commit to user 149
pendidikan adat istiadat dan budaya, nilai pendidikan moral, dan nilai pendidikan sosial.
a. Nilai Pendidikan Agama
Agama adalah risalah yang disampaikan Tuhan kepada nabi sebagai petunjuk bagi manusia dan hukum-hukum sempurna untuk dipergunakan manusia
dalam menyelenggarakan tata cara hidup yang nyata serta mengatur hubungan dengan dan tanggung jawab Allah, dirinya sebagai hamba Allah, manusia, dan
masyarakat, serta alam sekitarnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Haviland 1993: 219 berikut ini.
Agama memiliki beberapa fungsi sosial yang penting. Pertama, agama merupakan sanksi untuk perilaku yang luas dengan memberi pengertian
tentang baik dan jahat. Kedua, agama memberi contoh-contoh untuk perbuatan yang direstui. Ketiga, agama membebaskan manusia dari beban
untuk mengambil keputusan dan menempatkan tanggung jawabnya di tangan dewa-dewa. Keempat, agama memegang peranan penting dalam
pemeliharaan solidaritas sosial. Agama sungguh penting untuk pendidikan. Upacara keagamaan memperlancar cara mempelajari adat dan pengetahuan
kesukaan dan denagan demikian membantuk untuk melestarikan kebudayaan yang buta aksara.
Pandangan mengenai agama dan fungsi agama tersebut diyakini dan diterima oleh masyarakat. Pandangan tersebut berkembang terus-menerus dan
tidak mati. Masyarakat percaya bahwa agama telah menjadi satu kekuatan untuk kebaikan. Hal inilah yang menjadi bukti bahwa dalam cerita terkandung nilai
pendidikan agama yang masih memiliki relevansi dengan kehidupan pada saat ini dan pada masa mendatang.
commit to user 150
Agama dan pandangan hidup kebanyakan orang menekankan kepada ketenteraman batin, keselarasan dan keseimbangan, serta sikap menerima
terhadap sesuatu yang terjadi. Pandangan hidup yang demikian memperlihatkan bahwa apa yang dicari adalah kebahagiaan jiwa sebab agama adalah pakaian hati,
batin, atau jiwa. Mangunwijaya dalam Burhan Nurgiyantoro, 2002: 328 mengemukakan
bahwa agama lebih menunjuk pada lembaga kebaktian kepada Tuhan dengan hukum-hukum yang resmi religiusitas. Pada pihak lain, melihat aspek yang di
lubuk, riak getaran nurani pribadi, dan totalitas kedalaman pribadi manusia. Dengan demikian, religiusitas bersifat mengatasi, lebih mendalam, dan lebih luas
dari agama yang mendalam, serta lebih luas dari agama yang tampak, formal, dan resmi.
Nilai agama menjunjung tinggi sifat-sifat manusiawi, hati nurani yang dalam, harkat dan martabat, serta kebebasan pribadi yang dimiliki oleh manusia.
Nilai agama sifatnya mutlak untuk setiap saat dan keadaan. Semua manusia yang beragama meyakini dan percaya karena ajaran agama merupakan petunjuk hidup
yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia. Oleh karenanya, sudah menjadi kewajiban manusia sebagai hamba untuk selalu tunduk dan taat kepada aturan-
Nya. Bagi manusia yang beragama dan beriman, nilai agama ini dijadikan dasar atau pijakan utama dalam mencapai tujuan hidupnya. Hal ini sifatnya universal
bagi semua ajaran agama. Pemahaman nilai agama yang tinggi akan menjadikan manusia saling mengasihi.
commit to user 151
Apabila diteliti kandungan nilai keagamaan dalam kumpulan cerpen
9 da ri Na dira
ini, akan didapatkan bahwa tokoh utama Nadira dididik dengan agama Islam sejak kecil. Didikan keagamaan ini justru didapatkan dari kakek-nenek
Suwandi orang tua Bram, yang tak lain adalah ayah Nadira. Kakek-Nenek Suwandi sangat ketat dalam memberikan pendidikan agama, terutama terhadap
cucu-cucunya hasil perkawinan Bramantyo dan Kemala. Cucu-cucunya tersebut adalah Nina, Arya, dan Nadira. Mereka mewajibkan cucu-cucunya itu harus bisa
mengaji dan menjalankan salat lima waktu dengan baik. “Nah, Kemala… tadi Bapak sudah bicara dengan suamimu, anak-anakmu
itu harus belajar mengaji….” Leila S. Chudori: 27 “Bagus Jadi Kemala dan Bram nanti tinggal ambil baju mereka. Anak-
anakmu tinggal di sini selama libur sekolah, biar kenalan sama nenek- kakeknya, kenalan sama semua paman-bibinya dan sepupu-sepupunya
sekalian belajar mengaji. Nanti neneknya juga mengajarkan salat lima waktu.” Leila S. Chudori: 27-28
Ketaatan dalam menjalankan perintah agama, Islam, juga tampak dalam keluarga besar Suwandi. Mereka akan segera bergegas melaksanakan salat lima
waktu jika sudah terdengar bedug tanda salat lima waktu. Bagi umat Islam, salat waktu memang sebuah kewajiban yang tidak bisa tidak harus dijalankan, apa pun
kondisinya. Meskipun orang itu sakit, ia tetap berkewajiban menjalankan salat lima waktu.
