10
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada saat sekarang ini, budaya musik semakin berkembang dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Perkembangan ini, selaras dengan perkembangan
kebudayaan manusia. Selain itu, perkembangan musik sangat didukung oleh penemuan teknologi-teknologi baru, di samping juga derasnya arus informasi dan
komunikasi antar kelompok manusia di dunia ini. Semua kebudayaan di dunia, sekarang ini, saling memberikan pengaruh. Misalnya jika sebahagian manusia
dilanda budaya bela diri kung fu, tai chi, capoeira, maka semua bangsa di dunia ini berlomba-lomba mempelajarinya. Demikian pula, musik populer yang dibawa oleh
Michael Jackson, Mariah Carey, Britney Spears, Ricky Martin, kelompok ABBA, New Kit on the Block, maka orang-orang di seluruh dunia, terutama generasi
mudanya cenderung menggunakan musik tersebut untuk berbagai kepentingan hidupnya.
Selain budaya musik Barat yang datang ke wilayah-wilayah dunia lainnya, di era globalisasi ini budaya musik Timur Oriental juga mempengaruhi dan diadopsi
oleh pelbagai kelompok manusia di dunia. Misalnya lagu Kuch Kuch Ho Ta Hai dari film India, begitu popular di berbagai belahan dunia ini. Begitu juga gesekan biola
Vanessia Mae seorang Amerika keturunan China. Begitu pula lagu-lagu dari daratan China begitu populer di seantero dunia. Bahkan gamelan Jawa mendapat perhatian
Universitas Sumatera Utara
11 serius di berbagai perguruan tinggi ternama dunia dan berbagai kelompok musik
populer di dunia ini. Musik memberikan peranan yang sangat penting dalam sejarah manusia.
Musik memiliki pengaruh yang sangat kuat bagi emosi manusia, karena musik dapat menjadi alat untuk merangsang emosi pendengarnya, memberikan inspirasi,
mendorong ataupun sebaliknya dapat menjatuhkan. Perkembangan budaya musik yang mendunia di era globalisasi ini, bukan
hanya terbatas kepada budaya musik populer saja. Namun semua genre dan fungsi musik juga mengalami perkembangan dan pemungsian dalam masyarakat-
masyarakat baru. Demikian juga musik agama atau musik religi. Jika di dalam agama Islam terdapat musik yang genrenya nasyid, maka musik ini menyebar ke
seluruh Dunia Islam. Demikian juga musik zapin, musik padang pasir, hadrah, kasidah, dan lainnya.
Begitu juga agama Hindu dari India menggunakan elemen-elemen musik India dan tradisi Kitab Weda. Unsur-unsur ini kemudian ada yang menyebar seiring
dengan kedatangan orang-orang Hindu dari India ke berbagai tempat. Begitu juga elemen musik Bali digunakan dalam ritus-ritus agama Hindu Dharma Bali di
berbagai pura di tempat merantau orang-orang Bali yang beragama Hindu. Begitupun juga perkembangan musik gereja dalam agama Kristen dari waktu
ke waktu semakin lama semakin berkembang fungsi dan strukturnya. Awalnya musik digunakan di Gereja Ortodoks dan Katholik. Musik dalam gereja ini menggunakan
modus-modus seperti dorian, frigian, lidian, miksolidian, eolian, dan ionian, yang berkarakter kuat menggunakan melodi. Modus-modus musik gereja ini bertumpu
Universitas Sumatera Utara
12 kepada masa Yunani dan Romaqi sebagai sumber kebudayaan Barat. Sementara
musik-musik Gereja Ortodoks seperti di Eropa Timur dan Koptik seperti di Timur Tengah menggunakan modus-modus musik setempat. Kemudian selepas itu,
muncullah Protestan sebagai gerakan reformasi karena berbagai “kesalahan” dalam praktik agama Kristen Katholik. Pada masa Protestan ini berkembang, maka tradisi
musik di Eropa terutama yang berbentuk koor choir dan berasas kepada harmoni, begitu berkembang pesat. Di dalam Gereja Protestan unsur-unsur musik Eropa juga
muncul dalam teori dan praktiknya. Demikian juga yang terjadi di dalam aliran kharismatik, khususnya di Gereja Bethel Indonesia.
