Produktivitas Lahan Sawah Pasang Surut di Delta Berbak

85 menerapkan zonasi dan pengelolaannya perlu dilakukan kajian lebih lanjut dan lebih detail sehingga pemanfaatan lahan secara tepat dapat terwujud. Kajian tersebut utamanya meliputi pemetaan data base kondisi yang ada di lapang mencakup pengukuran hydrotopografi, konduktivitas hidrolik tanah serta sebaran kedalaman pirit. Hal lain yang penting adalah pengukuran di lapang sampai dimana pengaruh air pasang yang diharapkan sebagai sumber air untuk pertanian. Dari hasil pemetaan karakteristik kondisi yang ada sekarang dijadikan dasar terutama dalam merancang dan zonasi penggunaan lahan yang ada. Suwardi et al. 2009 mengatakan bahwa peningkatan produksi lahan sulfat masam di delta Berbak dapat dilakukan dengan menerapkan suatu paket teknologi dalam pengelolaan tanah sulfat masam yang mencakup pengelolaan saluran air, meningkatkan pH tanah dan air dengan pengapuran, pemupukan dengan pupuk makro yang mengandung N, P, K dan Mg dan unsur mikro yaitu Fe, Cu, Zn melalui pupuk daun. Selanjutnya Suwardi et al. 2009 ada beberapa usaha untuk menekan kegagalan panen dapat dilakukan beberapa tindakan secara bersamaan yaitu memelihara waktu tanam yang tepat, seleksi varietas padi yang cocok untuk tanah sulfat masam dan pengendalian hama dan penyakit. Teknologi tersebut didukung oleh pendapat Alihamsyah 2001 dimana yang paling penting dalam pengelolaan lahan pasang surut adalah pengelolaan air . Teknologi pengelolaan air yang sudah teruji baik pada tipe luapan A dan B adalah sistem aliran satu arah. Sistem ini dirancang sedemikan rupa sehingga air masuk dan keluar pada saluran yang berlainan. Sistem ini dapat dilakukan di lokasi 1 Parit 4 Rantau Rasau II dan Rantau Makmur. Karena daerah tersebut cukup tersedia air di saluran yang berasal dari Sungai Batanghari dan Batang Berbak. Penataan air ini dimungkinkan dengan dipasangnya flapgate pada masing-masing muara saluran sekunder yang digunakan untuk memasukkan air irigasi dan mengeluarkan air drainase. Flapgate pada muara saluran irigasi bersifat membuka ke dalam dan menerima air masuk, tetapi menutup keluar sehingga menahan terjadinya air keluar dari saluran pemasukan. Sebaliknya flapgate pada pintu saluran drainase bersifat membuka keluar sehingga air yang keluar dapat mendorong pintu untuk terbuka, tetapi menutup ke dalam sehingga menolak terjadinya air masuk dari sekunder. 86 Lahan pasang surut tipe C lahan yang tidak diluapi oleh pasang besar maupun kecil, tetapi pergerakan air tanah ada di antara 0 – 50 cm dari permukaan tanah memperoleh air umumnya hanya pada musim hujan, sehingga pada musim hujan air dapat berlebihan sedangkan pada musim kemarau kekurangan air. Lokasi 2 sungai Dusun, daerah Rantau Jaya, Rantau Rasau I, sebagian besar lahan usaha tani termasuk dalam tipe B dan C. Kondisi demikian jika dibiarkan terjadi mengakibatkan hasil yang diperoleh tidak optimal. Untuk itu diperlukan pengelolaan air yang lebih baik. Hasil penelitian Balai Penelitian Tanaman Pangan di Banjar Baru ternyata sistem tabat yang mampu mengkonservasi air untuk keperluan musim kemarau dan mengurangi banjir pada musim hujan, sehingga pertanaman berhasil lebih baik. Sistem tabat dilaksanakan dengan cara memfungsikan saluran sekunder menjadi saluran kolektor. Saluran kolektor tersebut terbuka dari saluran primer sedangkan saluran lainnya difungsikan untuk drainase sehingga membuka ke arah saluran primer dan pada saluran drainase dibuat pintu tabat overflow yang berfungsi mengatur aliran air. Pada saat curah hujan tinggi pintu air tabat dikurangi ketinggiannya sehingga aliran air pada saluran drainase dapat berjalan dengan lancar. Sebaliknya pada saat tidak ada hujan pintu ditinggikan sehingga ketinggian muka air dapat