89 berikatan kembali pada saat terjadi pendinginan, sehingga dapat
mencegah pengerasan tekstur pada tepung bumbu yang terpilih Eliasson dan Gudmundsson 2006. Kadar serat kasar dari
tepung bumbu terpilih 0,27 bb mengalami penurunan dari kadar serat kasar tepung jagung. Hal ini disebabkan karena
adanya penambahan tepung dengan kadar serat kasar yang
rendah.
b. Analisis Fisik
1 Warna
Hasil pengukuran warna tepung bumbu terpilih dapat dilihat pada Tabel 19. Warna tepung bumbu terpilih yang
dihasilkan memiliki nilai L sebesar 84,93, nilai a sebesar -1,13, nilai b sebesar 24,93. Jika dibandingkan dengan hasil
pengukuran warna dari tepung jagung, tepung bumbu terpilih memiliki nilai L lebih besar dibanding tepung jagung. Hal ini
disebabkan karena adanya pencampuran dengan jenis tepung lainnya yang berwarna putih, sehingga mampu meningkatkan
kecerahan tepung bumbu tersebut. Nilai a yang bernilai negatif pada tepung bumbu
menunjukkan bahwa sampel cenderung berwarna hijau. Nilai b dari tepung bumbu terpilih lebih rendah dibandingkan nilai b
dari tepung jagung. Hal ini menunjukkan bahwa intensitas warna kuning pada tepung jagung lebih tinggi dibandingkan
intensitas warna kuning pada tepung bumbu terpilih. Gambar 24
menunjukkan gambar tepung jagung dan tepung bumbu terpilih.
90 Tabel 19 Hasil pengukuran warna tepung bumbu terpilih
Ulangan L
a b
I 84,93
-1,12 24,93
II 84,93
-1,14 24,93
Rata2 84,93
-1,13 24,93
Gambar 24 Tepung bumbu terpilih kiri dan Tepung jagung kanan
2 Densitas Kamba
Densitas kamba dari tepung bumbu terpilih tidak berbeda jauh dengan densitas kamba dari tepung jagung yaitu sebesar
0,73 gml. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan bumbu- bumbu
lainnya pada
tepung jagung
tidaklah terlalu
memengaruhi volume yang dibutuhkan untuk penyimpanan produk.
3 Sifat Amilograf
Secara garis besar, sifat amilograf dari tepung bumbu mengalami penurunan dibanding sifat amilograf tepung jagung.
Hal ini karena jumlah amilosa tepung bumbu terpilih lebih rendah daripada tepung jagung. Charles et al. 2005
menyatakan bahwa pati yang memiliki kandungan amilosa yang berbeda akan memiliki sifat fungsional yang berbeda, antara lain
suhu gelatinisasi dan viskositas. Hasil pengukuran sifat amilograf terhadap tepung bumbu terpilih dapat dilihat pada
91 Tabel 20, sedangkan gambar profil gelatinisasi tepung bumbu
terpilih dapat dilihat pada Gambar 25.
Tabel 20 Hasil pengukuran sifat amilograf tepung bumbu terpilih
Parameter Nilai
Suhu awal gelatinisasi
o
C 75
Waktu awal gelatinisasi menit 30
Viskositas maksimum BU -
Suhu puncak gelatinisasi
o
C -
Viskositas saat 95
o
C BU 320
Viskositas setelah holding 95
o
C BU 435
Viskositas saat 50
o
C BU 640
Viskositas setelah holding 50
o
C BU 750
Setback viscosity BU
315
95
o
C 50
o
C
Gambar 25 Profil gelatinisasi tepung bumbu terpilih
Suhu awal gelatinisasi dari tepung bumbu terpilih lebih tinggi dibandingkan tepung jagung dan tepung bumbu
komersial. Hal ini menunjukkan bahwa hidrasi atau pengikatan
92 air lebih mudah terjadi pada tepung bumbu komersial daripada
tepung bumbu terpilih. Viskositas maksimum dari tepung bumbu terpilih paling
rendah bila dibandingkan dengan tepung jagung dan tepung bumbu komersial. Viskositas maksimum pada tepung bumbu
terpilih tidak tercapai. Hal ini disebabkan karena adanya berbagai komponen dalam tepung bumbu terpilih yang dapat
menghalangi tercapainya viskositas maksimum seperti serat kasar. Menurut Abera dan Rakshit 2003, komponen serat kasar
dapat menghalangi transfer panas sehingga suhu puncak gelatinisasi lebih lambat tercapai. Semakin rendahnya viskositas
maksimum, menunjukkan bahwa tepung tersebut semakin mudah mengalami pemecahan granula pati. Dalam hal ini berarti
tepung bumbu komersial lebih cepat mengalami pemecahan granula pati dibandingkan tepung jagung dan tepung bumbu
terpilih. Nilai setback viscosity dari tepung bumbu terpilih lebih
rendah dibanding tepung jagung. Hal ini menunjukkan bahwa kecenderungan retrogradasi dari tepung bumbu terpilih juga
lebih rendah dibandingkan tepung jagung. Kadar amilosa tepung bumbu terpilih yang lebih rendah menyebabkan molekul
amilosa tepung bumbu yang dihasilkan memiliki kecenderungan yang lebih kecil untuk kembali berikatan satu sama lain saat
proses pendinginan cooling dibandingkan tepung jagung yang memiliki kadar amilosa yang lebih tinggi. Perbandingan bentuk
amilogram dari tepung jagung, tepung bumbu terpilih, dan tepung bumbu komersial dapat dilihat pada Gambar 26,
sedangkan profil gelatinisasi dari tepung bumbu komersial dapat dilihat pada Lampiran 9.
Charles et al. 2005 juga melaporkan bahwa semakin tinggi kadar amilosa, setback viscosity juga semakin tinggi.
Sebaliknya, semakin rendah kadar amilosa, setback viscosity
93 juga akan semakin rendah. Hal ini juga menunjukkan bahwa
penambahan tepung ketan pada campuran tepung mampu menurunkan setback viscosity dari tepung jagung yang sebesar
570 BU menjadi 315 BU pada tepung bumbu terpilih. Apabila hasilnya dibandingkan dengan profil gelatinisasi pati dari tepung
bumbu komersial Gambar 26 yang memiliki kadar amilosa yang lebih rendah yaitu sebesar 19,07 bb Lampiran 8, tepung
bumbu yang terpilih masih memiliki nilai setback viscosity yang lebih tinggi karena kadar amilosanya juga lebih tinggi.
Gambar 26 Perbandingan profil gelatinisasi
C. Penentuan Umur Simpan
Penentuan umur simpan formula terpilih dilakukan dengan metode kadar air kritis atau Labuza Labuza 1982. Kadar air kritis adalah kadar air
dimana secara organoleptik produk sudah tidak dapat diterima oleh konsumen Syarief et al. 1989, sehingga penentuan umur simpan pada metode ini adalah
untuk mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kadar air kritis. Metode ini cocok untuk produk pangan yang mudah rusak karena
menyerap air. Metode ini melalui beberapa tahapan, antara lain penentuan kadar air kritis, pembuatan kurva sorpsi isotermis, penentuan model sorpsi
isothermis, uji ketepatan model, serta penentuan umur simpan menggunakan rumus Labuza.