Setelah era reformasi gereja yang digerakkan oleh Marthin Luther King dalam agama Kristen Protestan munculah aliran-aliran seperti Pietisme, Anglikan,
Revival, dan Karismatik. Sebahagian besar perkembangan musik dalam aliran-aliran gereja tersebut banyak dipengaruhi oleh orang-orang Barat, yang berlatar belakang
peradaban Barat. Persebaran atau difusi musik religi, selain bersumber kepada ajaran-ajaran agama yang bertumpukan kepada kitab suci juga membawa
kebudayaan-kebudayaan dari mana agama tersebut dikembangkan. Dalam konteks persebaran agama Kristen ke seluruh dunia, selain ajaran-ajaran Kristen yang
tertuang dalam Kitab Suci Injil, juga para penyiar agamanya misionaris membawa kebudayaan-kebudayaan seperti Timur Tengah, Eropa, maupun Amerika. Demikian
pula yang terjadi dalam Gereja Bethel Indonesia. Dalam ajaran agama Kristen, musik merupakan anugrah Allah kepada
manusia. Marthin Luther King sebagai Bapak Reformasi Gereja mengatakan: ”Music is a gift of God, not of men” atau bila diterjemahkan adalah musik merupakan
Universitas Sumatera Utara
13 pemberian dari Tuhan, bukan pemberian manusia. Ronald Allen dan Gordon Borror,
penulis buku Worship Rediscovering The Missing Jewel 1952 mengatakan: “Allah menganugrahkan musik agar kita dapat menggunakannya dan mengembangkannya
untuk mengungkapkan kreativitas kita dalam penyembahan dan ibadah manusia kepada Allah.” Oleh karena itu, musik dan ibadah tidak dapat dipisahkan, musik
berperan untuk menciptakan kesadaran akan kehadiran Allah dan suasana untuk ibadah, menghidupkan jiwa manusia, menyatukan jemaat dalam suatu pengalaman
ibadah bersama dan menyatakan iman jemaat kepada Allah. Dengan kata lain, musik dapat menjembatani hubungan antara iman seseorang dengan perasaan dan sikap
hidupnya. Demikian pula yang diajarkan dalam Gereja Bethel Indonesia sebagai salah satu gereja yang beraliran kharismatik dan tidak terlepas dari peranan musik itu
sendiri yakni sebagai media dalam ibadah. Gereja Bethel Indonesia GBI merupakan salah satu organisasi keagamaan
dan telah mengalami perjalanan sejarah yang cukup panjang. GBI didirikan oleh Pendeta Pdt. H.L Senduk beserta rekan-rekannya pada tanggal 6 Oktober 1970 di
wilayah Sukabumi Jawa Barat. Kemudian gereja ini diakui pemerintah secara resmi melalui surat Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 41 pada tanggal
9 Desember 1972 di kota Jakarta. GBI pada masa itu dipimpin oleh Bapak Gembala Sidang Ir. Niko Njotorahardjo.
Sebagai sebuah organisasi keagamaan yang formal, Gereja Bethel Indonesia memiliki sistem organisasi yang dibangun oleh para kepengerjaan dan umatnya.
