Kemiskinan Absolut Umur Harapan Hidup

rata-rata pendapatan. Ketika medianrata-rata pendapatan meningkat, garis kemiskinan relatif juga meningkat. Dalam hal mengidentifikasi dan menentukan sasaran penduduk miskin, maka garis kemiskinan relatif cukup untuk digunakan, dan perlu disesuaikan terhadap tingkat pembangunan negara secara keseluruhan. Garis kemiskinan relatif tidak dapat dipakai untuk membandingkan tingkat kemiskinan antar negara dan waktu karena tidak mencerminkan tingkat kesejahteraan yang sama.

b. Kemiskinan Absolut

Kemiskinan secara absolut ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum seperti pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. Kebutuhan pokok minimum diterjemahkan sebagai ukuran finansial dalam bentuk uang. Nilai kebutuhan minimum kebutuhan dasar tersebut dikenal dengan istilah garis kemiskinan. Penduduk yang pendapatannya di bawah garis kemiskinan digolongkan sebagai penduduk miskin. Garis kemiskinan absolut sangat penting jika seseorang akan mencoba menilai efek dari kebijakan anti kemiskinan antar waktu, atau memperkirakan dampak dari suatu proyek terhadap kemiskinan misalnya, pemberian kredit skala kecil. Angka kemiskinan akan terbanding antara satu negara dengan negara lain hanya jika garis kemiskinan absolut yang sama digunakan di kedua negara tersebut. Bank Dunia memerlukan garis kemiskinan absolut agar dapat membandingkan angka kemiskinan antar negara. Hal ini bermanfaat dalam menentukan kemana menyalurkan sumber daya finansial dana yang ada, juga dalam menganalisis kemajuan dalam memerangi kemiskinan. Pada umumnya ada dua ukuran yang digunakan oleh Bank Dunia, yaitu: a US 1 perkapita per hari, dimana diperkirakan ada sekitar 1,2 miliar penduduk dunia yang hidup dibawah ukuran tersebut; b US 2 perkapita per hari, dimana lebih dari 2 miliar penduduk yang hidup kurang dari batas tersebut. US dollar yang digunakan adalah US PPP Purchasing Power Parity, bukan nilai tukar resmi exchange rate. Kedua batas ini adalah garis kemiskinan absolut.

c. Terminologi Kemiskinan Lainnya

Kemiskinan memiliki banyak wajah dan pengertian. Salah satu wajah kemiskinan adalah dimana orang kelaparan. Kemiskinan juga adalah kondisi dimana orang tidak memiliki tempat tinggal. Kemiskinan juga adalah kondisi dimana orang sakit tidak kuasa untuk pergi ke dokter. Kemiskinan juga adalah kondisi dimana anak-anak tidak mampu bersekolah dan buta huruf. Kemiskinan juga adalah kondisi dimana orang tidak memiliki pekerjaan sehingga masa depannya tidak pasti. Kemiskinan juga adalah kondisi dimana orang terpaksa tinggal dengan sanitasi yang buruk dan kesulitan memperoleh air bersih. Kemiskinan juga adalah kondisi tidak berdaya dan tidak terwakili secara politik. Dari semua wajah itu, Bank Dunia menyimpulkan bahwa kemiskinan adalah kondisi dimana orang ingin lepas darinya Bank Dunia, 2006. Lebih jauh, suatu konsep pandangan mengenai kemiskinan yang lebih luas dan filosofis dinyatakan oleh pemenang Nobel, Amartya Sen sebagai Capability Approach terhadap well being. Pendekatan ini melewati batasan pandangan mengenai kemiskinan yang konvensional dimana konsep ini memasukan dimensi- dimensi kemiskinan yang sifatnya lebih fundamental yang meliputi kerentanan terhadap resiko, kurangnya hak bersuara dalam masyarakat, dan ketidakberdayaan. Kapabilitas-kapabilitas penting yang harus dimiliki setiap orang tidak saja mencakup kecukupan sumberdaya pemenuhan kebutuhan- kebutuhan pokok essential needs saja seperti pangan, sandang, dan papan saja., tetapi juga mencakup akses terhadap pendidikan, kesehatan, keamanan dan kekuatan-kekuatan perusak violence. Dalam hal ini, negaralah yang berkewajiban untuk merealisasikannya, mengingat mekanisme pasar tidak mungkin bisa menyelesaikan masalah tersebut.

