Tinggi Muka Air Sungai dan Air Saluran

78 akan mempercepat proses mineralisasi bahan organik tanah dan timbulnya pasir semu pseudo sand yang bersifat irreversible sehingga menipisya lapisan gambut dan pirit semakin dekat ke permukaan tanah. Tabel 15 Peranan daerah pasang surut terhadap produksi gabah kering di Propinsi Jambi tahun 1969-1977. Sumber : M. Sulaksono, staf Dinas Pertanian Rakyat Propinsi Jambi 1979. Tanah-tanah di daerah pasang surut, termasuk tanah-tanah yang belum mengalami perkembangan. Selama proses pembentukannya sangat dipengaruhi oleh kondisi jenuh air. Oleh sebab itu pada tanah yang masih ditutupi oleh bahan organik lokasi 1, lokasi 2 dan lokasi 3 ditemui ruang makro tanah yang besar, sehingga hal ini mengakibatkan hantaran hidrolik cukup tinggi. Adapun kenyataan di lapang ditemukan adanya lubang bongkahan kayu yang melapuk dan menjadikan lubang makro diameter 2 cm - 10 cm. Dalam hal ini selama periode pasang terutama pada pasang besar, air mudah masuk ke petak pertanaman melalui saluran tersier yang dibuat petani namun air akan mudah hilang waktu surut walaupun pintu tersier air ditutup. Air pasang di daerah Delta Berbak yang melalui tata saluran primer dan sekunder banyak yang tidak dapat melimpas ke areal sawah petani baik pada musim penghujan maupun musim kemarau seperti pada areal yang relatif tinggi di Rantau Jaya, Rantau Rasau II dan Harapan Makmur. Areal yang terluapi air pasang masih bertahan sebagai lahan sawah seperti di Rantau Makmur, Harapan Makmur No tahun Luas Panen Produksi Total Pasang Surut Total Pasang surut Ha Ha ton ton 1 1969 118,862 52,387 44.1 295,813 136,147 46.0 2 1970 119,842 51,077 42.6 318,209 136,529 42.9 3 1971 135,022 61,100 45.3 332,875 151,800 45.6 4 1972 110,369 43,100 39.1 287,967 121,425 42.2 5 1973 131,712 51,850 39.4 348,332 145,958 41.9 6 1974 133,712 57,593 43.1 352,837 156,162 44.3 7 1975 142,680 60,433 42.4 385,838 170,542 44.2 8 1976 136,414 54,594 40.0 350,924 127,036 36.2 9 1977 127,097 65,029 51.2 380,580 186,512 49.0 Rata-rata 128,412 55,240 43.0 339.264 43.6 79 serta sebagian Bangun Karya. Pada areal yang tidak terluapi air pasang, pada musim hujan tanaman mendapat air yang cukup dari air hujan yaitu pada bulan- bulan basah seperti bulan November, Desember dan Januari yang curah hujannya cukup tinggi. Permukaan air sungai Batanghari pun tinggi yang akhirnya sering terjadi banjir, terutama bagi tempat yang rendah dan jauh dari saluran. keadaan yang demikian bila berlangsung lama dapat mengakibatkan tanaman mati. Sementara itu di lokasi penelitian telah dibangun cukup banyak pintu-pintu air. Kenyataan di lapang pintu-pintu air tersebut sebagian besar tidak berfungi. Sehingga tata air yang ada tidak bisa diatur oleh pintu air yang ada. Pada musim kemarau volume air sungai dan saluran menurun. Semenjak terjadinya kemarau panjang tahun 1997, banyak lahan sawah yang tidak ditanami pada musim berikutnya. Hal ini diduga karena air tanah yang sangat masam. Kemasaman air tanah pada tahun 2008 mencapai pH 2,5-3,0 dan EC mencapai 400 uScm dengan kandungan SO 4-2 yang tinggi 23,42 ppm di lokasi 1 dan 54,13 ppm di lokasi 2 serta 59,61 ppm di lokasi 3. Adapun kandungan aluminium yang tinggi dalam air saluran yaitu di lokasi 1 mencapai 2,09 ppm, di lokasi 2 mencapai 5,94 ppm dan di lokasi 3 mencapai 2,60 ppm. Sementara itu air pasang tidak sampai ke lahan persawahan sehingga terjadi kondisi aerobik yang mencapai lapisan yang mengandung pirit. Oksidasi pirit yang terjadi menimbulkan pelepasan ion sulfat dan tanah menjadi masam. Kondisi ini akan meningkatkan kelarutan besi dan aluminium yang dapat meracuni tanaman pada jumlah yang cukup tinggi dalam larutan tanah. Dengan demikian petani mulai mengalihkan penggunaan lahan untuk komoditas lain selain sawah seperti kebun campuran, kebun kelapa. Di beberapa tempat pernah dilakukan penanaman kelapa hibrida dengan konsep petani memberikan sertifikat tanahnya sebagai jaminan. Namun kenyataan sekarang petani tidak mampu mengembalikan kredit dan sebagian besar sertifikat tanah petani tertahan sebagai jaminan. Dengan demikian program kelapa hibrida yang dicanangkan pemerintah gagal di daerah tersebut dan tinggal beberapa tempat saja seperti di SK 23 Rantau Rasau I. 80