Sistem ini dibangun berdasarkan kepentingan dan tujuan Gereja Bethel Indonesia. Adapun secara umum, Gereja Bethel Indonesia setiap cabangnya terdiri dari:
Universitas Sumatera Utara
14 gembala pembina, koordinator departemen musik, bendahara, sekretaris, kepala
divisi sosial, kepala divisi multimedia, kepala divisi musik. Kepala divisi sosial didukung oleh kepala bidang diakonia dan kepala bidang kemanusiaan. Sementara
kepala divisi multimedia didukung oleh kepala bidang sound system, kepala bidang operator teks, dan kepala bidang ahli kamera cameraman. Kepala divisi musik
didukung oleh kepala bidang acara atau event, kepala bidang creative ministry, dan kepala bidang pendidikan dan teknis musik lihat lebih jauh kajian organisasi ini
pada Bab III. Organisasi Gereja Bethel Indonesia ini sangat menarik, selain struktutrnya yang khas, organisasi ini sangat memperhatikan pelatihan dan ptaktik
musik, sebagai “ujung tombak” pengabaran Injil atau pewartaan dalam menuai jiwa- jiwa bagi Allah, sebagai ciri khas dari aliran kharismatik dalam agama Kristen.
GBI memiliki struktur kepengerjaan
1
Departemen Musik GBI juga memiliki divisi-divisi, salah satunya ialah Divisi Musik yang terbagi ke dalam tiga sub-divisi atau bidang yakni: a Creative
Ministry, b Pendidikan dan Teknis Musik, serta c EventAcara. Adanya yang terbagi ke dalam departemen-
departemen dan masing-masing departemen ini dikepalai oleh seorang koordinator. Salah satunya adalah Departemen Musik yang merupakan departemen yang
membidangi pujian dan penyembahan, yang tugas utamanya adalah untuk mendukung seluruh visi gereja yaitu Pemulihan Pondok Daud dan melakukan
penginjilan untuk memenangkan jiwa sebanyak-banyaknya melalui doa, pujian dan penyembahan.
1
Yang dimaksud dengan kepengerjaan adalah merupakan istilah yang umum digunakan dalam GBI yang maksudnya adalah karya secara menyeluruh semua umatnya untuk kepentingan
penyebaran agama Kristen. Makna ini juga merujuk kepada struktur organisasi GBI, yang terdiri dari pendeta yang lazim disebut Bapak Pembina, departemen-departemen, serta umat.
Universitas Sumatera Utara
15 pembagian kerja dalam sub-divisi atau bidang tersebut ialah guna mempermudah
Divisi Musik untuk mencapai hasil kinerja yang maksimal dan dapat dipertanggungjawabkan kepada Departemen Musik.
Dalam ruang lingkup yang lebih kecil, penulis menspesifikasikan pembahasan meliputi fungsional dan program kerja agenda rutin dari sub-divisi
bidang pendidikan dan teknis musik. Fungsi utama dari sub-divisi atau bidang ini ialah: a memonitoring pemusik, b mengarasemen musik, c mengadakan
program pelatihan musik, serta d pelatihan singer dan choir. Namun dari keempat fungsi tersebut penulis akan mengkaji dan menjelaskan mengenai program pelatihan
musik yang diadakan oleh sub-divisi atau bidang pendidikan dan teknis musik di Gereja Bethel Indonesia.