2.1.8 Faktor yang Memengaruhi Tingkat Kemiskinan

Pada level negara atau wilayah, faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kemiskinan meliputi PDRB sektoral, besarnya anggaran pemerintah dan tingkat pendidikan. Faktor-faktor tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

2.1.8.1 PDRB Sektoral

Peubah PDRB sektoral menggambarkan jumlah output agregat sektor yang dihasilkan suatu daerah. Peningkatan nilai PDRB sektoral menurut harga konstan menunjukkan adanya pertumbuhan ekonomi sektoral. Pertumbuhan ekonomi menurut teori ekonomi mengindikasikan semakin banyak kesempatan kerja yang tercipta dan semakin banyak orang yang bekerja, sehingga akan mengurangi pengangguran dan kemiskinan. PDRB sektoral per tenaga kerja menurut harga konstan merupakan nilai PDRB sektoral menurut harga konstan tahun 2000 dibagi dengan jumlah tenaga kerja di sektor tersebut. PDRB sektor pertanian, PDRB sektor industri dan PDRB sektor jasa per tenaga kerja juga digunakan untuk mengetahui secara langsung kesempatan kerja yang terjadi juga menyebar di sektor dimana penduduk miskin berada melalui peningkatan produktivitas. Selain itu, secara tidak langsung digunakan untuk mengetahui efektivitas kebijakan pemerintah dalam proses redistribusi manfaat pertumbuhan yang diperoleh dari sektor pertanian maupun dari sektor industri dan sektor jasa yang ditengarai memberikan kontribusi terhadap pengurangan jumlah penduduk miskin Siregar dan Wahyuniarti, 2007. Pengaruh kegiatan ekonomi menurut sektoral terhadap pengurangan kemiskinan juga dikemukakan oleh Montalvo dan Ravallion 2009 dengan menguji hipotesis pola pertumbuhan sektoral. Kegiatan ekonomi menurut sektor memiliki dampak pengurangan kemiskinan secara keseluruhan yang independen terhadap pertumbuhan ekonomi aggregat. Hipotesis tersebut berdasarkan dua alasan. Pertama, kerelevanan ketidakmerataan antar sektor yang cukup besar menyebabkan pola pertumbuhan antar sektor secara sistematis akan merubah distribusi pendapatan dan lebih luas lagi pada tingkat kemiskinan dengan tingkat rata-rata pendapatan tertentu. Secara intuisi, jika pertumbuhan ekonomi sangat intens dalam sektor-sektor tersebut dan tidak memberikan manfaat kepada penduduk miskin maka akan meningkatkan ketidakmerataan, dampaknya akan mengurangi manfaat pertumbuhan secara keseluruhan bagi penduduk miskin. Kedua , komposisi kegiatan ekonomi menurut sektor merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat ketidakmerataan awal. Hal ini akan tetap berlangsung bila proses pertumbuhan berikutnya bersifat netral atau semua pendapatan tumbuh dengan tingkat yang sama. Secara intuisi, ketika penduduk miskin memiliki share pendapatan yang rendah terhadap total pendapatan, mereka akan cenderung memiliki share manfaat aggregat pendapatan yang lebih rendah selama proses pertumbuhan ekonomi. Secara empiris, distribusi pendapatan awal telah diketahui mempunyai peran yang sangat penting bagi dampak berikutnya dari pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan. Menurut Tambunan 2006, hubungan antara peningkatan output sektoral dan kemiskinan adalah efek trickle down dari peningkatan output sektoral dalam bentuk peningkatan kesempatan kerja dan peningkatan upahgaji riil. Pertumbuhan ekonomi sektoral bisa menjadi suatu alat yang efektif bagi pengurangan kemiskinan dengan asumsi ada mekanisme yang diperlukan untuk memfasilitasi trickle down manfaat pertumbuhan ekonomi sektoral kepada penduduk miskin. Kerangka pemikiran hubungan pertumbuhan ekonomi sektoral dan pengurangan kemiskinan dapat ditunjukkan dalam Gambar 3. Pada saat output meningkat maka kesempatan kerja juga bertambah sehingga mengakibatkan jumlah pengangguran berkurang. Penduduk akan memiliki sumber pendapatan baru maupun tambahan pendapatan, yang selanjutnya menurunkan jumlah penduduk miskin. Peningkatan output juga memberikan pengaruh terhadap laju inflasi, semakin banyak output yang dipasarkan akan menekan peningkatan harga domestik, bahkan dapat menurunkan laju inflasi sehingga akan menyebabkan peningkatan pendapatan riil. Peningkatan pendapatan riil ini akan menurunkan garis kemiskinan riil dan berdampak pada pengurangan jumlah penduduk miskin. Sumber: Tambunan 2006 Gambar 3 Kerangka hubungan pertumbuhan ekonomi sektoral dan pengurangan kemiskinan. Kerangka pemikiran tersebut didasarkan pada beberapa studi empiris lintas negara yang menguji relasi antara pertumbuhan output sektoral dan pengurangan Pertumbuhan ekonomi sektoral peningkatan output Peningkatan kesempatan kerja Peningkatan upahgaji riil Pengurangan Kemiskinan kemiskinan. Studi yang dilakukan Ravallion dan Datt 1996 dengan memakai data dari India menemukan bahwa pertumbuhan output di sektor primer khususnya pertanian, jauh lebih efektif dalam menurunkan kemiskinan dibandingkan sektor-sektor sekunder. Sektor sekunder tidak memberikan dampak yang berarti terhadap penurunan kemiskinan. Demikian juga, studi Kakwani 2001 melaporkan hasil yang sama untuk kasus di Philipina. Dalam studinya ditemukan bahwa sektor pertanian mempunyai elastisitas yang lebih tinggi dibanding sektor industri dan jasa.

