Pemikiran Reklamasi Lahan Pasang Surut Delta Berbak Jambi

82 banyak saluran-saluran yang tertutup oleh rumput purun kudung yang tumbuh subur ataupun oleh jenis-jenis gulma lainnya ikut menambah terhambatnya aliran air di saluran yang mengakibatkan terjadinya stagnasi air berlebihan yang terjadi selama musim hujan. Tabel 17 Produksi tanaman padi di daerah lahan pasang surut musim tanam 19831984 Sumber : Institut Pertanian Bogor, 1984 Faktor lain yang menyebabkan rendahnya produktivitas padi di daerah lahan pasang surut delta Berbak adalah perkembangan hama yang pesat. Perkembangan hama tersebut sebagai akibat waktu tanam yang tidak serempak akibat kertersediaan air yang tidak merata dan variatas padi yang berbeda. Berdasarkan pengamatan lapang dan informasi dari petani, hama kepinding tanah berkembang baik pada waktu air turun dan kondisi lahan tidak tergenang dan akan berkembang lebih baik pada tanah-tanah dengan ketebalan bahan organik 10-30 cm. Hama tersebut banyak dijumpai di lokasi 1 dan lokasi 2. Keadaan yang sama terjadi apabila pada daerah-daerah tersebut cukup banyak lahan-lahan yang ditelantarkan. Dari masalah-masalah tersebut terlihat secara jelas bahwa berbagai faktor tumbuh yang bersifat lebih komplek berinteraksi satu sama lain dalam menunjang rendahnya produksi padi di daerah ini. Produktivitas lahan pasang surut di delta Berbak sepuluh tahun pertama reklamasi menunjukkan semakin meningkat dan turun kembali sepuluh tahun kemudian dan meningkatkan kembali sepuluh tahun berikutnya Gambar 32. Perubahan produktivitas ini mengikuti pola perubahan karakteristik tanah itu sendiri. Hal ini sejalan dengan perubahan tingkat kemasaman tanah pH, KTK No Lokasi Produksi Gabah Kering Giling tonha Desa Selang Rata-rata 1 Rantau Rasau II 0,6 – 1,0 0,8 2 Rantau Jaya 1,4 – 3,2 2,3 3 Rantau Makmur 2,0 – 4,6 2,6 4 Harapan Makmur 0,8 – 1,8 1,4 5 Bandar Jaya 1,9 – 2,3 2,1 83 dan Al +3 dan SO 4-2 . Pada awal reklamasi pH tanah berkisar 4,1-4,9, KTK 20,1–77 me100 g, Al +3 2,45–15,54 me100 g dan SO 4-2 mencapai 2,48 me100 g. Adapun tahun 1984, pH tanah berkisar 3,4–4,4, KTK 24-127 me100 g, Al +3 2,69–22,34 me100 g. Sementara pada tahun 2008 untuk tanah lapisan atas pH berkisar 3,7– 3,9, KTK 11,55–23,49 me100 g, Al +3 3,74–5,5 me100 g dan SO 4-2 3,8–8,28 me100 g. Tabel 18 Perubahan produktivitas lahan pasang surut Sumber : 1 Laporan P4S, Institut Pertanian Bogor 1973; 2 Laporan Monitoring, Institut Pertanian Bogor 1984; 3 ISDP 1998; 4 Hasil Pangamatan Lapang 2008 sudah menggunakan pupuk Pada awal reklamasi, secara keseluruhan produktivitas lahan pasang surut lokasi studi di delta Berbak 0,95 tonha dan pada tahun 1984 meningkat menjadi 1,66 tonha, tahun 1998 turun menjadi 1,47 tonha dan pada tahun 2008 meningkat menjadi 2,27 tonha dimana produktivitas tahun 2008 telah menerapkan sarana produksi pupuk. Peningkatan produktivitas tertinggi pada sepuluh tahun pertama reklamasi terdapat pada lokasi 2 di desa sungai Dusun Bangun Karya mencapai 2,3 tonha. Sementara yang terendah pada lokasi 3 desa Harapan Makmur II yaitu 1,3 tonha. No Lokasi Desa Produksi tonha Tahun 1973 1 1984 2 1998 3 2008 4 1 Lokasi 1 Rantau Rasau II 0,71 1,38 1,10 2,20 2 Lokasi 2 Sungai Dusun 1,12 2,30 1,40 2,50 3 Lokasi 3 Harapan Makmur 1,03 1,30 1,90 2,10 Rata-rata 0,95 1,66 1,47 2,27 84 Tonha Tahun Gambar 32 Perubahan produktivitas produksi padi GKG tonha. Pada tahun 2008 setelah 30 tahun reklamasi, lahan pasang surut menunjukkan adanya peningkatan produktivitas pada semua lokasi pengamatan. Hal ini menunjukkan adanya perbaikan terhadap kualitas tanah lahan pasang surut di delta Berbak Provinsi Jambi. Perbaikan tersebut baik dari karakteristik tanah dan perbaikan oleh petani berupa pemupukan dan pengaturan air.

