23 effective dibandingkan dengan survey secara langsung ke lapangan Green et. al.
2000; Lillesand dan Kiefer, 1994. Karakteristik spektral berkaitan dengan panjang gelombang yang digunakan
untuk mendeteksi obyek yang ada di permukaan bumi. Semakin sempit rentang panjang gelombang yang digunakan, maka semakin tinggi kemampuan sensor itu
dalam membedakan obyek. Untuk tujuan penggunaan teknik analisis dengan bantuan komputer pada data penginderaan jauh maka sangat dibutuhkan
pengetahuan menyeluruh mengenai karakteristik spektral dari data tersebut seperti untuk Citra Landsat. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Aplikasi dan saluran spektral thematic mapper Lo 1995
No Saluran
Band Panjang
Gelombang µm
Potensi Pemanfaatan 1.
1 0,45-0,52
Dirancang untuk
penetrasi tubuh air sehingga bermanfaat untuk pemetaa
n perairan pantai. Juga berguna untuk
membedakan antara tanah denga n
2. 2
0,52-0,6 Dirancang
untuk mengukur punca
k pantulan hijau saluran tampak ba
3. 3
0,63-0,69 Saluran absorbsi klorofil yang penting
untuk diskriminasi vegetasi 4.
4 0,76-0,9
Bermanfaat untuk menentukan kandungan biomassa dan untuk deliniasi tubuh air
5. 5
1,55-1,75 Menunjukkan
kandungan kelembaban vegetasi dan kelembaban tanah. Jug
a bermanfaat untuk membedakan salju dan
6. 6
2,08-2,35 Saluran
inframerah termal ya
ng penggunaannya untuk perekaman vegetasi,
diskriminasi kelembaban tanah dan
7. 7
10,45-12,5 Saluran yang diseleksi karena potensinya
untuk membedakan tipe batuan dan untuk pemetaan hidrotermal
24 Khusus untuk Citra Landsat dirancang untuk mengumpulkan energi
pantulan yang dilakukan oleh Landsat dan akan mengkonversi energi pantulan matahari yang diterimanya menjadi satuan Reflektan dengan besaran nilai berkisar
dari 0-1,0. Reflektan ini terkait erat dengan kecerahan pada arah tertentu terhadap sensor. Nilai Reflektan kemudian dikuantifikasi menjadi nilai kecerahan
digital number citra yang tersimpan dalam format digital dengan besaran 0-255.
Data citra yang diperoleh selanjutnya dianalisis untuk memperoleh penggunaan lahan melalui beberapa tahap, yaitu : 1 pemulihan citra
image restoration, 2 penajaman citra image enhancement, dan 3 klasifikasi citra
image classification. Klasifikasi citra dapat diakukan dengan dua pendekatan, yaitu : 1 klasifikasi tak terbimbing
unsupervised classification dan 2 klasifikasi terbimbing
supervised classification. Sebelum melakukan analisis citra, langkah pertama yang dilakukan adalah
melakukan koreksi terhadap citra tersebut. Koreksi citra perlu dilakukan terhadap data mentah satelit dengan maksud untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan
radiometrik dan geometrik. Koreksi radiometrik dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki bias pada nilai digital piksel yang diakibatkan oleh gangguan
atmosfir ataupun akibat kesalahan-kesalahan sensor. Koreksi geometrik ditujukan untuk memperbaiki distorsi geometrik.
Koreksi geometrik sangat berkaitan dengan tipe proyeksi dan sistem koordinat yang akan digunakan untuk itu perlu dilakukan penyeragaman data ke dalam
sistem koordinat dan proyeksi yang sama. Untuk wilayah Indonesia Sumatera, Jambi termasuk proyeksi
Universal Transverse Mercator UTM WGS 84 zona
48 S dan sistem koordinat geografik yang menggunakan garis latitude garis Timur-Barat dan garis longitude garis Utara-Selatan. Perbaikan distorsi
geometrik dapat dilakukan dengan mengambil titik-titik ikat di lapangan atau menggunakan citra acuan yang telah terkoreksi atau GCP
Ground Control Point atau peta rupa bumi
.
2.10. Sistem I nformasi Geografis
Sistem Informasi Geografis SIG merupakan suatu teknologi informasi yang berkaitan dengan pengumpulan dan pengolahan data bereferensi spasial dan
25 berkoordinat
geografis Barus dan Wiradisastra 2000.
