realitas kehidupan di sekitarnya. Kehidupan adalah suatu kenyataan sosial, sebagaimana dijelaskan Sapardi 2003: 1, bahwa
sastra menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial. Dalam pengertian ini, kehidupan mencakup hubungan
antarmasyarakat, antarmasyarakat dengan orang-seorang, antarmanusia dan antarperistiwa yang terjadi dalam batin seseorang.
Menurut Nyoman Kutha Ratna 2011: 3 ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan mengapa sastra memiliki kaitan erat dengan masyarakat dan
dengan demikian harus diteliti dalam kaitannya dengan masyarakat, sebagai berikut.
1 Karya sastra ditulis oleh pengarang, diceritakan oleh tukang cerita, disalin oleh penyalin, ketiganya adalah anggota masyarakat. 2. Karya
sastra hidup dalam masyarakat, menyerap aspek-aspek kehidupan yang terjadi dalam masyarakat yang pada gilirannya juga difungsikan oleh
masyarakat. 3 Medium karya sastra, baik lisan maupun tulisan, dipinjam melalui kompetensi masyarakat yang dengan sendirinya telah mengandung
masalah kemasyarakatan. 4 Berbeda dengan ilmu pengetahuan, agama, dan adat-istiadat dan tradisi yang lain, dalam karya sastra terkandung estetik,
etika, bahkan juga logika. Masyarakat jelas sangat berkepentingan terhadap ketiga aspek tersebut. 5 Sama dengan masyarakat, karya sastra adalah
hakikat intersubjektivitas, masyarakat menemukan citra dirinya dalam suatu karya.
Tujuan penelitian sosiologi sastra ini adalah untuk mendapatkan gambaran yang lengkap, utuh, dan menyeluruh tentang hubungan timbal balik antara
commit to user 33
sastrawan, karya sastra, dan masyarakat. Gambaran yang jelas tentang hubungan timbal balik antara ketiga anasir tersebut sangat penting artinya bagi peningkatan
pemahaman dan penghargaan terhadap sastra. Lebih lanjut Nyoman Kutha Ratna 2011: 2 mengatakan bahwa ada
sejumlah definisi mengenai sosiologi sastra yang perlu dipertimbangkan dalam rangka menemukan objektivitas hubungan antara karya sastra dengan masyarakat,
antara lain sebagai berikut. a Pemahaman terhadap karya sastra dengan pertimbangan aspek
kemasyarakatannya; b Pemahaman terhadap totalitas karya yang disertai dengan aspek kemasyarakatan yang terkandung di dalamnya; c
Pemahaman terhadap karya sastra sekaligus hubungannya dengan masyarakat yang melatarbelakangi; d Sosiologi sastra adalah hubungan
dua arah dialektik anatara sastra dengan masyarakat, dan e Sosiologi sastra berusaha menemukan kualits interdependensi antara sastra dengan
masyarakat. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sosiologi sastra tidak terlepas
dari manusia dan masyarakat yang bertumpu pada karya sastra sebagai objek yang dibicarakan. Sosiologi sebagai suatu pendekatan terhadap karya sastra yang masih
mempertimbangkan karya sastra dan segi-segi sosial. Wellek dan Warren 1993: 111-1112 membagi sosiologi sastra sebagai
berikut. a Sosiologi pengarang, profesi pengarang, dan institusi sastra, masalah
yang berkaitan di sini adalah dasar ekonomi produksi sastra, latar belakang sosial status pengarang, dan ideologi pengarang yang terlibat dari berbagai
kegiatan pengarang di luar karya sastra. Setiap pengarang adalah warga masyarakat, ia dapat dipelajari sebagai makhluk sosial. Biografi pengarang
adalah sumber utama, tetapi studi ini juga dapat meluas ke lingkungan
commit to user 34
tempat tinggal dan berasal. Dalam hal ini, informasi tentang latar belakang keluarga atau posisi ekonomi pengarang akan memiliki peran dalam
pengungkapan masalah sosiologi pengarang. b Sosiologi karya sastra yang memasalahkan karya sastra itu sendiri yang menjadi pokok
penelaahannya atau apa yang tersirat dalam karya sastra dan apa yang menjadi tujuannya. Pendekatan yang umum dilakukan sosiologi ini
mempelajari sastra sebagai dokumen sosial sebagai potret kenyataan sosial. c Sosiologi sastra yang memasalahkan pembaca dan dampak
sosial karya sastra, pengarang dipengaruhi dan mempengaruhi masyarakat; seni tidak hanya meniru kehidupan, tetapi juga membentuknya. Wellek
dan Warren, 1993:122. Klasifikasi Wellek dan Warren sejalan dengan klasifikasi Ian Watt dalam
Sapardi Djoko Damono, 2003: 3-4 yang meliputi hal-hal berikut. a Konteks sosial pengarang, dalam hal ini ada kaitannya dengan posisi
sosial sastrawan dalam masyarakat, dan kaitannya dengan masyarakat pembaca termasuk juga faktor-faktor sosial yang dapat mempengaruhi karya
sastranya; b Sastra sebagai cermin masyarakat, maksudnya seberapa jauh sastra dapat dianggap carmin keadaan masyarakat. c Fungsi sosial sastra,
maksudnya seberapa jauh nilai sastra berkaitan dengan nilai-nilai sosial. Grebsten dalam Sapardi Djoko Damono, 2003: 13 mengungkapkan istilah
