Pemanfaatan Sumberdaya Hutan sebelum menjadi Taman Nasional a

hari pukul 16.00 WIB. Tingkat pendidikan masyarakat penyadap adalah SD 87,5 dan SMP 12,5.

5.3 Bentuk-Bentuk Interaksi Masyarakat di Kawasan Hutan Pinus sebelum

dan setelah menjadi Taman Nasional Berdasarkan Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya dalam pasal 37 ayat 1 disebutkan bahwa peran serta masyarakat dalam konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya diarahkan dan digerakkan oleh pemerintah melalui berbagai kegiatan yang berdaya guna dan behasil guna. Lebih lanjut Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menyebutkan bahwa pengelolaan kawasan konservasi Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam, dan Taman Buru diarahkan kepada pemanfaatan yang bersifat multi-fungsi, dengan memperhatikan aspek ekologis, ekonomi, sosial dan budaya, serta dengan melibatkan dan mengutamakan kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan konservasi. Bagi masyarakat yang lokasi tempat tinggalnya berbatasan langsung dengan kawasan hutan TNGM, salah satunya yaitu masyarakat Desa Ngargomulyo, keberadaan hutan mempunyai arti yang sangat penting terutama dalam hal pemanfaatan hutan tersebut untuk kehidupan sehari-hari. Interaksi masyarakat Desa Ngargomulyo dengan hutan secara garis besar dapat dikategorikan ke dalam 4 jenis bentuk interaksi, antara lain yaitu pemanfaatan rumput, pemanfaatan kayu bakar, pemanfaatan sumber air, dan juga pemanfaatan bambu.