Program pelatihan musik merupakan program agenda tahunan yang dilaksanakan di GBI Medan Plaza lantai 7. Program tesebut adalah wadah bagi para
calon pemusik baru yang akan dipersiapkan untuk menjadi Imam Musik yang militan, kemudian akan dibina dan diarahkan baik dari segi kerohanian maupun skill,
oleh staff pengajar trainer. Program tersebut diawali dari tahap penyeleksian pemusik yang dilakukan
dengan cara mengaudisi pemusik. Setelah lulus audisi, para pemusik kemudian menjalani tahap pelatihan yang dilaksanakan dalam kurun waktu lebih kurang 8
bulan. Setelah keberlangsungan program pelatihan dalam kurun waktu 8 bulan tersebut, maka materi-materi yang telah diberikan kepada para pemusik yang dilatih
akan dipertanggungjawabkan, diuji, dan dalam tahap inilah yang akan menjadi tolak
Universitas Sumatera Utara
16 ukur seorang pemusik dapat dinyatakan lulus atau tidaknya masuk ke dalam
pelayanan Departemen Musik GBI. Bagi jemaat GBI, menjadi pelayan musik gereja berarti orang yang melayani
Allah pada seksi musik di dalam gereja Ekklesia artinya Persekutuan Orang Percaya. Orang yang melayani musik gereja adalah pelayan Allah, sehingga secara
khusus pelayan musik gereja tidak dinilai dari kecanggihannya memainkan musik dan keindahannya menyanyikan lagu dengan tepat sesuai partitur dan terdengar
harmonis, tetapi lebih nauh juga menyangkut pada kepribadiannya sebagai seorang pelayan yakni dengan menjadi teladan yang terkandung dalam karakter sekaligus
mencerminkan karakter itu sendiri sebagai seorang pelayan Allah. Teladan tersebut mencakup: niat, perkataan, tingkah laku, kasih sayang, kesetiaan, dan kesucian yang
dinilai dalam kehidupan sehari-hari. Pelayanan musik gereja bukanlah orang yang sekedar memiliki niat dan bakat
musik saja melainkan mereka yang benar-benar mengembangkan bakat talenta dan minatnya itu ke dalam bentuk pelatihan yang kelak akan menghasilkan kecakapan
atau profesionalitas. Hasil dari pelatihan itu tentu tidak menjadi sesuatu yang tidak dapat dinilai atau diukur, malah sebaliknya hal itu justru akan menjadi satu bentuk
kemajuan yang memajukan pelayanan jemaat itu sendiri. Dalam upaya meningkatkan profesionalitas seseorang, dibutuhkan ruang dan waktu belajar yang memadai serta
kerja keras, dan ketekunan. Gereja Bethel Indonesia memiliki struktur kepengerjaan yang terorganisasi
dan sistematis, sehingga membentuk sebuah divisi musik yang berperan aktif dan terlaksana ditandai dengan diadakannya program pelatihan musik itu sendiri. Konsep
Universitas Sumatera Utara
17 awal dari program pelatihan tersebut tidak hanya mencakup hal praktek dan teori
secara musikalitas seseorangnya saja namun juga pelatihan ini mempersiapkan seorang pelayan musik dari segi kerohaniannya meliputi kepribadian karakter serta
penjiwaan saat bermain musik. Program pelatihan ini juga menerapkan sebuah peraturan bagi setiap jemaat
atau seseorang yang ingin mendaftar audisi sebagai calon peserta pelatihan dengan tidak diperbolehkannya seseorang memiliki musikalitas di bawah standar meliput i
hal praktik maupun teori musik, karena departemen musik menganggap apabila seseorang yang ingin menjadi imam musik gereja ialah orang yang tidak hanya
cukup sekedar memiliki niat dan bakat serta talenta saja, namun juga dapat dilihat dari faktor pendukung bagi seseorang dengan adanya kesungguhan yang tercermin
dari persiapan niat hati seseorang tersebut guna mencapai nilai standar dalam dirinya secara musikalitas yakni dengan cara belajar baik les musik maupun otodidak
belajar dari pengalaman. Selain itu, program pelatihan Gereja Bethel Indonesia Medan Plaza
mempersiapkan sebuah materi pengajaran yang intensif bagi peserta pelatihan dalam kurun waktu yang telah ditetapkan yakni mengenai hal penguasaan kategori lagu-
lagu gereja yang ada, sehingga para peserta dapat mampu terjun langsung kedalam pelayanan. Dalam hal ini imam pemusik hanya ditekankan pada persiapan latihan
secara pribadi. Namun dengan catatan sesuai dengan perkembangan musik atau lagu- lagu yang smakin berkesinambungan artinya selalu ada yang terbaru, pemusik
biasanya dikumpulkan dalam satu event latihan bersama yaitu guna mempelajari lagu
Universitas Sumatera Utara
18 tersebut sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan lebih kurang dua kali dalam
setahun. Pelayan musik di gereja adalah penyembah Allah dan saat seorang pelayan
musik gereja sedang menjalankan tugasnya maka ia tidak hanya memandu atau mengiringi lagu bagi jemaat tetapi ia juga sedang menyembah Allah bersama dengan
jemaat. Tommy Tenney 2003:2 dalam bukunya yang berjudul God’s Eyeview menyatakan bahwa penyembahan adalah suatu proses saat anda mengulurkan lengan-
lengan anda ke langit yang menggambarkan sebagai tanda penyerahan. Saat seorang pelayan sedang menjalankan tugasnya maka ia sedang mengerjakan dua dimensi
pelayanan baik yang bersifat vertikal maupun horizontal. Namun yang senantiasa menjadi kelemahan di banyak gereja adalah penekanan yang terlalu berat pada
dimensi horizontal yaitu bagaimana pelayanan itu menyenangkan jemaat yang duduk dibangku gereja. Padahal yang sesungguhnya adalah dimensi vertical yaitu fokus
terhadap Allah, sang kepala gereja. Orientasi dari pelatihan musik itu sendiri adalah jiwa bukan sekedar program.
