Tata Air di Lahan Pasang Surut

20 Perubahan penggunaan lahan sangat dipengaruhi oleh tiga faktor, yakni; 1 faktor alam karakteristik tanah, hidrologi dan topografi, 2 sosial ekonomi pertumbuhan penduduk, perkembangan tanaman, zonasi, peraturan yang mengikat dan 3 kebijakan pemerintah Rayner et al. 1994; Turner et al. 1995. Tiga faktor tersebut saling berinteraksi satu sama lainnya dalam skala lokal, regional dan global Messerli, 1997 dan sangat berhubungan erat dengan perubahan infrastruktur. Perubahan penggunaan lahan dapat terjadi baik secara spasial maupun temporal Lambin, 1997. Salah satu faktor penting untuk menentukan kesuksesan dalam identifikasi atau pemetaan penggunaan lahan dan perubahan penggunaan lahan terletak pada pemilihan skema klasifikasi yang tepat dirancang untuk suatu tujuan tertentu Lo, 1995. Skema klasifikasi yang baik harus sederhana di dalam menjelaskan setiap kategori penggunaan dan penutupan lahan. United State Geological Survey USGS dalam Lillesand dan Kiefer 1994 membuat sistem klasifikasi penggunaan lahan yang digunakan dalam identifikasi penggunaan lahan di dalam penginderaan jauh adalah seperti yang disajikan dalam Tabel 1. Informasi perubahan lahan pada suatu wilayah tertentu sangat penting artinya dalam perencanaan pembangunan di daerah tersebut untuk masa yang akan datang. Informasi penggunaan lahan dapat memberikan penjelasan pada pengguna tentang apa yang harus dilakukan terhadap lahan tersebut untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Perubahan pola pemanfaatan lahan ini akan memunculkan suatu fenomena yaitu satu pemanfaatan lahan dikorbankan untuk pemanfaatan lainnya. Misalnya pemanfaatan lahan yang pada awalnya sebagai lahan pertanian berubah sebagai lahan bukan pertanian. Dalam hal ini dikatakan lahan pertanian dikorbankan untuk pemanfaatan lainnya, yaitu sebagai lahan permukiman atau bukan pertanian. Bentuk perubahan penggunaan lahan terjadi dalam dua bentuk, yaitu dengan perluasan lahan dan tanpa perluasan lahan. Perubahan penggunaan lahan di suatu lokasi dapat terjadi dengan perubahan penggunaan tertentu lahan tersebut ke penggunaan lainnya. Perubahan penggunaan lahan diartikan sebagai suatu proses perubahan dari penggunaan lahan sebelumnya ke penggunaan lahan lain yang dapat bersifat permanen maupun sementara dan merupakan bentuk konsekuensi logis adanya pertumbuhan 21 dan transformasi perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat yang sedang berkembang. Apabila penggunaan lahan untuk sawah berubah menjadi permukiman atau industri maka perubahan penggunaan lahan ini bersifat permanen dan tidak dapat kembali irreversible, tetapi jika beralih guna menjadi perkebunan biasanya bersifat sementara. Tabel 1 Sistem klasifikasi penggunaan lahan untuk digunakan dengan data penginderaan jauh Lillesand dan Kiefer, 1994 No Tingkat I Tingkat II 1. Perkotaan atau Lahan Perkotaan a. Pemukiman b. Perdagangan dan Jasa c. Industri d. Transportasi e. Kompleks Industri dan Perdagangan f. Kekotaan Campuran dan Lahan Bangunan g. Kekotaan atau Lahan Bangunan Lainnya 2. Lahan Pertanian a. Tanaman Semusim dan Padang Rumput b. Daerah Buah-buahan, Jeruk, Anggur dan Tanaman Hias c. Lahan Tanaman Obat d. Lahan Pertanian Lainnya 3. Lahan Peternakan a. Lahan Pengembalaan Terkurung b. Lahan Peternakan Semak dan Belukar c. Lahan Peternakan Campuran 4. Lahan Hutan a. Lahan Hutan Gugur Daun Semusim b. Lahan Hutan yang Selalu Hijau c. Lahan Hutan Campuran 5. Air a. Sungai dan Kanal b. Danau c. Waduk d. Teluk dan Muara 6. Lahan Basah a. Lahan Hutan Basah b. Lahan Basah Bukan Hutan 7. Lahan gundul a. Dataran Garam Kering b. Gisik c. Daerah Berpasir Selain Gisik d. Tambang Terbuka, Pertambangan dan Tambang Kerikil 22 Perubahan penggunaan lahan pertanian berkaitan erat dengan perubahan orientasi ekonomi, sosial, budaya dan politik masyarakat. Perubahan penggunaan lahan pertanian ke non-pertanian bukanlah semata-mata fenomena fisik berkurangnya luasan lahan, melainkan merupakan fenomena dinamis yang menyangkut aspek-aspek kehidupan manusia, karena secara agregat berkaitan erat dengan perubahan orientasi ekonomi, sosial budaya dan politik masyarakat Winoto et al. 1996.

2.9 Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh adalah ilmu, teknik, dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu peralatan tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah atau fenomena yang dikaji Lillesand dan Kiefer, 1994. Prinsip dari penginderaan jauh dalam pengamatan obyek di muka bumi dilakukan dengan cara mengukur radiasi gelombang elektromagnetik yang dipancarkan maupun dipantulkan oleh obyek yang dimaksud. Hasil penginderaan jauh umumnya berupa citra yang dalam proses memperolehnya memerlukan ; a sumber energi, b perjalanan energi melalui atmosfer, c interaksi antara energi dengan kenampakan di muka bumi, d sensor wahaha pesawat terbang atau satelit, e hasil pembentukan dalam bentuk piktoral image dan atau numerik. Deteksi penggunaan lahan dan perubahannya dengan metode penginderaan jauh berupa citra satelit sudah umum dilakukan oleh berbagai kalangan, karena banyak manfaatnya, antara lain : 1 membantu mengumpulkan informasi dari daerah yang sulit dijangkau dan memungkinkan untuk meneliti daerah yang luas sekaligus dalam waktu yang hampir bersamaan synoptic view sehingga memudahkan menganalisis hubungan antar wilayah, 2 memungkinkan dilakukan pengulangan pengamatan repetitive dimana rekaman mengenai obyek, area dan kejadian yang sama dapat diulang dengan hasil yang dapat diperbandingkan, 3 mampu merekam informasi secara kontinyu dan real time IVOF dimana informasi tersebut dikirimkan ke stasiun pengolahan bumi menghasilkan data foto dan digital, sehingga memungkinkan dapat diolah secara statistik, 4 mempunyai kemampuan melihat lebih baik dari pada mata manusia karena dapat menangkap panjang gelombang tak tampak, dan 5 biaya operasional relatif murah cost