Kondisi Fisik dan Biologi Kawasan

5 SK Kepala DIY no 61975 menetapkan Dusun Kumpulrejo dan Patuk Kelurahan Girikerto Kecamatan Turi Kabupaten Sleman sebagai daerah tertutup dan terlarang dan tertutup karena merupakan daerah rawan bencana. 6 SK Gubernur no 52000 tanggal 20 Januari menyerahkan wilayah Dusun Girikerto dan Patuk seluas 233,48 ha ke kantor wilayah Departemen Kehutanan dan Perkebunan DIY untuk djadikan Hutan Lindung b. Kabupaten Magelang, Boyolali dan Klaten Hutan Lindung di Kabupaten Magelang berada di bawah pengelolaan KPH Kedu Utara Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, dan Hutan Lindung di Kabupaten Boyolali dan Klaten berada di bawah pengelolaan KPH Surakarta Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Total luas kawasan di tiga Kabupaten ini adalah 5.126 ha.

3.1.3 Kondisi Fisik dan Biologi Kawasan

a. Topografi Wilayah TNGM berada pada ketinggian antara 600-2.968 m dpl. Topografi kawasan mulai dari landai hingga berbukit dan bergunung- gunung. Di sebelah utara terdapat dataran tinggi yang menyempit di antara dua buah gunung, yakni Gunung Merapi dan Gunung Merbabu di sekitar Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali. Di bagian selatan, lereng Merapi terus turun dan melandai hingga ke pantai selatan di tepi Samudera Hindia, melintasi wilayah kota Yogyakarta. Di kaki gunung, terdapat dua bukit yaitu Bukit Turgo dan Bukit Plawangan yang merupakan bagian kawasan wisata Kaliurang. b. Jenis tanah Jenis-jenis tanah di wilayah ini adalah regosol, andosol, alluvial dan litosol. Tanah regosol yang merupakan jenis tanah muda terutama berada di wilayah Yogyakarta dan mendominasi kawasan Gunung Merapi. Bahan induk tanah adalah material vulkanik, yang berkembang pada fisiografi lereng gunung. Jenis tanah andosol ditemukan di wilayah-wilayah kecamatan Selo dan Cepogo, Boyolali. Tanah di kawasan ini dicirikan oleh warna kelabu sampai kehitaman dengan tekstur pasiran. Struktur tanah belum terbentuk sehingga masih merupakan struktur granuler. Dengan struktur ini maka kemampuan untuk menyerap air cukup tinggi, namun kandungan bahan organiknya relatif rendah. Kemasaman tanah pada umumnya netral. c. Iklim Tipe iklim di wilayah ini adalah tipe C menurut klasifikasi curah hujan Schmidt dan Ferguson, yakni agak basah dengan nilai Q antara 33,3 - 66. Besar curah hujan bervariasi antara 875 - 2527 mm pertahun. Variasi curah hujan di tiap-tiap kabupaten adalah sbb.: 1. Magelang: 2.252 – 3.627 mmth 2. Boyolali: 1.856 – 3.136 mmth 3. Klaten : 902 – 2.490 mmth 4. Sleman : 1.869,8 – 2.495 mmth d. Hidrologi Wilayah Gunung Merapi merupakan sumber bagi tiga DAS daerah aliran sungai, yakni DAS Progo di bagian barat; DAS Opak di bagian selatan dan DAS Bengawan Solo di sebelah timur. Keseluruhan, terdapat sekitar 27 sungai di seputar Gunung Merapi yang mengalir ke tiga DAS tersebut. e. Kekayaan biotik Pada kawasan hutan Gunung Merapi dijumpai ± 72 jenis flora. Hutan primer didominasi oleh jenis serangan Castanopsis argentia sedangkan hutan sekunder dan hutan tanaman didominasi oleh jenis puspa Schima walicii dan pinus Pinus merkusii. Di samping itu, di kawasan hutan ini dijumpai jenis anggrek endemik dan langka yaitu anggrek Vanda tricolor. Jenis tumbuhan rumput yang paling banyak dimanfaatkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mereka yaitu jenis Imperata cylindrica, Panicum reptans, Antraxon typicus, dan Pogonatherum paniceum. Potensi fauna di kawasan Gunung Merapi mencakup mamalia, reptil dan burung. Beberapa mamalia diantaranya yaitu macan tutul Panthera pardus, monyet ekor panjang Macaca fascicularis, lutung kelabu Presbytis fredericae, babi hutan Sus scrofa, rusa Cervus timorensis, dan lain-lain. Hasil inventarisasi pada tahun 2001 menunjukkan bahwa kawasan Gunung Merapi memiliki 99 jenis burung, salah satu diantaranya memiliki status langka dan endemik dengan wilayah sebaran terbatas yaitu elang jawa Spizaetus bartelsi. Jenis-jenis reptil yang terdapat di kawasan Gunung Merapi diantaranya ular sowo Dytas coros, ular gadung Trimeresurus albobabris dan bunglon Goneochepalus sp. Departemen Kehutanan 2007.

3.1.4 Rancangan Zonasi Taman Nasional Gunung Merapi