Program adalah alat bantu untuk mencapai orientasi tersebut. Sama halnya dalam setiap pelayanan, hendaknya seluruh pelayan berpikir bahwa pelayanannya menjadi
satu kesatuan dengan pemberita Fiman Allah untuk menyelamatkan jiwa dan bukan sekedar pemenuhan jadwal yang telah ditetapkan. Pada prinsipnya program pelatihan
musik yang diadakan oleh Gereja Bethel Indonesia mengharapkan bahwa seorang pemusik yang nantinya masuk kedalam pelayanan gereja dapat berorientasi pada
jiwa, sehingga semua pengerja yang terlibat didalamnya tidak akan pernah merasa bila melayani musik gereja hanyalah sebagai pelengkap dalam sebuah ibadah.
Universitas Sumatera Utara
19 Untuk menjadi seorang pelayan musik gereja adalah berusaha
mengembangkan minat dan bakat yang dimilikinya itu dalam bentuk pelatihan sehingga dapat menimbulkan kecakapan atau profesionalitas oleh karena itulah
Gereja Bethel Indonesia mengadakan suatu program pelatihan musik untuk melatih para pemusik agar dapat masuk kedalam pelayanan gereja. Namun di samping tahap-
tahap pelatihan yang dilakukan tersebut, program pelatihan juga memerlukan pentingnya melakukan sebuah evaluasi-evaluasi di mana akan mengantar pada
perbaikan yaitu dengan senantiasa mengoreksi dan memperbaiki kekurangan- kekurangan yang ada sehingga dampak negatif dalam pelayanan di lapangan yang
akan datang dapat dikurangi. Selain itu, lagu-lagu yang dipersembahkan dalam rangka tata ibadah di GBI
Medan Plaza, juga memiliki strukturnya yang bersifat khas. Lagu-lagu ini adalah hasil kreativitas seniman musik GBI, baik yang berasal dari Amerika Serikat,
Jakarta, maupun Medan sendiri. Lagu-lagu yang dilatihkan dan dipertunjukkan semuanya adalah sebagai ekspresi ajaran-ajaran agama Kristen. Kegunaan lagu-lagu
di GBI ini adalah sebagai ibadah, doa dan pewartaan Injil, yang tergambar dari sebahagian besar lirik teks lagu yang ada merupakan makna atau ungkapan dari
penelaahan ayat-ayat kitab suci Al-kitab. Secara etnomusikologis, pentingnya melakukan studi terhadap teks lagu atau
nyanyian adalah untuk mengetahui dan memahami karakteristik masyarakat pengguna dan pendukung nyanyian tersebut. Seperti yang dinyatakan oleh Alan
Lomax sebagai berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
20 A song style, like other human things, is a pattern of learned
behavior, common to the people of a culture. Singing is specialized act of communication, akin to speech, but far more formally organized and
redundant. Because of its heightened redundancy, singing attracts and holds the attention of group; indeed, as in most primitive societies, it
invites group perticipation. Wheter chorally performed or not, however, the chief function of song is to express the shared feelings and hold
the joint activities of some human community. It is to be expected, therefore, that the content of the sung communication should be social
rather than individual, normative rather than perticular Lomax, 1968:3.