6.2. Produktivitas Lahan Sawah Pasang Surut di Delta Berbak

Sawah lahan pasang surut pada awal pembukaan dari hutan menjadi sawah memiliki produksi yang rendah. Pada tahun pertama pembukaan produksi rata- rata gabah kering giling GKG per hektar sebesar 0,67 tonha. Produksi meningkat mulai pertanaman tahun I sampai tahun ke VI di lahan pasang surut delta Berbak Tabel 16 dan pada tahun ke lima produksi rata-rata mencapai 1,50 tonha Institut Pertanian Bogor 1973. Tabel 16 Produksi rata-rata per hektar gabah kering giling di delta Berbak Sumber : Institut Pertanian Bogor 1973 Kecenderungan semakin meningkatnya produksi rata-rata per hektar di lahan pasang surut delta Berbak Jambi dapat dilihat pada Gambar 31. Peningkatan produksi di lahan pasang surut tersebut meningkat akibat perbaikan sifat tanah, tersedianya hara tanaman dan mulai terkendalinya hama dan penyakit. Walupun demikian pemupukan harus dilakukan untuk mengimbangi ketersediaan hara bagi tanaman. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Chaang et al. 1992 di scheme Merbok dan Kedah Malaysia yaitu produksi padi di lahan rawa pasang surut tipologi sulfat masam semakin meningkat mulai dari tahun pertama pembukaan yaitu produksi dari tahun 1974, 1984, 1985-1987, 1988-1989, dan 1990 berurutan 1,2-1,4 tonha, 3,0 tonha, 3,4 tonha, 4,2 tonha dan 4,5 tonha. No Tahun Pertanaman Produksi ton ha 1 I 0,67 2 II 0,89 3 III 1,14 4 IV 1,48 5 V 1,50 6 VI 1,45 81 Tahun ke Gambar 31 Produksi padi pada awal pembukaan lahan pasang surut Delta Berbak Jambi Institut Pertanian Bogor 1973. Tanaman utama yang diusahakan adalah padi yang dilakukan sekali dalam setahun. Setelah panen, lahan usaha diberakan sampai musim tanam berikutnya. Jenis-jenis tanaman lainnya kurang berkembang, kecuali pada daerah-daerah yang sudah menjadi hunian tetap. Pada perkampungan ini dijumpai berbagai jenis tanaman tahunan, sayur-sayuran serta jenis buah-buahan. Setelah sepuluh tahun reklamasi pada tahun 1984, produktivitas rata-rata sawah lahan pasang surut delta Berbak Jambi mencapai 1,84 tonha Tabel 17. Produksi tertinggi dapat dicapai di desa Rantau Makmur yaitu 4,6 tonha dan terendah di desa Rantau Rasau II yaitu 0,6 tonha. Dalam hal ini terlihat bahwa produksi padi yang dihasilkan di daerah lahan pasang surut delta Berbak pada tahun 1984 menunjukkan keragaman yang cukup tinggi. Keragaman ini berkaitan dengan berbagai faktor biofisik lingkungan yang terdapat di daerah ini, diantaranya perbedaan sifat-sifat kimia tanah, hidrotopografi dan serangan hama. Dari segi pengelolaan tanaman, nampaknya faktor ini tidak berpengaruh terhadap produktivitas, karena sistem pengelolaan antara daerah satu dengan daerah lainnya relatif sama. Faktor utama yang menyebabkan rendah dan besarnya variabilitas produktivitas sawah lahan pasang surut adalah besarnya variabilitas karakteristik tanah terutama derajat kemasaman tanah pH, kelarutan aluminiun Al +3 dan kandungan sulfat SO 4-2 baik dalam tanah maupun pada air saluran. Adapun pada daerah desa sungai Dusun, Bangun Karya, Rantau Jaya dan Harapan Makmur 82 banyak saluran-saluran yang tertutup oleh rumput purun kudung yang tumbuh subur ataupun oleh jenis-jenis gulma lainnya ikut menambah terhambatnya aliran air di saluran yang mengakibatkan terjadinya stagnasi air berlebihan yang terjadi selama musim hujan. Tabel 17 Produksi tanaman padi di daerah lahan pasang surut musim tanam 19831984 Sumber : Institut Pertanian Bogor, 1984 Faktor lain yang menyebabkan rendahnya produktivitas padi di daerah lahan pasang surut delta Berbak adalah perkembangan hama yang pesat. Perkembangan hama tersebut sebagai akibat waktu tanam yang tidak serempak akibat kertersediaan air yang tidak merata dan variatas padi yang berbeda. Berdasarkan pengamatan lapang dan informasi dari petani, hama kepinding tanah berkembang baik pada waktu air turun dan kondisi lahan tidak tergenang dan akan berkembang lebih baik pada tanah-tanah dengan ketebalan bahan organik 10-30 cm. Hama tersebut banyak dijumpai di lokasi 1 dan lokasi 2. Keadaan yang sama terjadi apabila pada daerah-daerah tersebut cukup banyak lahan-lahan yang ditelantarkan. Dari masalah-masalah tersebut terlihat secara jelas bahwa berbagai faktor tumbuh yang bersifat lebih komplek berinteraksi satu sama lain dalam menunjang rendahnya produksi padi di daerah ini. Produktivitas lahan pasang surut di delta Berbak sepuluh tahun pertama reklamasi menunjukkan semakin meningkat dan turun kembali sepuluh tahun kemudian dan meningkatkan kembali sepuluh tahun berikutnya Gambar 32. Perubahan produktivitas ini mengikuti pola perubahan karakteristik tanah itu sendiri. Hal ini sejalan dengan perubahan tingkat kemasaman tanah pH, KTK No Lokasi Produksi Gabah Kering Giling tonha Desa Selang Rata-rata 1 Rantau Rasau II 0,6 – 1,0 0,8 2 Rantau Jaya 1,4 – 3,2 2,3 3 Rantau Makmur 2,0 – 4,6 2,6 4 Harapan Makmur 0,8 – 1,8 1,4 5 Bandar Jaya 1,9 – 2,3 2,1