5.3.1 Pemanfaatan Sumberdaya Hutan sebelum menjadi Taman Nasional a

Pemanfaatan Rumput Pemanfaatan rumput di kawasan lereng Gunung Merapi telah berlangsung sejak lama. Hal tersebut tidak terlepas dari kehidupan masyarakat yang mengandalkan pertanian sebagai cara kehidupan mereka, yang dalam hal ini melibatkan jenis-jenis ternak besar seperti kambing dan sapi. Pada awalnya jenis rumput yang dimanfaatkan oleh masyarakat adalah jenis rumput yang tumbuh secara alami sebagai tumbuhan penutup tanah, seperti jenis rumput Jombok Eleusine indica, rumput Brabakan Panicum reptans, rumput Merangan Panicum montanum, alang-alang Imperata cylindrica, dan lain sebagainya. Seiring dengan perkembangan pemeliharaan ternak sapi baik milik sendiri maupun gaduh sebagai investasi atau tabungan masa depan, terjadi introduksi jenis rumput unggul yang di tanam di lahan milik maupun di dalam hutan, semisal rumput Kalanjana Brachiaria mutica dan rumput gajah Pennisetum purpureum. Menurut masyarakat jenis rumput ini lebih mencukupi kebutuhan makan sapi karena kandungan nutrisi yang lebih baik dibanding jenis rumput alam, sehingga masyarakat memanfaatkannya sebagai makanan utama ternak sapi dengan tambahan suplemen seperti dedak atau katul. Selain rumput, masyarakat juga mengambil hijauan makanan ternak HMT yang berupa dedaunan pakis, kaliandra dan lain-lain yang masyarakat desa biasa menyebutnya dengan istilah ramban. Rumput dan ramban yang mereka ambil tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak mereka sendiri dan bukan untuk diperjual belikan. Dari hasil wawancara baik dengan masyarakat penyadap getah pinus maupun masyarakat bukan penyadap menunjukkan bahwa pemanfaatan rumput merupakan pemanfaatan terbesar yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Ngargomulyo, baik oleh masyarakat penyadap maupun masyarakat bukan penyadap hampir mencapai 100. Tingginya pemanfaatan rumput ini selain karena faktor kepemilikan ternak, juga disebabkan oleh musim serta luasan lahan yang dimiliki masyarakat. Semakin banyak jumlah ternak yang dimiliki, semakin banyak pula jumlah pakan ternak yang diperlukan. Demikian juga semakin sempit lahan garapan yang dimiliki, maka jumlah pakan ternak yang dihasilkan akan semakin sedikit. Rata-rata pemilikan sapi masyarakat Desa Ngargomulyo sebanyak 2 ekor dengan luas lahan rata-rata 0,8 Ha. Dengan jumlah pemilikan ternak dan luas lahan seperti tersebut di atas, maka jumlah pakan ternak ada di lahan mereka sendiri tentunya tidak akan mencukupi kebutuhan makan ternak setiap harinya, sehingga alternatif pemenuhannya diperoleh dari dalam hutan. Di musim penghujan mungkin kebutuhan pakan ternak sehari-hari akan dapat tercukupi, tetapi jika musim kemarau tiba cadangan pakan ternak yang ada di lahan tegalan atau pekarangan mulai menipis bahkan habis. Sehingga di musim kemarau ini banyak masyarakat yang memanfaatkan rumput yang diambil dari hutan. Pengambilan rumput ini dilakukan setiap hari oleh kaum pria dan wanita, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-samaberkelompok. Pengambilan rumput ini umumnya dilakukan di pagi atau sore hari. Di waktu pagi hari pengambilan rumput dimulai pada pukul 06.00 sampai dengan pukul 10.00 WIB oleh masyarakat bukan penyadap. Sedangkan di waktu sore hari pada pukul 16.00 – 17.00 WIB oleh masyarakat penyadap getah pinus, pengambilan rumput ini dilakukan setelah mereka menyadap getah yaitu pada pukul 07.00 pagi sampai 16.00 sore. Dalam satu hari setiap orang memperoleh pakan ternak umumnya rumput gajahrumput kolonjono sebesar 1 gawan atau beratnya kira-kira setara dengan 50 kg, bahkan ada juga masyarakat yang mengambil rumput dua kali sehari yaitu pagi dan sore karena jumlah ternak mereka lebih banyak. Sebagian besar masyarakat mengambil rumput di kawasan taman nasional sebanyak 1 kali sehari yaitu sebesar 57, bahkan ada yang mengambil 2 kali sehari yaitu sebesar 40, dan hanya sedikit sekali masyarakat yang tidak megambil rumput di dalam kawasan seperti terlihat pada Gambar 14. Gambar 14 Frekuensi pengambilan rumput oleh masyarakat di dalam kawasan taman nasional. Disamping untuk mendapatkan pakan ternak, kegiatan ramban ini juga dapat berperan positif dalam mengurangi atau mencegah kemungkinan terjadinya kebakaran hutan. Rumput-rumput yang telah tua dan mengering pada musim kemarau ikut dibabat oleh masyarakat sehingga dapat mengurangi resiko kebakaran hutan dengan meniadakan salah satu faktor penyebab terjadinya kebakaran hutan seperti gesekan rerumputan yang telah kering. 