Aronof 1989
mendefinisikan Sistem Informasi Geografis SIG adalah suatu sistem yang berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi
informasi geografis. SIG adalah kumpulan yang teroganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografi dan personil yang dirancang secara
efisien untuk
memperoleh, menyimpan,
mengupdate, memanipulasi,
menganalisis, menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi geografis. Sistem Informasi Geografis SIG sebagai suatu sistem untuk memasukkan data,
menyimpan, memanipulasi, menganalisis dan menampilkan data geografi dan ruang. Data tersebut dapat berupa titik, garis, dan polygon.
Menurut Barus dan Wiradisastra 2000, SIG mempunyai empat komponen utama dalam menjalankan proses GIS, yaitu : 1
input data, mengumpulkan dan mempersiapkan data spasial dan atribut dari berbagai sumber serta bertanggung
jawab mengkonversi atau mentransformasikan data ke dalam format yang diminta perangkat lunak, baik dari data analog maupun data digital lain, atau dari bentuk
data yang ada menjadi bentuk yang dapat dipakai dalam SIG, 2 manajemen
data, mengorganisasikan baik data spasial maupun nonspasial atribut ke dalam sebuah basis data sedemikian rupa sehingga mudah untuk dilakukan pemanggilan,
updating dan editing, 3 manipulasi dan analisis data, melakukan manipulasi dan permodelan data untuk menghasilkan informasi sesuai dengan tujuan. Komponen
perangkat lunak yang memiliki fungsi tersebut merupakan kunci utama dalam menentukan keandalan sistem SIG yang digunakan. Kemampuan analisis data
spasial melalui algoritma atau pemodelan secara matematis merupakan pembeda suatu SIG dengan sistem informasi yang lain, 4
output data, berfungsi menghasilkan keluaran seluruh atau sebagian basis data dalam bentuk a cetak
lunak softcopy berupa produk pada tampilan monitor, b cetak keras hardcopy
yang bersifat permanen dan dicetak pada kertas, film fotografik atau bahan sejenis, seperti peta, tabel dan grafik, dan c elektronik berbentuk berkas
file yang dapat dibaca oleh komputer.
Aplikasi SIG telah banyak dimanfaatkan dalam berbagai bidang, seperti pengelolaan dalam penggunaan lahan di bidang pertanian, perkebunan, dan
kehutanan; dalam bidang bisnis dan perencanaan pelayanan, seperti analisis
26 wilayah pasar dan prospek pendirian suatu bisnis baru; dan dalam bidang logistik
dan transportasi, untuk pergerakan subyek atau obyek makanan dan minuman dikaitkan dengan infrastruktur dan rutenya. Dalam bidang lingkungan aplikasi
SIG digunakan dalam analisis erosi dan dampaknya, analisis daerah rawan banjir, kebakaran atau lahan kritis, dan analisis kesenjangan. Seperti juga penginderaan
jauh yang telah diaplikasikan oleh berbagai kalangan dan kepentingan, maka aplikasi SIG telah digunakan baik oleh kalangan swasta, perguruan tinggi maupun
pemerintah daerah. Aplikasi SIG untuk tugas dan kewenangan pemerintah daerah sebagian besar berkaitan dengan data geografis dengan memanfaatkan keandalan
SIG, antara lain : kewenangan di bidang pertanahan, pengembangan ekonomi, perencanaan penggunaan lahan, kesehatan, perpajakan, infrastuktur jaringan
jalan, perumahan, transportasi, informasi kependudukan, pengelolaan darurat, dan pemantauan lingkungan Green
et al. 2000; Purwadhi, 2001; Barus dan Wiradisatra 2000.
Penggunaan Sistem Informasi Geografis yang digabungkan dengan pemanfataan penginderaan jauh dalam berbagai ilmu pengetahuan seperti
pertanian, kehutanan, geologi, geofisika, penutupan dan penggunaan lahan, lanskap, bahkan dalam bidang bisnis. Tujuan utama dari penggunaan
penggabungan Sistem Informasi Geografis dan penginderaan jauh adalah untuk mempermudah dalam mengumpulkan data sumberdaya alam dan lingkungan
terutama dalam hal deteksi perubahan penggunaan lahan.
I I I . METODE PENELI TI AN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilaksanakan pada lahan pasang surut Batang Berbak - Pamusiran Laut, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi. Lokasi ini
merupakan areal pemukiman transmigrasi Rantau Rasau yang telah direklamasi pada tahun 1970-an. Detail lokasi penelitian dan areal pengamatan dapat dilihat
pada Gambar 1. Pengamatan lapang dilaksanakan pada bulan Agustus 2008 sampai Maret
2009, mencakup pengecekan lapang penggunaan lahan untuk tahun 2008, karakteristik tanah, air dan produktivitas
khususnya padi. Pengolahan citra dilaksanakan di laboratorium Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial sedangkan