tangga yang membentuk kampung kecil, satu unit desa sebagai satu kesatuan kehidupan. Masyarakat bukan hanya merupakan kumpulan keluarga atau rumah
tangga, melainkan adalah sebagai satu kesatuan unit sosio cultural, yakni masyarakat yang membangun sistem sosial budaya, tata nilai, norma, aturan, dan
pola-pola hubungan sosialnya untuk mencapai tertib sosial. Menurut Hadi 1994, kemiskinan keadaan sosial ekonomi masyarakat
sekitar hutan yang kurang baik akan menimbulkan berbagai masalah, antara lain : 1 menyempitnya kawasan hutan akibat penyerobotan areal hutan untuk pertanian
dan perladangan secara liar, 2 hutan menjadi gundul dan rusak karena terjadinya kebakaran hutan, dan 3 perambahan hutan dan penebangan liar guna keperluan
kayu bakar atau dijual untuk menambah pendapatan. Masuknya masyarakat ke dalam kawasan konservasi dapat mengakibatkan
rusaknya kawasan konservasi, hal ini dilatarbelakangi oleh kondisi sosial ekonomi masyarakat dalam arti tingkat penghasilan rendah, terbatasnya lapangan pekerjaan
dan sulitnya mencari tambahan penghasilan, kebutuhan hasil hutan yang tidak terpenuhi karena tidak terbeli atau terbatasnya di pasaran, pekerjaan mencuri
relatif lebih mudah dan memberikan hasil yang lebih besar, adanya tukang tadah hasil curian, dan kurangnya patroli keamanan kawasan Soeratmo, 1978.
2.2.1 Ketergantungan dan Interaksi Masyarakat Setempat terhadap Hutan
Menurut Tadjudin 2000, jenis mata pencaharian masyarakat hutan sangat beragam. Sebagian dari mereka melakukan kegiatan budidaya pertanian di dalam
kawasan hutan, dan sebagian yang lain hanya memetik hasil hutan non kayu seperti damar, getah, rotan, sarang burung, dan tanaman obat-obatan. Ada juga
sebagian yang mencari kayu bakar, menyabit rumput atau menggembalakan ternaknya di dalam kawasan hutan.
Suatu kawasan konservasi pada umumnya berbatasan dengan pemukiman penduduk, lahan pertanian, perkebunan, perikanan, kegiatan perindustrian atau
kerajinan masyarakat serta sektor kegiatan lainnya. Kegiatan ini menyebabkan terjadinya interaksi antara potensi sumberdaya alam yang terdapat di dalamnya
dengan masyarakat yang memanfaatkan sumberdaya yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya Alikodra et al., 1983.
Menurut Soekmadi 1987, faktor sosial ekonomi masyarakat berpengaruh langsung terhadap kemampuan daya dukung lingkungan suatu kawasan. Faktor-
faktor sosial ekonomi yang menjadi penyebab terjadinya keterkaitan interaksi antara manusia dan sumberdaya hutan, meliputi : mata pencaharian, tingkat
pendapatan masyarakat di sekitar hutan yang rendah, tingkat pendidikan yang rendah, laju pertumbuhan penduduk yang pesat dengan kepadatan tinggi, serta
rata-rata pemilikan lahan yang sempit dan kurang intensif pengelolaannya. Kegiatan memungut hasil hutan dan hasil laut bagi masyarakat desa sekitar
kawasan konservasi merupakan pekerjaan tambahan. Pengambilan setiap komoditi hutan biasanya dilakukan secara bersamaan dalam periode yang sama,
misalnya pengambilan kayu bakar dilakukan sekaligus pada waktu pengambilan rumput, atau pengambilan kayu bakar dilakukan pada waktu penangkapan nener.
Bagi buruh tani pada musim kemarau banyak yang mencari hasil hutan ules, ramban, asam, rumput, rotan dan hasil laut nener, benur untuk menambah
penghasilan Alikodra et al., 1986. Menurut Soerianegara 1977, akibat pendayaguaan sumberdaya alam oleh
manusia akan menimbulkan perubahan ekosistem, sehingga akan mempengaruhi sumberdaya alam lainnya beserta lingkungannya. Pengaruh tersebut bisa bersifat
langsung maupun tidak langsung. Pengaruh tidak langsung ini dalam jangka panjang akan lebih mengkhawatirkan.
Mangandar 2000, mengemukakan bahwa interaksi masyarakat dengan kawasan yang dilindungi dapat diarahkan pada suatu tingkat integrasi dimana
keperluan masyarakat akan sumberdaya alam dapat dipenuhi tanpa mengganggu atau merusak potensi. Salah satu cara yaitu membentuk daerah penyangga sosial,
yaitu daerah yang berguna untuk mengalihkan perhatian masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya, sehingga mereka tidak akan merugikan hutan tersebut.
2.2.2 Tenaga Penyadap