Dampak Positif dan Dampak Negatif Pengelolaan Tegakan Pinus

Getah yang diterima di TPG ditimbang beratnya, ditentukan mutunya, dan dibuang kandungan air serta kotorannya hingga didapat kadar yang diperbolehkan yaitu 5. Setelah diperiksa, getah tersebut kemudian didiamkan beberapa waktu hingga siap diangkut ke pabrik gondorukem dan terpentin PGT dengan jangka waktu tidak boleh lebih dari 7 hari.

2.5.5 Dampak Positif dan Dampak Negatif Pengelolaan Tegakan Pinus

Pengembangan hutan pinus pada suatu wilayah akan menimbulkan dampak pada wilayah di mana hutan pinus itu berada in situ maupun pada daerah lain ex situ. Dampak yang timbul tersebut meliputi dampak sosial, ekonomi, maupun ekologi. a. Dampak sosial pengelolaan hutan pinus Dampak sosial yang ditimbulkan oleh adanya pengelolaan hutan pinus, khususnya oleh Perum Perhutani, pada suatu wilayah dapat bersifat positif maupun negatif. Dampak positif yang timbul dari pengelolaan hutan pinus adalah adanya pengurangan pengangguran melalui penyerapan tenaga kerja dalam proses pengelolaan. Selain menimbulkan dampak positif, pengelolaan hutan pinus juga menimbulkan dampak sosial negatif. Dampak negatif tersebut adalah adanya konflik yang timbul antara masyarakat setempat dengan pihak pengelola. Konflik tersebut pada umumnya terkait dengan permasalahan penggunaan lahan, pencurian kayu, dan sumber air. Dalam pengelolaan hutan pinus adalah terkait dengan sumber air, terdapat isu yang berkembang di tengah masyarakat bahwa keberadaan hutan pinus telah menyebabkan menurunnya hasil air tahunan. Hal tersebut telah berimplikasi pada munculnya masalah kekeringan pada musim kemarau. Anggapan masyarakat tersebut didasarkan pada kondisi sebelum dan sesudah ditanami pinus, yaitu bahwa sebelum ditanami pinus sumber air masih tetap ada walaupun pada musim kemarau. Namun setelah ditanami pinus, sumber air tersebut banyak yang kering. Kondisi ini telah menyebabkan masyarakat setempat mempunyai keinginan yang kuat agar hutan pinus yang ada dirombak atau dikonversi menjadi hutan jenis lain Nugroho et al, 2004. b. Dampak ekonomi pengelolaan hutan pinus Secara garis besar, dampak ekonomi pengelolaan hutan pinus dapat ditinjau dari empat perspektif, yaitu perusahaan Perum Perhutani, negara, pemerintah daerah, dan masyarakat setempat. Bagi perusahaan, kayu bundar pinus merupakan produk unggulan kedua Perum Perhutani setelah kayu bundar jati dengan produksi sebanyak 700.000 m 3 per tahun. Kayu bundar tersebut kemudian diolah menjadi produk akhir, yaitu Finger Joint Laminating Floor dan Garden Furniture, untuk dipasarkan domestik maupun ekspor. Hutan pinus bukan hanya memberikan hasil berupa kayu tetapi juga hasil getah yang merupakan bahan baku untuk industri gondorukem dan terpentin serta produk turunannya. Dampak ekonomi pengelolaan hutan pinus bagi negara adalah terkait dengan perolehan devisa negara dari ekspor produk hutan pinus dan perolehan dari Provisi Sumber Daya Hutan PSDH. Penerimaan negara dari pengelolaan sumberdaya hutan tanaman melalui PSDH didasarkan pada SK Menhut No. 858Kpts-II1999 Siswamartana, 2003. Dampak ekonomi yang diterima oleh pihak pemerintah daerah, baik propinsi maupun kabupaten dari adanya pengelolaan hutan pinus adalah diperolehnya pendapatan dari retribusi kayu dan retribusi getah. Sedangkan bagi masyarakat setempat dapat memperoleh manfaat ekonomi dari pengelolaan hutan pinus melalui kegiatan produksi yang meliputi penanaman, pemeliharaan, penyadapan getah, pengangkutan getah, pengolahan getah, penjarangan, penebangan pohon, pembagian batang, dan pengangkutan, serta program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat PHBM. Berbeda dengan hutan jati, pengelolaan hutan pinus memungkinkan adanya sumber pendapatan bagi masyarakat secara terus menerus. Hal tersebut terkait dengan adanya kegiatan sadapan, angkutan, dan pengolahan getah pinus. Menurut Siswamartana 2003 dengan sistem borongan, pendapatan petani penyadap dengan luas sadapan 3 ha dapat mencapai Rp. 450.000,- per bulan. c. Dampak ekologi hutan pinus 1. Siklus hidrologi Jika dibandingkan dengan tegakan damar dan tegakan puspa, tegakan pinus mempunyai tingkat intersepsi, air tembus dan aliran batang yang lebih tinggi. Tingginya intersepsi pada hutan pinus menyebabkan kehilangan air pada tegakan pinus menjadi lebih besar Arifjaya, 2002. Laju evapotranspirasi kehilangan air pada tegakan pinus adalah berkisar antara 1.002 mmtahun hingga 1.539 mmtahun. Mengingat tingginya laju evapotranspirasi pada tegakan pinus, maka dalam pengembangan tanaman pinus perlu memperhatikan kondisi setempat yang ada, khususnya besarnya curah hujan. pengembangan tanaman pinus pada daerah dengan curah hujan rendah akan menyebabkan defisit air tanah. 2. Tanah dan air Dampak pengelolaan hutan pinus terhadap kondisi tanah dan air meliputi pengaruhnya pada erosi tanah, kapasitas infiltrasi, kelengasan tanah, aliran permukaan, debit sungai, banjir, dan kualitas air. Pada pengelolaan hutan tanaman pinus, tahapan kegiatan yang dapat menimbulkan terjadinya erosi tanah adalah pada saat kegiatan penebangan dan kegiatan penanaman pasca penebangan. Pada saat tersebut kondisi lahan dalam keadaan terbuka, sehingga adanya curah hujan yang jatuh akan dengan mudah menimbulkan erosi tanah. Efek dari kegiatan penebangan terhadap erosi tanah akan berlangsung selama 3 tahun. Setelah itu ekosistem akan pulih kembali seiring dengan membaiknya penutupan lahan yang berdampak pada menurunnya aliran permukaan, sehingga tingkat erosi pun menurun. Selain itu, membaiknya penutupan lahan juga akan menurunkan tingkat fluktuasi debit aliran. Pengaruh lain pengelolaan hutan pinus terhadap tanah dan air adalah terkait dengan sifat kapasitas infiltrasi tanah. Seresah pada hutan pinus juga dapat menambah bahan organik tanah sehingga menurunkan bulk density tanah, sehingga akan memperbesar kapasitas infiltrasi. Selain itu, adanya aktivitas mikroorganisme dalam tanah dapat meningkatkan porositas dan menstabilkan struktur tanah Nugroho et al, 2004. Terkait dengan air yang dihasilkan, kualitas air dari hutan tanaman pinus terutama dipengaruhi oleh jenis tanah dan masukan atmosfer. Selanjutnya dinyatakan bahwa tegakan pinus konifer menghasilkan seresah yang bersifat asam, sehingga air yang dihasilkan cenderung bersifat asam.

2.6 Hasil Hutan Bukan Kayu HHBK