Penyadapan Getah Pinus Sebelum dan Setelah menjadi Taman

Rapat pembentukan pengurus KTSGP Argo Makmur diselenggarakan di kantor desa Ngargomulyo pada tanggal 11 Februari 2009, dengan stakeholders yang datang pada acara tersebut antara lain yaitu pihak Perhutani yang diwakili oleh KRPH Bpk Sulipan, kepala Desa Ngargomulyo Bpk Yatin, Kepala Desa Keningar, Ketua Paguyuban LMDH Kecamatan Dukun dan Kecamatan Srumbung, serta Yayasan Widya Pramasta WP Cabang Yogyakarta. Pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan penyadapan getah pinus di Desa Ngargomulyo antara lain : 1. Taman Nasional Gunung merapi sebagai pemangku kawasan hutan 2. Penyuluh Kehutanan dari Dinas kehutanan dan Perkebunan kab Magelang sebagai pihak yang membina teknis penyadapan 3. Yayasan Widya Pramasta cabang Yogyakarta sebagai LSM dan mitra Balai TNGM menyiapkan prakondisi penguatan kelembagaan 4. Koperasi setempat yang akan segera dibentuk bersama Yayasan Widya Pramasta cabang Yogyakarta akan melakukan penanganan pasca produksi

5.4.2 Penyadapan Getah Pinus Sebelum dan Setelah menjadi Taman

Nasional Dengan berdirinya TNGM, maka kegiatan-kegiatan sadap getah pinus di kawasan eks Perhutani KPH Kedu Utara Unit I Jawa Tengah yang masuk wilayah administratif Kabupaten Magelang ini dihentikan walaupun kegiatan tersebut dilakukan di zona tradisional taman nasional. Dengan dihentikannya kegiatan sadap pinus yang telah ditekuni selama kurun waktu sepuluh tahun lebih sangat meresahkan kelompok tani sadap yang belum mampu berupaya mempercepat alih profesi dalam waktu dekat ini. Kawasan hutan pinus yang disadap oleh masyarakat Desa Ngargomulyo terletak pada Petak 34a Resort Dukun Seksi Pengelolaan Taman Nasional 1 seluas 46,50 Ha. Kawasan tersebut terletak di zona tradisional Taman Nasional Gunung Merapi. Tegakan Pinus di wilayah ini ditanam pada tahun 1990 oleh Perum Perhutani dengan jarak tanam 3x2 m. Setelah ditunjuk menjadi TN pada tahun 2004 jumlah penyadap sebanyak 30 orang dan kegiatan penyadapan getah pinus masih tetap berjalan tetapi tidak seefektif sewaktu masih dikelola oleh Perum Perhutani. Pada tahun 2007, jumlah penyadap berkurang menjadi 8 orang, hal ini disebabkan karena setelah pemberitahuan kawasan hutan pinus tersebut masuk ke taman nasional, segala bentuk aktivitas dan kegiatan eksploitasiproduksi tidak diperbolehkan sehingga banyak penyadap yang memundurkan diri. Setelah tahun 2009, masyarakat penyadap yang masih ingin menyadap meminta kepada pihak TN agar diijinkan kembali untuk menyadap getah. Sekarang ini pengajuan proposal tersebut telah diterima oleh pihak taman nasional dan masih berada dalam proses, sehingga segala bentuk aturan dalam kegiatan penyadapan getah pinus belum diketahui secara pasti. Karena surat ijin penyadapan getah pinus masih dalam proses, masyarakat sudah berhenti menyadap sejak bulan April 2009. Masyarakat yang telah memundurkan diri dapat mengajukan kembali untuk menyadap getah dengan membuat proposal dan surat perijinan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu. Selama kawasan hutan pinus tersebut masuk dalam zona pemanfatan atau zona tradisional, maka seluruh areal hutan pinus dapat dialokasikan untuk diambil hasil hutan bukan kayunya. Sebelum hutan pinus