57 40 3 Frekuensi pengambilan rumput 1 kali sehari 2 kali sehari tidak mengambil rumput Sekarang ini masyarakat Desa Ngargomulyo meminta kepada pihak taman nasional agar diberikan pelatihan mengenai pembuatan konsentrat pakan ternak, karena dari konsentrat ini menghasilkan pakan ternak yang berkualitas tinggi sebagai pengganti rumput. Dengan demikian, pengambilan rumput ke dalam kawasan hutan dapat berkurang. Selain untuk dikonsumsi ternak mereka sendiri, pakan konsentrat ini juga dapat dijual kepada peternak lain karena harganya yang cukup mahal, bahan-bahannya pun mudah diperoleh. Bahan utama pembuatan konsentrat yaitu serbuk gergaji, premix, garam curah, ampas tahu, rumput laut, ampas kelapa sawit atau ampas tebu. Dari modal sekitar Rp.1.300kg untuk membeli bahan-bahannya, dapat menghasilkan konsentrat yang dijual dengan harga Rp. 4.000kg. b Pengambilan Rencek Kayu Bakar Masyarakat Desa Ngargomulyo memandang penggunaan kayu bakar lebih menguntungkan dibanding menggunakan bahan bakar minyak atau gas, karena kayu bakar lebih mudah didapatkan dan berfungsi tidak hanya untuk memasak namun juga untuk mengusir dingin di waktu pagi dan malam hari atau untuk mengawetkan bahan pangan. Jenis kayu yang digunakan masyarakat tidak ditentukan secara spesifik asalkan kayu tersebut dalam keadaan kering. Berbagai macam tanaman kayu yang tumbuh di pekarangan atau tegalan hak milik dan hutan merupakan sumber utama kayu bakar bagi masyarakat. Teknik pengambilan kayu bakar dilakukan dengan cara merencek memotong ranting atau dahan pohon yang sudah kering. Pengambilan kayu bakar di hutan tersebut dilakukan di kawasan hutan Pinus yang merupakan daerah penyangga TNGM. Sebagai prioritas utama kayu bakar adalah pohon kayu yang tumbang, kayu yang sudah mati atau lapuk, bagian dahan dari suatu pohon, dan ranting-ranting. Berdasarkan hasil wawancara, pengambilan kayu bakar oleh masyarakat responden untuk masyarakat penyadap dan masyarakat bukan penyadap adalah sama yaitu 100. Hampir semua warga masyarakat memanfaatkan rencek atau kayu bakar ini untuk keperluan memasak mereka. Pengambilan kayu bakar dilakukan masyarakat secara kontinualsepanjang tahun dengan waktu yang tidak ditentukan tergantung ada tidaknya kayu bakar yang bisa dibawa pulang, karena kayu bakar dibutuhkan sehari-hari. Umumnya masyarakat melakukan kegiatan mengambil kayu berbarengan dengan kegiatan mencari rumput, seperti dapat dilihat pada Gambar 15. Penggunaan kayu bakar, baik yang diperoleh dari dalam hutan maupun dari lahan milik lebih bertujuan untuk mencukupi kebutuhan sendiri. Gambar 15 Pengambilan rencek kayu bakar umumnya berbarengan dengan pengambilan rumput. c Pemanfaatan Sumber Air Kawasan hutan TNGM merupakan daerah peresapan air yang menjadi sumber utama kebutuhan air bagi masyarakat DIY dan sebagian Propinsi Jawa Tengah, sehingga sering dikenal sebagai jantung atau nyawanya Kota Jogjakarta. Sumber air yang dimanfaatkan masyarakat Desa Ngargomulyo adalah sungai yang berada di kawasan hutan yang jauh dari pemukiman yang saat ini statusnya masuk ke dalam kawasan hutan TNGM, sehingga untuk memanfaatkannya digunakan pipa saluran yang dihubungkan ke tengah-tengah pemukiman. Selanjutnya, untuk pendistribusian air dilakukan dengan menempatkan bak-bak penampungan yang bisa dijangkau oleh warga, seperti dapat dilihat pada Gambar 16. Gambar 16 Tempat penampungan air yang berasal dari Sungai Blongkeng. Dari data yang diperoleh, semua masyarakat responden memanfaatkan sungai sebagai sumber air yaitu dari Sungai Blongkeng yang melewati Desa Ngargomulyo. Air yang berasal dari sungai tersebut dipergunakan untuk kebutuhan sehari-hari seperti untuk memasak, minum, mencuci, mandi, minum ternak, dan untuk penyiraman tanaman pertanian. Khusus air yang digunakan untuk penyiraman tanaman pertanian atau untuk mengairi sawah-sawah berasal dari parit-parit kecil yang mengalir dari sungai. Kebutuhan akan air dari mata air Gunung Merapi ini merupakan sumber utama bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat Desa Ngargomulyo. Pemanfaatan air yang dilakukan oleh masyarakat ini semata-mata untuk kepentingan sendiri dan tidak untuk kepentingan komersialdijual. Bagi masyarakat Desa Ngargomulyo, keberadaan sumber air tersebut merupakan anugerah dari Tuhan yang harus dijaga, sehingga masyarakat tidak berani melakukan kegiatan yang merusak atau mencemari sungai. d Pemanfaatan Bambu Di dalam kawasan hutan pinus di Desa Ngargomulyo juga terdapat tegakan bambu yang tumbuh menyebar. Bambu tersebut ada yang tumbuh alami, tetapi sebagian besar marupakan hasil budidaya oleh masyarakat desa. Masyarakat desa memanfaatkan bambu untuk dijadikan sebagai keterampilan masyarakat yaitu dibuat kepang dan gedheg yang kemudian dapat dijual kepada konsumen. Kepang digunakan masyarakat untuk tempat menjemur hasil-hasil panen, sedangkan gedheg digunakan untuk membangun rumah.

5.3.2 Pemanfaatan Sumberdaya Hutan setelah menjadi Taman Nasional