66
b. Sifat Fisik
Analisis fisik yang dilakukan antara lain pengukuran warna, densitas kamba, dan sifat amilograf tepung jagung.
1 Warna
Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan alat Chromameter
dengan metode Hunter yang memberikan tiga nilai pengukuran yaitu L, a, dan b. Nilai L menunjukkan tingkat
kecerahan sampel. Semakin cerah sampel yang diukur, maka nilai L akan semakin mendekati 100. Sebaliknya semakin gelap
sampel, nilai L akan mendekati 0. Nilai a merupakan parameter pengukuran warna kromatik
campuran merah-hijau. Bila a bernilai positif, sampel cenderung berwarna merah. Sebaliknya, bila a bernilai negatif maka sampel
cenderung berwarna hijau. Nilai b merupakan parameter pengukuran warna kromatik campuran kuning-biru. Bila b
bernilai positif, sampel cenderung berwarna kuning dan bila bernilai negatif maka sampel cenderung berwarna biru Hutching
1999. Hasil pengukuran warna tepung jagung yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14 Hasil pengukuran warna tepung jagung
Tabel 14 menunjukan bahwa tepung jagung yang dihasilkan memiliki tingkat kecerahan sebesar 82,52 dengan nilai a
sebesar 0,12 dan b sebesar 39,48. Tepung jagung yang dihasilkan memiliki tingkat kecerahan yang cukup tinggi, dimana semakin
mendekati 100, maka warna tepung jagung semakin cerah. Besarnya nilai b yang bertanda positif menunjukkan bahwa tepung
Ulangan L
a b
I 82,52
0,12 39,48
II 82,52
0,12 39,48
Rata2 82,52
0,12 39,48
67 jagung tersebut memiliki warna kekuningan. Warna kuning pada
tepung jagung disebabkan oleh adanya pigmen xantofil yang terdapat pada jagung. Xantofil termasuk ke dalam pigmen
karotenoid yang memiliki gugus hidroksil. Pigmen xantofil yang utama adalah lutein dan zeaxanthin, yaitu mencapai 90 dari total
pigmen karotenoid di dalam jagung. Kandungan pigmen xantofil yang terdapat dalam jagung rata-rata sebesar 23 mgkg Watson
2003.
2 Densitas Kamba
Densitas kamba adalah massa partikel yang menempati suatu unit volume tertentu. Densitas kamba merupakan salah satu sifat
fisik yang penting bagi bahan pangan yang berupa tepung- tepungan. Sifat fisik ini berperan penting dalam penyimpanan,
transportasi, dan penjualan. Hasil pengukuran densitas kamba yang dilakukan sebesar
0,70 gml. Menurut Kaletunc dan Breslauer 2003, densitas kamba dari tepung jagung berkisar antara 0,5-0,7 gcm
3
. Semakin besar densitas kamba, biaya transportasi akan semakin murah karena
membutuhkan ruang yang lebih kecil dalam pengangkutan Riyani 2007.
3 Sifat Amilograf
Sifat amilograf ditentukan dengan menggunakan Brabender amylograph
. Beberapa sifat amilograf yang diamati antara lain suhu awal gelatinisasi, viskositas maksimum, setback viscosity dan
viskositas akhir. Karakteristik sifat ini diperlukan untuk beberapa tujuan diantaranya adalah identifikasi perubahan respon amilografi
akibat perbedaan variabel bahan atau proses, pendugaan sifat pati dan tepung selama pengolahan dan identifikasi data awal untuk
keperluan set up peralatan pengolahan pati dan tepung Muhandri 2007. Hasil pengukuran sifat amilografi dari tepung jagung yang
dihasil amilog
Tabel
S viskosi
terjadin irrever
kinetik silkan dapat dilihat pada Tabel 15, seda
logram yang dihasilkan dapat dilihat pada Gamba
bel 15 Hasil pengukuran sifat amilograf tepung j Parameter yang diamati
Nil
Suhu awal gelatinisasi
o
C 69
Waktu awal gelatinisasi menit 26
Viskositas maksimum BU 725
Suhu puncak gelatinisasi
o
C 93,75
Viskositas saat 95
o
C BU 720
Viskositas setelah holding 95
o
C BU 600
Viskositas saat 50
o
C BU 1000
Viskositas setelah holding 50
o
C BU 1170
Setback viscosity BU
570
Gambar 14 Profil gelatinisasi tepung jagung
Suhu awal gelatinisasi adalah suhu pada sa kositas mulai naik. Peningkatan viskositas ini dis
dinya penyerapan air dan pembengkakan gra ersible
di dalam air pada saat pemanasan, tik molekul-molekul air lebih kuat daripada day
Holding 95
o
C 95
o
C
68 edangkan gambar
mbar 14.
pung jagung
ilai
69 26
725 93,75
720 600
1000 1170
570
ung
saat pertama kali disebabkan karena
granula pati yang n, dimana energi
daya tarik menarik
Holding 50
o
C 50
o
C
69 pati di dalam granula pati. Suhu awal gelatinisasi merupakan suatu
fenomena fisik pati yang kompleks, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah ukuran molekul amilosa dan
amilopektin Jane et. al. 1999, diacu dalam Charles et. al. 2004.