Ayah Bram kemudian menutup pembicaraan dengan mengangguk padaku; tanpa menanti persetujuanku. Dia mengambil tongkatnya dan berdiri.
Bedug Zuhur sudah terdengar, dan hanya beberapa detik kemudian terjadi hiruk-pikuk seluruh isi rumah menuju kamar mandi untuk membasuh tubuh
commit to user 152
dengan air wudu. Dari jauh aku melihat Ray, adik bungsu Bram, tengah mengajar Arya untuk mengambil air wudu. Leila S. Chudori: 28
Selain melaksanakan salat lima waktu, keluarga besar Suwandi juga rajin melakukan salat sunah. Contohnya adalah melaksanakan salat Tarawih dengan
berjamaah. Bahkan, Bramantyo biasa menjadi imam salat Tarawih tersebut bergantian dengan ayahnya, Suwandi. Leila menggambar tokoh Kemala sebagai
tokoh yang sekuler, tidak mementingkan urusan akhirat. Terbukti bahwa Kemala tidak pernah mengikuti salat berjamaah yang dilakukan oleh keluarga besar
Suwandi. Kemala hanya melakukan ritual zikir dengan sebuah tasbih cokelat. Di saat kami salat berjamaah pada bulan Ramadhan, istri saya duduk di
belakang, menghormati, tapi tak ingin ikut bergabung. Leila S. Chudori: 123
Saya tak pernah tahu apa yang dilakukan istri saya saat kami salat. Biasaya saya menjadi imam bergantian dengan ayah saya. Tetapi, suatu hari, saya
datang terlambat untuk salat tarawih. Saya datang ke Gang Bluntas untuk salat, saya lihat ayah saya sudah memulainya. Dan, seperti biasa istri saya
duduk di lantai, di atas tikar di ruangan yang sama. Dia memejamkan matanya. Leila S. Chudori: 124
“Ibu jarang ikut salah berjamaah, dia cuma duduk di belakang dan aku tidur-tiduran di pangkuan Ibu. Waktu itu aku masih lima atau enam tahun.
Dan sumpah, aku masih ingat apa yang dibisikkan Ibu…,” Nadira tersenyum. Dia membisikkan kalimat-kalimat zikir itu. Leila S. Chudori:
203
Tokoh utama, Nadira, digambarkan oleh Leila sebagai tokoh yang fasih membaca Al-Quran. Ketika Bram menguji ketiga anaknya –Nina, Arya, dan
commit to user 153
Nadira- ternyata Nadiralah anak yang mampu membaca Al-Quran dengan begitu merdu, sebagaimana ketika ia membaca Surah Al-Baqarah.
Ayah bersikeras membiarkan Nadira sesuai alam. Karena setiap kali saat mereka diuji membaca, ternyata Nadira membaca dengan baik, dengan suara
yang merdu. Memang Nadira menolak mengenakan kerudung selendang saat mengaji, karena dia kepanasan dan seluruh kulitnya bruntus saat
berkeringat. Dengan keringat berleleran itu, toh Nadira mampu membaca surah Al-Baqarah dengan begitu merdu, yang membuat seluruh ruangan
terdiam. Senyap. Leila S. Chudori: 123
Kehidupan beragama dengan baik juga digambarkan pada tokoh Arya, kakak laki-laki Nadira. Diceritakan bahwa Arya adalah tokoh yang selalu rajin
beribadah dan mematuhi semua pendidikan agama yang diajarkan oleh Kakek- Nenek Suwandi sejak Arya masih kecil.
Arya berdiri dan meminta permisi pada Bram, aku, dan kedua saudaranya. Aku tahu, Arya pasti mengambil air wudu dan salat. Dari ketiga anakku,
dialah satu-satunya yang sangat rajin beribadah dan mematuhi semua pendidikan agama dari mertuaku. Leila S. Chudori: 155
Nilai agama sangat menjunjung tinggi sifat-sifat manusiawi, hati nurani yang dalam, harkat dan martabat, serta kebebasan pribadi yang dimiliki oleh
manusia. Nilai agama bersifat mutlak untuk setiap saat dan keadaan. Semua manusia yang beragama meyakini dan memercayai karena ajaran agama
merupakan petunjuk hidup yang diberikan Tuhan kepada manusia. Manusia berkewajiban sebagai hamba untuk selalu tunduk dan taat kepada aturan-Nya.
Bagi manusia yang beriman dan beragama, nilai agama ini dijadikan dasar atau pijakan utama dalam mencapai tujuan hidupnya. Hal ini sifatnya universal bagi
commit to user 154
semua ajaran agama. Pemahaman nilai agama yang tinggi akan menjadikan manusia saling mengasihi.
b. Nilai Pendidikan Moral