pendekatan sosiologi kultural terhadap sastra dengan kesimpulan sebagai berikut. a Karya sastra tidak dapat dipahami secara lengkap apabila dipisahkan dari
lingkungan atau kebudayaan atau peradaban yang telah menghasilkannya. b Gagasan yang ada dalam karya sastra sama pentingnya dengan bentuk
dan teknik penulisannya, bahkan boleh dikatakan bahwa bentuk dan teknik itu ditentukan oleh gagasan tersebut. c Setiap karya sastra yang bisa
bertahan lama pada hakikatnya adalah suatu moral, baik dalam hubungannya dengan kebudayaan sumbernya maupun dalam hubungannya dengan orang
per orang. d Masyarakat dapat mendekati karya sastra dari dua arah. Pertama, sebagai sesuatu kekuatan atau faktor material, istimewa. Kedua,
commit to user 35
sebagai tradisi yakni kecenderungan spiritual kultural yang bersifat kolektif. e Kritik sastra seharusnya lebih dari sekadar perenungan estetis yang tanpa
pamrih ia harus melibatkan diri dalam suatu tujuan tertentu. f Kritikus bertanggung jawab baik kepada sastra masa silam maupun sastra masa
depan. Dari sumber sastra yang sangat luas itu kritikus harus memilih yang sesuai untuk masa kini.
Lebih lanjut Sapardi Djoko Damono 2003: 14 mengemukakan bahwa segala yang ada di dunia ini sebenarnya merupakan tiruan dari kenyataan tertinggi
yang berada di dunia gagasan. Seniman hanyalah meniru apa yang ada dalam kenyataan dan hasilnya bukan suatu kenyataan. Pandangan senada dikemukakan
oleh Teeuw 2003: 220 mengatakan bahwa dunia empiri tak mewakili dunia sesungguhnya, hanya dapat mendekatinya lewat mimesis, penelaahan, dan
pembayangan ataupun peniruan. Lewat mimesis, penelaahan kenyataan mengungkapkan makna, hakikat kenyataan itu. Oleh karena itu, seni yang baik
harus
truthful
berani dan seniman harus bersifat
modest
, rendah hati. Seniman harus menyadari bahwa lewat seni dia hanya dapat mendekati yang ideal.
Suwardi Endraswara 2003: 79 memberi pengertian bahwa sosiologi sastra adalah penelitian yang terfokus pada masalah manusia karena sastra sering
mengungkapkan perjuangan umat manusia dalam menentukan masa depannya, berdasarkan imajinasi, perasaan, dan intuisi. Sementara itu, Faruk 1994: 1
memberi pengertian bahwa sosiologi sastra sebagai studi ilmiah dan objektf mengenai manusia dalam masyarakat, studi mengenai lembaga dan proses-proses
sosial. Selanjutnya, dikatakan bahwa sosiologi berusaha menjawab pertanyaan mengenai bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagaimana cara kerjanya, dan
mengapa masyarakat itu bertahan hidup. Melalui penelitian mengenai lembaga-
commit to user 36
lembaga sosial, agama, ekonomi, politik dan keluarga yang secara bersama-sama membentuk apa yang disebut sebagai struktur sosial, agama, ekonomi, politik, dan
keluarga yang secara bersama-sama membentuk apa yang disebut sebagai struktur sosial. Sosiologi dikatakan memperoleh gambaran mengenai cara-cara
menyesuaikan dirinya dengan ditentukan oleh masyarakat-masyarakat tertentu, gambaran mengenai mekanisme sosialitas, proses belajar secara kultural yang
dengannya, individu-individu dialokasikannya dan menerima peranan tertentu dalam struktur sosial itu.
Sosiologi sastra memiliki perkembangan yang cukup pesat sejak penelitian- penelitian yang menggunakan teori strukturalisme dianggap mengalami stagnasi.
Didorong oleh adanya kesadaran bahwa karya sastra harus difungsikan sama dengan aspek-aspek kebudayaan yang lain, maka karya sastra harus dipahami
sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan sistem komunikasi secara keseluruhan.
Menurut Nyoman Kutha Ratna 2011: 332 ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan mengapa sastra memiliki kaitan erat dengan masyarakat dan
harus diteliti dalam kaitannya dengan masyarakat sebagai berikut. a Karya sastra ditulis oleh pengarang, diceritakan oleh tukang cerita,
disalin oleh penyalin, ketiganya adalah anggota masyarakat. b Karya sastra hidup dalam masyarakat, menyerap aspek-aspek kehidupan yang terjadi
dalam masyarakat yang pada gilirannya juga difungsikan oleh masyarakat. c Medium karya sastra baik lisan maupun tulisan dipinjam melalui
kompetensi masyarakat yang dengan sendirinya telah mengandung masalah kemasyarakatan. d Berbeda dengan ilmu pengetahuan, agama, dan adat-
istiadat dan tradisi yang lain, dalam karya sastra terkandung estetik, etika,
commit to user 37
bahkan juga logika. Masyarakat jelas sangat berkepentingan terhadap ketiga aspek tersebut. e Sama dengan masyarakat, karya sastra adalah hakikat
intersubjektivitas, masyarakat menemukan citra dirinya dalam suatu karya.
Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa sosiologi sastra dapat meneliti melalui tiga perspektif, pertama, perspektif teks sastra, artinya peneliti
menganalisisnya sebagai sebuah refleksi kehidupan masyarakat dan sebaliknya. Kedua, persepektif biologis yaitu peneliti menganalisis dari sisi pengarang.
Perspektif ini akan berhubungan dengan kehidupan pengarang dan latar kehidupan sosial, budayanya. Ketiga, perspektif reseptif, yaitu peneliti menganalisis
penerimaan masyarakat terhadap teks sastra. Sosiologi karya sastra itu sendiri lebih memperoleh tempat dalam penelitian
sastra karena sumber-sumber yang dijadikan acuan mencari keterkaitan antara permasalahan dalam karya sastra dengan permasalahan dengan masyarakat lebih
mudah diperoleh. Di samping itu, permasalahan yang diangkat dalam karya sastra biasanya masih relevan dalam kehidupan masyarakat.
Sastra dapat dikatakan sebagai cermin masyarakat atau diasumsikan sebagai salinan kehidupan, tidak berarti struktur masyarakat seluruhnya dapat tergambar
dalam sastra. Yang didapat di dalamnya adalah gambaran masalah masyarakat secara umum ditinjau dari sudut lingkungan tertentu yang terbatas dan berperan
sebagai mikrokosmos sosial. Seperti lingkungan bangsawan, penguasa, gelandangan, rakyat jelata, dan sebagainya.
Perkembangan sosiolgi sastra modern tidak terlepas dari Hippolyte Taine, seorang ahli sosiologi sastra modern yang pertama membicarakan latar belakang
commit to user 38
timbulnya karya sastra besar, menurutnya ada tiga faktor yang memengaruhi, yaitu ras, saat, dan lingkungan dalam Wiyatmi, 2009: 17. Hubungan timbal-
balik antara ras, saat, dan lingkungan inilah yang menghasilkan struktur mental pengarang yang selanjutnya diwujudkan dalam karya sastra. Taine, meluruskan
bahwa sosiologi sastra ilmiah apabila menggunakan prinsip-prinsip penelitian seperti ilmu pasti, hukum. Karya sastra adalah fakta yang
multi-interpreta ble
tentu kadar “kepastian” tidak sebanding dengan ilmu pasti. Yang penting peneliti
sosiologi karya sastra hendaknya mampu mengungkapkan hal ras, saat, dan lingkungan.
Berkaitan dengan sosiologi sastra sebagai kajian, Eagleton dalam Faruk, 1994: 75, mengemukakan bahwa sosiologi sastra menonjol dilakukan oleh kaum
Marxisme yang mengemukakan bahwa sastra adalah refleksi masyarakat yang dipengaruhi oleh kondisi sejarah. Sastra, karenanya, merupakan suatu refleksi
llingkungan budaya dan merupakan suatu teks dialektik antara pengarang. Situasi sosial yang membentuknya atau merupakan penjelasan suatu sejarah dialektik
yang dikembangkan dalam karya sastra. Sebagaimana yang dikemukakan Swingewood dalam Faruk, 1994: 15,
dalam melakukan analisis sosiologi terhadap karya sastra, kritikus harus berhati- hati dengan slogan “sastra adalah cermin masyarakat’’. Hal ini senada dengan
pendapat Sapardi Djoko Damono, bahwa analisis sosiologi karya sastra melukiskan kenyataan, selain melalui refleksi, sebagai cermin, juga dengan cara
refleksi sebagai jalan belok. Seniman tidak semata-mata melukiskan keadaan sesungguhnya, tetapi mengubah sedemikian rupa kualitas kreativitasnya.
commit to user 39
Berkaitan dengan ini, Teeuw 1984: 18 mengemukakan ada empat cara yang mungkin dilalui, yaitu: a afirmasi, melalui norma yang sudah ada; b restorasi,
sebagai ungkapan kerinduan pada norma yang sudah usang; c negasi, dengan mengadakan pemberontakan terhadap norma yang sedang beralaku; d inovasi,
dengan mengadakan pembaharuan terhadap norma yang ada. Berkenaan antara sosiologi dan sastra tampaknya Swingewood dalam
Faruk, 1994: 15 mempunyai cara pandang bahwa suatu jagat yang merupakan tumpuan kecemasan, harapan, dan aspirasi manusia, karena di samping sebagai
makhluk sosial budaya akan sangat sarat termuat dalam karya sastra. Hal inilah yang menjadi bahan kajian dalam telaah sosiologi sastra.
6. Konsep Sosial-Budaya di Masyarakat