Lomax menyatakan bahwa sebuah gaya nyanyian, pada prinsipnya sama dengan tingkah laku manusia yang menjadi sifat umum masyarakatnya dalam suatu
kebudayaan. Nyanyian adalah aksi khusus dari komunikasi, yang berhubungan dengan ujaran bahasa, tetapi lebih jauh dari itu nyanyian ini diorganisasikan dan
diwujudkan lebih formal dibandingkan bahasa. Nyanyian mendapat perhatian sekelompok manusia, karena penekanannya pada perwujudan yang dilebih-
lebihkan. Sungguhpun demikian, bagi sebahagian besar masyarakat primitif, nyanyian mengundang perhatian kelompoknya. Apakah disajikan dalam paduan
suara atau tidak. Dengan demikian, fungsi utama nyanyian adalah untuk mengekspresikan rasa, dan sekaligus sebagai suatu aktifitas daripada berbagai jenis
komunikasi manusia. Nyanyian sangat dibutuhkan oleh masyarakatnya. Selanjutnya isi nyanyian tersebut lebih bersifat komunikasi sosial dibandingkan dengan
komunikasi individual yang lebih bersifat normatif dibandingkan menjelaskan fakta. Selain itu, teks juga turut berperanan dalam membentuk struktur umum yang menjadi
acuan bagi penciptaan lagu di Gereja Bethel Indonesia. Dalam gereja ini, teks memberikan akomodasi pada garapan struktur musiknya. Dengan demikian teks
juga perlu untuk dianalisis sebagai bahagian dari struktur musiknya.
Universitas Sumatera Utara
21 Pernyataan ini didukung pula oleh pendapat Lomax tentang teks pada
nyanyian rakyat termasuk dalam gereja seperti berikut.
SCHOLAR [sic.] and enthusiasts in the field of folk song have long believed that the orally transmitted poetry of a people, passed on by
them as part of their noncritically accepted cultural heritage, might yield crucial information about their principal concerns and unique world-
view. However, in spite of extensive study and collection of folk song texts, little has been done in a systematic way to test this idea. One of
the very few such attempts is Sebeoks analysis of Cheremis lore Sebeok, 1956, 1959, 1964. The present study develops the
hypothesis: that folk song texts, if analyzed in a systematic fashion, give clear expression to the level of cultural complexity, and a set of
norms which differentiate and sharply characterize cultures Lomax, 1968:5.
Menurut Alan Lomax, sarjana dan orang-orang yang menaruh minat yang luar biasa di dalam lapangan nyanyian rakyat, telah lama percaya bahwa transmisi
puisi secara oral pada suatu masyarakat, mereka lalui sebagai bahagian daripada penerimaan budaya warisan tanpa kritikan, yang dapat menghasilkan informasi yang
penting tentang prinsip yang menjadi perhatian dan dunia-pandangan mereka yang unik. Walau dilakukan kajian dan koleksi teks-teks nyanyian rakyat secara luas,
hanya sedikit saja yang dilakukan secara sistematik untuk menguji ide ini. Satu dari berbagai usaha ini adalah analisis terhadap cerita masyarakat Cheremis yang
dilakukan Sebeok 1956, 1959, 1964. Kajian masa kini mengembangkan hipotesis: bahwa teks nyanyian rakyat, jika dianalisis dengan cara yang sistematik,
memberikan ekspresi yang jelas tentang tingkat kompleksitas kebudayaannya, dan memberikan seperangkat norma yang membedakan dan memperjelas karakteristrik
berbagai kebudayaan.