2.1.8.2 Pengeluaran APBD

Menurut Tambunan 2006, pengeluaran pembangunan pemerintah yang direalisasikan dalam rancangan APBN atau APBD merupakan instrumen kelembagaan pemerintah yang memiliki peran strategis dalam pengurangan kemiskinan, melalui penyediaan fasilitas kesehatan, pendidikan dan infrastruktur fisik terutama jalan dan irigasi. Peningkatan kesehatan dan pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam meningkatkan produktivitas yang selanjutnya meningkatkan pendapatan penduduk miskin seperti petani dan buruh tani dalam arti luas. Infrastruktur yang baik sangat membantu peningkatan produksi, pertumbuhan kegiatan bisnis, termasuk di sektor informal, dan pemasaran produk-produk dari penduduk miskin seperti petani dan usaha mikro kecil. Besarnya pengeluaran pemerintah yang berkaitan dengan sektor publik dapat diproksi dengan besarnya realisasi pengeluaran Anggaran Pendapatan Belanja Daerah APBD Suparno, 2010. Nilai realisasi pengeluaran APBD digunakan untuk melihat kemampuan daerah dalam segi pendanaan dalam rangka dalam pembangunan daerah termasuk untuk mengatasi masalah kemiskinan. Semakin besar nilai realisasi pengeluaran APBD menunjukkan semakin besar pula peran pemerintah daerah dalam penyediaan fasilitas pelayanan publik seperti pendidikan dan kesehatan serta penyediaan lapangan pekerjaan terutama untuk penduduk miskin. Menurut Fan, et al, 1999, pengeluaran pemerintah dapat memberikan pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap kemiskinan. Dampak langsung pengeluaran pemerintah adalah manfaat yang diterima penduduk miskin dari berbagai program peningkatan pendapatan dan kesejahteraan pekerja, serta skema bantuan dengan target penduduk miskin. Dampak tidak langsung berasal dari investasi pemerintah dalam infrastruktur, riset, pelayanan kesehatan dan pendidikan bagi penduduk, yang secara simultan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di seluruh sektor dan berdampak pada penciptaan lapangan kerja yang lebih luas dan peningkatan pendapatan terutama penduduk miskin serta lebih terjangkaunya harga kebutuhan pokok. Pengeluaran pemerintah juga diperlukan sebagai stimulus pertumbuhan ekonomi untuk membantu mendayagunakan sumber daya secara berkelanjutan bagi pengeluaran pemerintah di masa depan. Pertumbuhan ekonomi merupakan sarana utama penyediaan solusi yang permanen dalam mengatasi masalah kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan penduduk secara keseluruhan. Menurut Iradian 2005, besarnya pengeluaran pemerintah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengurangan kemiskinan di berbagai negara, disamping juga dipengaruhi oleh pertumbuhan PDB riil perkapita, perubahan ketidakmerataan dan tingkat ketidakmerataan awal. Besarnya pengeluaran pemerintah dalam APBN atau APBD memiliki hubungan yang signifikan dengan pengurangan jumlah penduduk miskin. Peningkatan pengeluaran pemerintah akan mampu mengurangi jumlah penduduk miskin.