6.3. Kecenderungan Perubahan Penggunaan Lahan ke Komoditi Lain

Hingga saat ini sebagian besar lahan pasang surut potensial di Pantai Timur Propinsi Jambi telah dimanfaatkan baik oleh masyarakat lokal maupun oleh pemerintah. Lahan pasang surut yang tersisa adalah lahan-lahan yang mengalami degradasi cukup parah dimana sebagian besar adalah lahan-lahan yang berada di daerah lokasi transmigrasi. Lahan-lahan tersebut apabila dikelola dengan tepat didukung ilmu pengetahuan dan teknoogi IPTEK sesuai dengan karakteristik dan kebutuhannya, sangat potensial untuk dapat dijadikan areal pertanian produktif kembali, sehingga dapat mendukung ketahanan pangan, diversifikasi produksi pengembangan agroindustri , pengembangan agribisnis dan lapangan kerja , terutama dalam rangka otonomi daerah khususnya bagi Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Tidak kalah pentingnya adalah untuk mengembalikan fungsi dan kontribusi lahan pasang surut Pantai Timur Jambi sebagai sentra produksi pangan padi di Propinsi Jambi. Untuk lahan-lahan yang telah terbuka seperti Rantau Rasau dan sekitarnya perlu dilakukan zonasi pemanfaatan lahan dan teknik pengelolaannya. Untuk 85 menerapkan zonasi dan pengelolaannya perlu dilakukan kajian lebih lanjut dan lebih detail sehingga pemanfaatan lahan secara tepat dapat terwujud. Kajian tersebut utamanya meliputi pemetaan data base kondisi yang ada di lapang mencakup pengukuran hydrotopografi, konduktivitas hidrolik tanah serta sebaran kedalaman pirit. Hal lain yang penting adalah pengukuran di lapang sampai dimana pengaruh air pasang yang diharapkan sebagai sumber air untuk pertanian. Dari hasil pemetaan karakteristik kondisi yang ada sekarang dijadikan dasar terutama dalam merancang dan zonasi penggunaan lahan yang ada. Suwardi et al. 2009 mengatakan bahwa peningkatan produksi lahan sulfat masam di delta Berbak dapat dilakukan dengan menerapkan suatu paket teknologi dalam pengelolaan tanah sulfat masam yang mencakup pengelolaan saluran air, meningkatkan pH tanah dan air dengan pengapuran, pemupukan dengan pupuk makro yang mengandung N, P, K dan Mg dan unsur mikro yaitu Fe, Cu, Zn melalui pupuk daun. Selanjutnya Suwardi et al. 2009 ada beberapa usaha untuk menekan kegagalan panen dapat dilakukan beberapa tindakan secara bersamaan yaitu memelihara waktu tanam yang tepat, seleksi varietas padi yang cocok untuk tanah sulfat masam dan pengendalian hama dan penyakit. Teknologi tersebut didukung oleh pendapat Alihamsyah 2001 dimana yang paling penting dalam pengelolaan lahan pasang surut adalah pengelolaan air . Teknologi pengelolaan air yang sudah teruji baik pada tipe luapan A dan B adalah sistem aliran satu arah. Sistem ini dirancang sedemikan rupa sehingga air masuk dan keluar pada saluran yang berlainan. Sistem ini dapat dilakukan di lokasi 1 Parit 4 Rantau Rasau II dan Rantau Makmur. Karena daerah tersebut cukup tersedia air di saluran yang berasal dari Sungai Batanghari dan Batang Berbak. Penataan air ini dimungkinkan dengan dipasangnya flapgate pada masing-masing muara saluran sekunder yang digunakan untuk memasukkan air irigasi dan mengeluarkan air drainase. Flapgate pada muara saluran irigasi bersifat membuka ke dalam dan menerima air masuk, tetapi menutup keluar sehingga menahan terjadinya air keluar dari saluran pemasukan. Sebaliknya flapgate pada pintu saluran drainase bersifat membuka keluar sehingga air yang keluar dapat mendorong pintu untuk terbuka, tetapi menutup ke dalam sehingga menolak terjadinya air masuk dari sekunder.