43 pelayan musik gereja ditentukan peserta itu sendiri dalam pencapaian atau
keberhasilan pada program pelatihan tersebut. Oleh karena itu, menurut penulis teori-teori dengan pendekatan data evaluasi
dapat dikumpulkan dengan dua cara yaitu: a pre-test dan post-test untuk menilai sejauh mana tujuan tercapai; b pengamatan observation, wawancara interview,
kuesioner questionnaire, daftar cek check list, daftar isian form, untuk mengukur hasil-hasil yang sudah dicapai peserta pelatihan. Pendapat para ahli
tersebut sangat relevan dengan topik permasalahan dalam tulisan ini, maka penulis akan menggunakan teori tersebut sebagai landasan kerangka berfikir untuk
pembahasan selanjutnya.
1.4.2.3 Teori Weighted Scale dan Semiotik
Teori weighted scale adalah sebuah teori yang mengkaji keberadaan melodi berdasarkan kepada delapan unsurnya. Kedelapan unsur melodi itu menurut
Malm 1977:15,
adalah:
: 1 tangga nada; 2 nada pusat atau nada dasae; 3 wilayah nada; 4 jumlah nada; 5 penggunaan interval; 6 pola cadensa; 7 formula melodi; dan 8 kontur.
Teori ini dipergunakan untuk menganalisis melodi dua lagu dalam Gereja Bethel Indonesia Medan Plaza, yaitu lagu yang berjudul Allahku Dahsyat dan Penuhiku.
Dalam rangka mengkaji makna yang terkandung di dalam kedau lagu di atas, penulis menggunakan teori semiotik. Selanjutnya teori ini digunakan dalam usaha
untuk memahami bagaimana makna diciptakan dan dikomunikasikan melalui sistem simbol yang membangun sebuah peristiwa seni. Dua tokoh perintis semiotika adalah
Ferdinand de Saussure seorang ahli bahasa dari Swiss dan Charles Sanders Pierce,
Universitas Sumatera Utara
44 seorang filosof dari Amerika Serikat. Saussure melihat bahasa sebagai sistem yang
membuat lambang bahasa itu terdiri dari sebuah imaji bunyi sound image atau signifier yang berhubungan dengan konsep signified. Setiap bahasa mempunyai
lambang bunyi tersendiri. Peirce juga menginterpretasikan bahasa sebagai sistem lambang, tetapi terdiri
dari tiga bagian yang saling berkaitan: 1 representatum, 2 pengamat interpretant, dan 3 objek. Dalam kajian kesenian berarti kita harus
memperhitungkan peranan seniman pelaku dan penonton sebagai pengamat dari lambang-lambang dan usaha kita untuk memahami proses pertunjukan atau proses
penciptaan. Peirce membedakan lambang-lambang ke dalam tiga kategori: ikon, indeks, dan simbol. Apabila lambang itu menyerupai yang dilambangkan seperti
foto, maka disebut ikon. Jika lambang itu menunjukkan akan adanya sesuatu seperti timbulnya asap akan diikuti api, disebut indeks. Jika lambang tidak menyerupai yang
dilambangkan, seperti burung garuda melambangkan negara Republik Indonesia, maka disebut dengan simbol.
Dua tokoh perintis semiotik adalah Ferdinand de Saussure seorang pakar bahasa dari Swiss dan Charles Sanders Peirce, seorang filosof dari Amerika Serikat.
Saussure melihat bahasa sebagai sistem yang membuat lambang bahasa itu terdiri dari sebuah imaji bunyi sound image atau signifier, yang berhubungan dengan
konsep signified. Setiap bahasa mempunyai lambang bunyi tersendiri. Semiotika atau semiologi adalah kajian teradap tanda-tanda sign serta
tanda-tanda yang digunakan dalam perilaku manusia. Definisi yang sama pula dikemukakan oleh salah seorang pendiri teori semiotika, yaitu pakar linguistik dari
Universitas Sumatera Utara
45 Swiss Ferdinand de Sausurre. Menurutnya semiotika adalah kajian mengenai
“kehidupan tanda-tanda dengan masyarakat yang menggunakan tanda-tanda itu.” Meskipun kata-kata ini telah dipergunakan oleh filosof Inggris abad ke-17 yaitu John
Locke, gagasan semiotika sebagai sebuah modus interdisiplin ilmu, dengan berbagai contoh fenomena yang berbeda dalam berbagai lapangan studi, baru muncul ke
permukaan pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, ketika munculnya karya- karya Sausurre dan karya-karya seorang filosof Amerika Serikat, Charles Sanders
Peirce. Dalam karya awal Peirce di lapangan semiotika ini, ia menumpukan perhatian
kepada pragmatisme dan logika. Ia mendefinisikan tanda sebagai “sesuatu yang mendukung seseorang untuk sesuatu yang lain.” Salah satu sumbangannya yang
besar bagi semiotika adalah pengkategoriannya mengenai tanda-tanda ke dalam tiga tipe, yaitu: a ikon, yang disejajarkan dengan referennya misalnya jalan raya adalah
tanda untuk jatuhnya bebatuan; b indeks, yang disamakan dengan referennya asap adalah tanda adanya api dan c simbol, yang berkaitan dengan referentnya
dengan cara penemuan seperti dengan kata-kata atau signal trafik. Ketiga aspek tanda ini penulis pergunakan untuk mengkaji teks dua lagu di GBI Medan Plaza,
yaitu Allahku Dahsyat dan Penuhiku.
1.5 Metode Penelitian