Hasil pengukuran sifat amilograf menunjukkan bahwa suhu awal gelatinisasi dari tepung jagung yang dihasilkan sebesar 69
o
C. Menurut Fennema 1996, suhu awal gelatinisasi pati jagung
berkisar antara 60-72
o
C. Hal ini menunjukkan bahwa pada suhu tersebut, sifat birefringence granula pati jagung mulai menghilang.
Semakin tinggi suhu gelatinisasi suatu jenis pati menunjukan semakin tinggi gaya ikat dalam granula pati tersebut.
Menurut Hubeis 1985, suhu gelatinisasi dibagi menjadi suhu gelatinisasi rendah 55-69,5
o
C, suhu gelatinisasi sedang 70- 74,5
o
C dan suhu gelatinisasi tinggi 74,5
o
C. Berdasarkan penggolongan tersebut, suhu gelatinisasi tepung jagung termasuk
ke dalam suhu gelatinisasi rendah. Waktu awal gelatinisasi tepung jagung yang dihasilkan adalah sekitar 26 menit. Waktu awal
gelatinisasi merupakan saat dimana pati jagung mulai mengalami gelatinisasi.
Viskositas maksimum merupakan titik maksimum viskositas pasta yang dihasilkan selama proses pemanasan. Pada titik ini
granula pati mulai pecah dan diikuti dengan penurunan viskositas. Viskositas maksimum dinyatakan dalam satuan Brabender Unit
BU. Viskositas maksimum dari tepung jagung yang dihasilkan
sebesar 725 BU.
Suhu puncak gelatinisasi merupakan suhu pada saat tercapainya viskositas maksimum hingga selanjutnya pecah. Suhu
puncak gelatinisasi ini ditentukan berdasarkan perhitungan hasil konversi waktu yang dibutuhkan pada saat kenaikan kurva
mencapai maksimum dikalikan dengan kecepatan kenaikan suhu 1,5
o
Cmenit kemudian ditambahkan dengan suhu awal yang
70 digunakan pada saat pengukuran 30
o
C. Suhu puncak gelatinisasi pada tepung jagung yang dihasilkan cukup tinggi yaitu 93,75
o
C. Setelah Brabender amylograph mencapai suhu 95
o
C dilakukan holding pada suhu tersebut selama 20 menit. Setelah
mencapai viskositas maksimum, jika proses pemanasan dalam Brabender amylograph
dilanjutkan pada suhu yang lebih tinggi, granula pati menjadi rapuh, pecah dan terpotong-potong
membentuk polimer dan agregat serta viskositasnya menurun akibat terjadinya leaching amilosa. Viskositas pada saat suhu 95
o
C dari pasta pati jagung yang dihasilkan sebesar 720 BU, sedangkan
setelah dilakukan holding pada 95
o
C terjadi penurunan viskositas pasta menjadi 600 BU.
Pasta pati yang telah mengalami pemanasan 95
o
C selama 20 menit kemudian diturunkan suhunya hingga mencapai 50
o
C. Pendinginan pada pasta pati mengakibatkan pasta pati mengalami
kenaikan viskositas akibat retrogradasi pati, yaitu bergabungnya rantai molekul amilosa yang berdekatan melalui ikatan hidrogen
intermolekuler Swinkels 1985. Nilai kenaikan viskositas pasta pati pada saat didinginkan ini disebut setback viscosity. Nilai ini
ditentukan dengan menghitung selisih antara viskositas pasta pati setelah holding 50
o
C dengan viskositas setelah holding 95
o
C. Semakin besar nilai setback viscosity, proses retrogradasi semakin
kuat Bussie et al. 2007. Nilai setback viscosity dari tepung jagung yang dihasilkan sebesar 570 BU. Nilai ini cukup besar, sehingga
menunjukan bahwa tepung jagung cenderung mengalami proses retrogradasi ketika didinginkan.
Tingginya kecenderungan retrogradasi ini disebabkan karena tingginya amilosa yang terdapat dalam tepung jagung. Retrogradasi
pada produk gorengan ditandai dengan peningkatan kekerasan ketika pendinginan, sehingga tingkat retrogradasi yang terlalu
tinggi tidak diharapkan karena menyebabkan produk yang dihasilkan cepat mengalami kekerasan dan kering Eliasson dan
71 Gudmundsson
2006. Profil
gelatinisasi tepung
jagung menunjukkan bahwa kecenderungan retrogradasi ini cukup tinggi
bila dibandingkan data profil gelatinisasi pati dari tepung bumbu komersial yang hanya 110 BU Lampiran 9. Hal inilah yang
menyebabkan tepung bumbu dari tepung jagung menjadi keras
ketika didinginkan.
B. Tahap Formulasi Tepung Bumbu