2.1.8.3 Tingkat Pendidikan

Menurut teori pertumbuhan endogen yang dipelopori Lucas dan Romer, pertumbuhan ekonomi tidak hanya dipengaruhi oleh besarnya modal dan tenaga kerja tetapi juga dipengaruhi oleh akumulasi modal manusia melalui pertumbuhan teknologi. Akumulasi modal manusia merupakan akumulasi dari pendidikan dan pelatihan. Semakin tinggi tingkat pendidikan dan ketrampilan penduduk menunjukkan semakin tinggi modal manusia human capital. Secara umum, semakin berpendidikan seseorang maka tingkat pendapatannya semakin baik. Hal ini dimungkinkan karena orang yang berpendidikan lebih produktif bila dibandingkan dengan yang tidak berpendidikan. Produktivitas yang tinggi tersebut dikarenakan memiliki keterampilan teknis yang diperoleh dari pendidikan. Jika tingkat pendidikan lebih tinggi maka akses ke dunia kerja menjadi lebih mudah dan dapat memperoleh posisi yang lebih baik. Sementara itu, unit usaha yang diisi dengan mereka yang memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menyerap teknologi akan lebih produktif. Tingkat upah pekerja pun akan meningkat yang berarti kesejahteraan rumah tangganya juga meningkat. Oleh karena itu, salah satu tujuan yang harus dicapai oleh pendidikan adalah mengembangkan keterampilan hidup. Inilah sebenarnya arah kurikulum berbasis kompetensi, pendidikan life skill dan broad based education yang dikembangkan di Indonesia akhir-akhir ini. Nurkolis. 2004. Menurut Bank Dunia 2006, tingkat pendidikan penduduk miskin yang rendah akan menimbulkan lingkaran setan kemiskinan pada generasi berikutnya. Penduduk miskin yang berpendidikan rendah akan menyebabkan produktivitasnya rendah, produktivitas yang rendah akan membuat output dan pendapatan yang diterima rendah, sehingga terjadi kemiskinan. Rumah tangga miskin akan kesulitan untuk membiayai anak-anaknya sekolah sehingga akan melahirkan generasi selanjutnya yang berpendidikan rendah dan menimbulkan kemiskinan baru. Sehingga salah satu upaya untuk menurunkan tingkat kemiskinan sekaligus memotong lingkaran setan kemiskinan adalah dengan meningkatkan pendidikan penduduk miskin. Peran penting peningkatan sumber daya manusia melalui pendidikan dalam rangka pengentasan kemiskinan juga dikemukakan Bank Dunia maupun Bank Pembangunan Asia ADB. Bank Dunia 2006 dalam kerangka kerja untuk memerangi kemiskinan menyebutkan salah satu pilar yang harus dilakukan adalah peningkatan kesempatan penduduk miskin. Pilar ini dilaksanakan dengan peningkatan akses penduduk miskin terhadap aset modal fisik dan modal manusia pendidikan dan kesehatan serta peningkatan rate of return dari aset-aset tersebut. Menurut Bank Pembangunan Asia 1999, salah satu pilar dari strategi penurunan kemiskinan adalah pengembangan sosial yang terdiri dari pengembangan modal manusia pendidikan dan kesehatan, modal sosial, perbaikan status perempuan, dan perlindungan sosial. Peran optimal pendidikan dalam pengurangan kemiskinan tergantung pada akses bagi masyarakat miskin dalam menyelesaikan pendidikan yang lebih tinggi, yang nantinya sangat menentukan kemampuan mereka dalam bersaing di pasar kerja. Penduduk miskin sering kesulitan menjangkau fasilitas pendidikan dan kesulitan keuangan untuk membiayai pendidikan anaknya. Motivasi penduduk miskin untuk membiayai sekolah anaknya di negara berkembang sering tidak sejalan dengan ekspektasi manfaat yang diterima di kemudian hari. Biaya yang dikeluarkan sering menjadi penghalang atau tidak sebesar manfaat relatif yang akan diterima di masa depan Tambunan, 2006. Bila penduduk miskin tidak memperoleh akses yang lebih luas untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi terutama di negara ketiga, justru akan cenderung mempertahankan atau bahkan semakin memperlebar jurang kesenjangan pendapatan, yang pada akhirnya akan menghambat upaya pengurangan kemiskinan. Hal ini dikarenakan tingkat penghasilan yang diterima sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Pendapatan penduduk yang telah menyelesaikan sekolah menengah atau universitas 300 persen hingga 800 persen lebih besar dari penduduk yang hanya berpendidikan sekolah dasar atau kurang dari itu Todaro dan Smith, 2006.