dipertahankan. Prinsip kerja sistem ini adalah memanen air hujan dan menampungnya dalam saluran kolektor untuk dialirkan ke petakan sawah. Penerapan sistem ini mengakibatkan terjadinya dinamika fisika-kimia tanah dan air yang pada akhirnya dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Sistem ini dapat mencuci zat masamracun Al + , H + , SO 4-2 , dan Fe + tapi dalam proses ini beberapa kation juga tercuci seperti Na + , Mg +2 , K + , Ca +2 dan C-organik. Tercucinya beberapa kation, anion terbukti dari tingginya kandungan kation dan anion dalam air saluran sekunder pada waktu surut. Dibandingkan dengan lahan-lahan lainya, jumlah faktor pembatas pada lahan pasang surut relatif lebih tinggi. Heterogenitas tanah baik pada sifat fisik maupun sifat kimia, adanya perubahan yang terjadi pada sifat-sifat tersebut setelah beberapa tahun penguasaan serta fluktuasi air yang cukup besar mengakibatkan perbedaan-perbedaan yang cukup besar pada produktivitas lahan. Terdapat 87 kecenderungan, bahwa di daerah pasang surut Delta Berbak setelah 10 sampai 20 tahun pengusahaan, produktivitas lahan menurun secara drastis. Penurunan ini lebih banyak berkaitan dengan penurunan ketersediaan unsur-unsur hara tanaman. Oleh sebab itu, usaha pemanfaatan lahan yang dilakukan oleh suku Bugis dan Melayu, misalnya selalu berpindah-pindah dari tempat yang sudah relatif kurang subur ke tempat yang lebih subur atau dengan menurunkan intensitas pengusahaan dengan jalan memberakan lahan usaha di dalam periode waktu yang cukup lama. Walaupun dalam beberapa hal masih memberi keuntungan, cara-cara penggunaan lahan yang demikian akan dapat menurunkan produktivitas lahan dalam arti luas, termasuk peranan lingkungan lainnya Pengaturan tata air di daerah penelitian bertujuan agar tanaman memperoleh air yang cukup baik, sehingga menunjang keberhasilan usaha pertanian. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut telah dibangun jaringan saluran-saluran dan pintu air. Diharapkan saluran-saluran dan pintu air tersebut berfungsi seperti yang diharapkan. Kenyataan di lapang, di beberapa tempat keadaan saluran dan pintu air tidak berfungsi dengan baik.Pintu dan saluran tidak terpelihara seperti adanya lonsoran tanggul dan berkembangnya gulma di saluran sehingga menyebabkan air asam yang diharapkan dapat keluar, banyak terhambat. Namun kenyataan sekarang mulai muncul peralihan penggunaan lahan oleh petani untuk tanaman perkebunan yaitu kelapa sawit dan karet. Terutama pada areal tanah yang lebih tinggi seperti Harapan Makmur, Bangun Karya, sungai Dusun, Rasau Jaya dan Rantau Rasau II. Sementara pada lahan yang lebih rendah masih banyak yang ditanami padi.Namun ada petani yang memaksa menanam sawit dan karet di lahan yang rendah tapi tidak memberikan hasil yang memuaskan, sehingga sebagian petani menggantikan tanaman kelapa sawit dengan padi sawah kembali.

6.4. Perkembangan Hidrologi Saluran Drainase

Sistem tata air di rawa pasang surut ditujukan untuk memenuhi kebutuhan air selama penyiapan lahan dan pertumbuhan tanaman serta untuk memperbaiki sifat fisika-kimia tanah. Adapun hal pokok yang diperhatikan dalam penataan tata air di lahan pasang surut adalah 1 memanfaatkan air pasang untuk memenuhi 88 kebutuhan tanaman, 2 mencegah masuk kembalinya air yang mengandung bahan berbahaya ke lahan, 3 mencuci zat-zat beracun, 4 mencegah oksidasi pirit pada tanah sulfat masam dan 5 menekan terjadinya mineralisasi bahan gambut. Ada beberapa sistem tata air yang sudah dikembangkan seperti yang dikemukakan oleh Driessen dan Ismangun 1972 yaitu 1 sistem drainase terkontrol Controlled Drainage System, 2 sistem rawa pasang surut Tidal Swamp System, 3 sistem polder System Polder, 4 Sistem garpu Grafted System. Gambar33Petahidrologitahun1969. 89