11 mengalami proses gelatinisasi yang dilanjutkan dengan penguapan air.
Pada proses gelatinisasi ini terjadi pengembangan expansion granula pati karena penyerapan air Meyer 1973. Melalui pemanasan selama
penggorengan, air menguap dan meninggalkan pori-pori kosong, yang sebagian di antaranya akan terisi oleh minyak. Pori-pori kosong tersebut
menyebabkan bahan menjadi lebih porous dan apabila dimakan terasa renyah.
Menurut Haryadi 1990 di dalam Ediati et al. 2006, tingkat pengembangan granula pati akan menentukan kerenyahan produk. Selain
itu pada awal proses penggorengan, polisakarida membentuk film yang kompak di permukaan bahan sehingga mampu mencegah migrasi lemak ke
dalam produk gorengan dan mencegah hilangnya air dari bahan Pokorny 1999.
C. Tapioka
Tapioka merupakan salah satu produk olahan dari ketela pohon atau singkong Manihot utilistima atau manihot esculenta. Selain kandungan
utamanya yang berupa karbohidrat, tapioka masih mengandung sedikit protein dan lemak seperti terlihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Komposisi tapioka per 100 gram bahan
Komposisi Jumlah
Air gram Karbohidrat gram
Protein gram Lemak gram
Energi kalori 12,0
86,9 0,5
0,3 3266
Sumber: Direktorat Gizi Depkes RI 1981
Sifat pati tapioka mudah membengkak dalam air panas dengan membentuk kekentalan yang dikehendaki. Menurut Moorthy 2004, kadar
amilosa tepung tapioka berada pada kisaran 20-27 dari kadar patinya dan
12 kadar lipid pada tapioka sangat rendah 0,1.
Tapioka mempunyai sifat dapat tergelatinisasi pada suhu yang relatif rendah dibandingkan dengan
tepung yang mengandung amilopektin tinggi yaitu berkisar antara 58,5
o
C- 70
o
C serta mulai mengeras pada suhu 85
o
C. Pada suhu yang lebih tinggi dari 85
o
C akan menurunkan viskositas tepung tersebut Charley 1982. Tapioka telah banyak digunakan sebagai bahan baku industri pangan
seperti membuat kue-kue, kerupuk, pengental, saos, dan sebagainya. Syarat mutu tapioka menurut SNI 01-3451-1994 BSN 1994 dapat dilihat
pada Tabel 5.
D. Tepung Beras
Beras merupakan bahan pangan pokok masyarakat Indonesia sejak dulu kala. Sebagian besar butir beras terdiri dari karbohidrat jenis pati. Pati
beras terdiri dari dua fraksi utama yaitu amilosa linier dan amilopektin bercabang. Berdasarkan kandungan amilosanya, beras dibagi menjadi
empat bagian yaitu ketan 2-9, beras beramilosa rendah 9-20, beras beramilosa sedang 20-25, dan beras beramilosa tinggi 25-33
Allidawati dan Bambang 1989, diacu dalam Aliawati 2003. Beras beramilosa rendah 9-20 cocok untuk pembuatan makanan
bayi, makanan sarapan, dan makanan selingan, karena sifat gelnya yang lunak. Pembuatan roti dari tepung beras atau campuran tepung beras:terigu
30:70 menggunakan beras dengan kadar amilosa rendah, suhu gelatinisasi rendah, dan viskositas gel yang rendah akan menghasilkan roti
yang baik. Beras yang mengandung kadar amilosa sedang sampai tinggi 20-27 dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan beras pratanak
dalam kaleng dan sup nasi dalam kaleng. Beras beramilosa tinggi juga dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan bihun. Beras jenis
ini mempunyai stabilitas dan daya tahan untuk tetap utuh dalam pemanasan yang tinggi, serta mempunyai sifat retrogradasi yang kuat,
sehingga setelah dingin pasta yang terbentuk menjadi kuat, tidak mudah hancur, atau remuk Siwi dan Damardjati 1986 dalam Belinda 2009.
13
Tabel 5 Syarat mutu tapioka menurut SNI 01-3451-1994 BSN 1994
No Jenis Uji
Satuan Persyaratan
Mutu I Mutu II
Mutu III 1
Kadar Air maks. 15,0
maks. 15,0 maks. 15,0
2 Kadar Abu
maks. 0,60 maks. 0,60
maks. 0,60 3
Serat dan benda asing
maks. 0,60 maks. 0,60
maks. 0,60 4
Derajat putih BaSO4=100
Min. 94,5 Min. 92,0
92
5 Derajat Asam
Volume NaOH
1N100g Maks. 3
Maks. 3 Maks. 3
6 Cemaran Logam
Timbal mgkg
Maks. 1,0 Maks. 1,0
Maks. 1,0 Tembaga
mgkg Maks. 10,0
Maks. 10,0 Maks.10,0
Seng mgkg
Maks. 40,0 Maks. 40,0
Maks. 40,0 Raksa
mgkg Maks.0,05
Maks. 0,05 Maks. 0,05
Arsen mgkg
Maks. 0,5 Maks. 0,5
Maks. 0,5 7
Cemaran Mikroba Angka
Lempeng Total kolonig
Maks. 1,0 x 10
6
Maks. 1,0 x 10
6
Maks. 1,0 x 10
6
E. coli kolonig
- -
- Kapang
kolonig Maks. 1,0
x 10
4
Maks. 1,0 x 10
4
Maks. 1,0 x 10
4
Penggilingan butir beras ke dalam bentuk tepung dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara kering dan cara basah. Kedua cara ini pada
prinsipnya berusaha memisahkan lembaga dari bagian tepung. Tepung beras diklasifikasikan menjadi empat berdasarkan ukuran partikelnya,
yaitu butir halus 10 mesh, tepung kasar atau bubuk 40 mesh, tepung agak halus 65-80 mesh, dan tepung halus 100 mesh Hubeis
1984. Penggilingan beras menjadi bentuk tepung dapat meningkatkan daya gunanya sebagai penyedia kebutuhan kalori dan protein bagi
14 manusia, serta bahan baku industri pangan, meskipun kandungan zat
gizinya menjadi lebih rendah, seperti terlihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Komposisi kimia beras per 100 gram Komposisi
Beras Tumbuk
Giling Tepung
Kalori kcal 359
360 364
Protein g 7,5
6,8 7,0
Lemak g 0,9
0,7 0,5
Karbohidrat g 77,6
78,9 80,0
Kalsium mg 16
6 5
Fosfor mg 163
160 140
Besi mg 0,3
0,8 0,8
Vitamin A SI Vitamin B mg
0,21 0,12
0,12 Vitamin C mg
Air 13,0
13,0 12,0
Sumber: Hubeis 1984 Ukuran partikel tepung beras juga berpengaruh terhadap sifat-sifat
fungsionalnya. Tepung yang mempunyai ukuran lebih halus mempunyai penyerapan air yang lebih tinggi. Kerusakan pati pada tepung yang
berukuran kasar lebih rendah daripada tepung halus. Tepung jenis ini lebih banyak digunakan untuk pembuatan roti yang menggunakan bahan 100
tepung beras, sedangkan tepung halus yang mengalami kerusakan pati yang lebih tinggi lebih disukai untuk tepung campuran yang mengandung
36 tepung beras Nishita dan Bean 1982.
E. Tepung Ketan