2.1.9 Indeks Pembangunan Manusia

Indeks Pembangunan Manusia IPM, secara khusus mengukur capaian pembangunan manusia menggunakan beberapa komponen dasar kualitas hidup. Sebagai ukuran kualitas hidup, IPM dibangun melalui pendekatan tiga dimensi dasar. Dimensi tersebut mencakup umur panjang dan sehat, pengetahuan dan kehidupan yang layak. Ketiga dimensi tersebut memiliki pengertian sangat luas karena terkait banyak faktor didalamnya. Untuk mengukur dimensi kesehatan, digunakan angka umur harapan hidup. Selanjutnya untuk mengukur dimensi pengetahuan digunakan indikator angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah yang dikombinasikan. Adapun untuk mengukur dimensi hidup layak digunakan indikator kemampuan daya beli Purchasing Power Parity BPS-Bappenas- UNDP, 2001.

a. Umur Harapan Hidup

Angka harapan hidup dapat dihitung dengan menggunakan pendekatan tak langsung indirect estimation. Ada dua jenis data masukan yang digunakan untuk menghitung angka umur harapan hidup yaitu Anak Lahir Hidup ALH dan Anak Masih Hidup AMH. Paket program Mortpack digunakan untuk menghitung angka harapan hidup dengan input data ALH dan AMH. Selanjutnya menggunakan program Mortpack ini, dipilih metode Trussel dengan model West, yang sesuai dengan dengan histori kependudukan dan kondisi Indonesia dan Negara-negara Asia Tenggara umumnya. Besarnya nilai maksimum dan nilai minimum untuk masing-masing komponen ini merupakan nilai besaran yang telah disepakati oleh semua negara 175 negara didunia. Pada komponen angka umur harapan hidup, angka tertinggi sebagai batas atas untuk penghitungan indeks dipakai 85 tahun dan terendah adalah 25 tahun. Angka ini merupakan angka rata-rata umur terpanjang penduduk Swedia dan terpendek dari negara Siera Leon di Afrika.

b. Tingkat Pendidikan