Konsepsi Partisipasi Masyarakat dan Kolaborasi dalam Pengelolaan

Secara umum, pelaksanaan kelola sosial dalam kegiatan pengelolaan hutan ditujukan untuk dapat memberikan peningkatan kesejahteraan hidup kepada masyarakat yang berada di sekitar hutan melalui pemberian kesempatan kerja dan berusaha, tetap memberikan akses kepada masyarakat untuk mencari hasil hutan bukan kayu, serta menghormati dan mengakui keberadaan hutan adat dan hak ulayat masyarakat, termasuk di dalamnya pengetahuan dan kearifan lokal dalam hubungannya dengan pengelolaan sumberdaya hutan. Kelola sosial dapat dilakukan antara lain dalam bentuk pembinaan masyarakat desa hutan PMDH, pengelolaan hutan kemasyarakatan dan pengembangan kawasan penyangga. Pengembangan kawasan penyangga merupakan bentuk kelola sosial pada kawasan hutan konservasi dan kawasan pelestarian alam, sebagaimana yang telah diatur dalam SK Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam No. 49KptsDJ-VI1997 tentang Petunjuk Teknis Pengembangan Daerah Penyangga. Berdasarkan jenis kegiatannya, beberapa alternatif pengembangan daerah penyangga diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Pengembangan budidaya plasma nutfah 2. Penurunan penggembalaan liar di kawasan konservasi dan kawasan pelestarian alam 3. Perlindungan dan rehabilitasi biota sungai serta pengembangan budidaya ikan air tawar 4. Pengembangan wisata alam, pengembangan budidaya rumput laut dan biota laut lainnya 5. Pengembangan kerajinan dan keterampilan masyarakat.

2.3.3 Konsepsi Partisipasi Masyarakat dan Kolaborasi dalam Pengelolaan

Hutan Secara umum partisipasi masyarakat dapat diartikan sebagai keikutsertaan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan yang dimulai dari perencanaan, implementasi, monitoring, dan evaluasi. Menurut Afiff 1992, dalam konteks pembangunan kehutanan dalam kaitannya untuk menjaga keanekaragaman biodiversity di dalam kawasan hutan, partisipasi masyarakat diperlukan, hal ini bermanfaat untuk : 1. Dapat menampung reaksi dan mendapatkan umpan balik terhadap keputusan yang akan diambil sehingga dapat meminimalisis dampak yang akan ditimbulkan, meningkatkan kualitas dari keputusan yang diambil dan menghindari konflik yang berkepanjangan 2. Dapat mengakomodasi aspirasi kebutuhan rakyat yang sesunggguhnya yang pada akhirnya akan lebih menjamin dukungan masyarakat terhadap konservasi biodiversity 3. Proses penyampaian informasi dan pendidikan kepada masyarakat dapat berlangsung lebih efektif 4. Dapat dijamin adanya proses pengidentifikasian permasalahan yang sesungguhnya terjadi dan kebutuhan-kebutuhan bagi alternatif penanggulangan yang pada akhirnya akan menjamin adanya penyelesaian masalah yang berkaitan dengan pengelolaan biodiversity di dalam hutan 5. Dapat menggali ide dan menumbuhkan kreatifitas masyarakat sehingga akan meningkatkan kualitas dari pengelolaan biodiversity di dalam hutan 6. Terjaminnya proses demokrasi sehingga ada jaminan untuk pencapaian tujuan yang nyata dalam peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat sekitar hutan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. 19 tentang kolaborasi pengelolaan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam, kolaborasi pengelolaan kawasan konservasi adalah pelaksanaan suatu kegiatan atau penanganan suatu masalah dalam rangka membantu meningkatkan efektivitas pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam secara bersama dan sinergis oleh para pihak atas dasar kesepahaman dan kesepakatan bersama sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku Departemen Kehutanan, 2004.

2.4 Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu dalam Rangka Pemberdayaan