masuk ke dalam kawasan TNGM, semua peraturan dalam kegiatan penyadapan getah pinus diatur oleh Perum Perhutani sebagai pengelola, misalnya mengenai berapa luas lahan sadapan untuk masing-masing penyadap, penyetoran dan pemasaran getah pinus serta tata cara menyadap pinus. Penyadap hanya diperbolehkan menyadap pada lahan yang sudah ditentukan dan mempunyai potensi untuk disadap. Pada masa pengelolaan Perhutani, getah pinus yang telah dikumpulkan oleh penyadap wajib disetorkan kepada Perhutani yang tempat penampungannya dekat dengan lokasi penyadapan getah. Getah pinus tersebut dibayar oleh Perum Perhutani dengan harga Rp. 2.000 – Rp. 2.200 per kg. Apabila ada yang meninggal, lahan yang disadap boleh diberikan kepada anak atau saudaranya, tetapi jika yang bersangkutan tidak bersedia mengelola, maka lahan tersebut akan diberikan kepada petani sadap yang lain. TNGM sebagai pengelola kawasan hutan pinus juga mengeluarkan aturan- aturan dalam kegiatan penyadapan getah pinus. Salah satu aturan menyadap yang dikeluarkan oleh TN yaitu bahwa lahan garapan seseorang tidak diperbolehkan digarap oleh orang lain dalam rapat antara penyadap dengan TN. Setelah perjanjian disepakati, jumlah penyadap tidak boleh bertambah. Dalam perjanjian tersebut dijelaskan bahwa jika ada penyadap yang berhenti menyadap, bekas lahan garapan tersebut tidak akan disadap oleh orang lain sampai ada usulan perjanjian baru. Pada Tabel 13. dapat dilihat bahwa masyarakat mulai melakukan kegiatan penyadapan selama kurang lebih 7 tahun yaitu sebanyak 3 orang, 6 tahun sebanyak 3 orang, 5 dan 4 tahun masing-masing sebanyak 1 orang. Rata-rata luas sadapan mereka adalah 2,8 Ha yang mengasilkan getah pinus rata-rata sebesar 500 kgbulan. Dengan harga jual minimal Rp. 2000,- maka rata-rata pendapatan masyarakat dari hasil menyadap getah pinus sebesar Rp. 1.000.000,-bulan. Tabel 13 Kemampuan produksi getah pinus KTSGP Argo Makmur Desa Ngargomulyo No. Nama Penyadap Lama menyadap Th Luas lahan sadapan Ha Produksi rata- rata Kgbln 1. Wagimin 7 5 550 2. Suwandi 7 3 550 3. Maryono 4 2 475 4. Ponijo 6 2 500 5. Trubus 6 3 525 6. Basiliyus 5 2 475 7. Gimah 6 3 450 8. Jual 7 3 475 Jumlah 23 4000 Sumber : Data Balai Taman Nasional Gunung Merapi 2009 Kegiatan pengelolaan dan perawatan hutan pinus yang dilakukan oleh masyarakat penyadap antara lain yaitu : 1 Membersihkan gulma atau tumbuhan pengganggu lainnya kurang lebih 1 bulan sekali 2 Membersihkan bagian bawah pohon pinus 3 Batang pohon pinus dilukai sampai keluar getahnya dengan kedalaman ± 4-5 cm 4 Pengambilan getah pinus adalah sampai penampung getah pinus hampir penuh yaitu 5-7 hari. Tempat penampung getah pinus yang digunakan adalah batok kelapa seperti terlihat pada Gambar 17. Gambar 17 Batok kelapa sebagai tempat untuk menampung getah. Kegiatan penyadapan getah pinus merupakan salah satu contoh pengembangan hasil hutan bukan kayu. Aturan dalam penyadapan getah pinus sama dengan penyadapan damar yaitu mengacu pada “Pedoman Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu Dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat di Dalam dan di Sekitar Kawasan Konservasi” yang dikeluarkan oleh Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam tahun 2007. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.35Menhut-II2007 tentang Hasil Hutan Bukan Kayu, Pinus merkusii termasuk dalam HHBK kelompok resin yang menghasilkan produk berupa terpentin dan gondorukem. Getah pinus merupakan salah satu HHBK yang dianggap masyarakat bernilai ekonomi tinggi. Prospek ekonomi pinus cukup baik karena pinus dapat dipergunakan sebagai bahan baku industri kayu lapis, kertas, korek api, dan lain sebagainya. Getah pinus, gondorukem dan terpentin merupakan hasil hutan non kayu yang sangat penting. Dari hutan tanaman pinus ini juga mempunyai peran ekologis sebagai regulator air, yaitu memasok air pada musim hujan ke dalam tanah dan mengeluarkannya pada musim kering. Adapun banyak sedikitnya getah pinus yang dihasilkan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : 1. Jenis pinus Produksi getah pada setiap jenis pinus berbeda-beda. Pinus yang umum berada di wilayah Pulau Jawa adalah Pinus merkusii, begitu juga di tegakan pinus TNGM. Jenis pinus ini merupakan penghasil getah terbesar kedua setelah Pinus kasya. 2. Umur tegakan Semakin tua suatu pohon pinus maka semakin tinggi produksi getah yang dihasilkan. Pohon tusam dianggap sudah masak sadap bila pohon tersebut sudah berumur 10 tahun. Umur optimal pohon pinus dapat menghasilkan getah menurut Perum Perhutani yaitu antara 10 sampai 30 tahun. Tegakan pinus di Desa Ngargomulyo ini ditanam pada tahun 1990 dan sudah disadap sekitar tahun 2001. Tegakan pinus ini masih dapat disadap sampai tahun 2031 dengan produksi yang lebih tinggi dari tahun sekarang. 3. Kerapatan jumlah pohon per hektar Dengan diadakannya penjarangan bila tegakan masih terlalu rapat maka produksi getah per pohon dapat naik, sebaliknya jumlah pohon per hektar berkurang. Kawasan hutan di Desa Ngargomulyo diusahakan tanaman jenis pinus sebagai tanaman murni dengan kerapatan sekitar 1350 pohonha dengan jarak tanam 3m x 2m . Dengan kondisi tegakan yang terlalu rapat tersebut maka tegakan pinus di kawasan ini memerlukan penjarangan. 4. Ketinggian tempat Semakin tinggi elevasi maka suhu udara semakin rendah sehingga menyebabkan getah lebih cepat membeku dan menutup saluran getah. Besarnya suhu di kawasan TNGM cukup tinggi, yaitu berkisar antara 20° – 30° C. Dengan kondisi suhu tersebut getah pinus yang dihasilkan tidak akan cepat membeku. 5. Metode dan arah penyadapan Penyadapan getah pinus di TNGM menggunakan metode Quare dengan arah sadap menghadap ke Timur, sehingga lebih cepat dan lebih lama mendapatkan penyinaran matahari. Selain itu saluran akan terbuka lebih lama dan menjadikan getah tidak cepat menggumpal. 6. Tenaga penyadap Kualitas dan kuantitas tenaga sadap berpengaruh besar terhadap produksi getah pinus. Semakin banyak tenaga penyadap dengan kemampuan sadap yang tinggi maka semakin banyak pula jumlah getah pinus yang dihasilkan. Jumlah penyadap di Desa Ngargomulyo ini terbilang sedikit, yaitu hanya berjumlah 8 orang, sehingga getah yang dihasilkan juga sedikit jika dibandingkan dengan jumlah getah oleh banyak penyadap. 7. Luas permukaan luka sadap Semakin luas permukaan luka sadap, maka semakin banyak saluran getah yang terluka sehingga makin banyak pula jumlah getah yang dihasilkan.

5.4.3 Dampak Kegiatan Penyadapan Getah Pinus di Desa Ngargomulyo