Universitas Sumatera Utara
22 Sebagaimana tulisan ini dibuat yaitu dalam rangka menyelesaikan tugas akhir
tulisan dalam bentuk skripsi, maka bagaimana pun harus mengacu kepada tujuan dan ruang lingkup kajian dalam etnomusikologi. Menurut Merriam 1964 bahwa
etnomusikologi itu adalah sebuah disiplin ilmu yang mengkaji musik dalam kebudayaan manusia di seluruh dunia ini. Lebih lanjut dalam kaitannya dengan studi
musik dengan kebudayaan ini adalah melihat music sebagai kebudayaan, musik dalam kebudayaan, dan musik dalam koteks kebudayaan.
Dalam menulis skripsi ini, fokus utama penulis adalah mengkaji manajemen organisasi, pelatihan, dan struktur musik di GBI Medan Plaza. Namun demikian,
dengan berdasar kepada disiplin etnomusikologi, maka penulis juga harus memperhatian aspek-aspek yang berkaitan, terutama wilayah kajian etnomusikologi.
Lebih jauh Merriam mengemukakan bahwa secara garis besar terdapat enam wilayah kajian etnomusikologi, seperti yang diuraikannya sebagai berikut.
1 Yang pertama adalah kebudayaan material musik. Wilayah ini meliputi
kajian terhadap alat musik yang disusun oleh peneliti dengan klasifikasi yang biasa digunakan, yaitu: idiofon, membranofon, aerofon, dan kordofon.
2
2
Selepas ditemukannya alat-alat musik yang sinyal utamanya adalah bersumber dari listrik yang kemudian diubah menjadi suara, maka munxul sebuah klasisikasi lanjutan yang disebut dengen elektrofon. Namun perlu
dipahami pula, bahwa setiap masyarakat pendukung musik tertentu memiliki sistem klasifikasinya sendiri. Misalnya masyarakat China mengklasifikasikan alat musik berdasarkan jenis bahan yang digunakan. Masyarakat
Jawa mengklasifikasikan alat musik berdasarkan teknik memainkannya. Masyarakat Mandailing mengklasifikasi- kan alat musiknya berdasarkan ensambel dan fungsi musikalnya.
Selain itu pula, setiap alat musik harus diukur, dideskripsikan, dan digambar dengan skala atau
difoto; prinsip-prinsip pembuatan, bahan yang digunakan, motif dekorasi, metode dan teknik pertunjukan, menentukan nada-nada yang dihasilkan, dan masalah teoretis
perlu pula dicatat. Selain masalah deskripsi alat musik, masih ada sejumlah masalah
Universitas Sumatera Utara
23 analitis lain yang dapat menjadi sasaran penelitian lapangan etnomusikologi.
Apakah ada konsep untuk memperlakukan secara khusus alat-alat musik tertentu di dalam suatu masyarakat? Adakah alat musik yang dikeramatkan? Adakah alat-alat
musik yang melambangkan jenis-jenis aktivitas budaya atau sosial lain selain musik? Apakah alat-alat musik tertentu merupakan pertanda bagi pesan-pesan tertentu pada
masyarakat luas? Apakah suara-suara atau bentuk-bentuk alat musik tertentu berhubungan dengan emosi-emosi khusus, keberadaan manusia, upacara-upacara,
atau tanda-tanda tertentu? Agama-agama di dunia ini juga tak terlepas dari penggunaan alat-alat musik.
Agama Yahudi menggunakan teropet untuk memnggil umatnya beribadah. Agama Kristen menggunakan lonceng. Agama Islam di Nusantara menggunakan bedug atau
kentongan dan kemudian melantunkan azan sebagai masuknya saat shalat. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, yaitu manajemen pelatihan musik dan
struktur musik di Gereja Bethel Indonesia, maka penulis akan juga mengkaji alat-alat musik yang digunakan dalam tujuan pelayanan dan ibadah. Alat-alat musik ini akan
dijelaskan dan diuraikan secara garis besar saja. Adapun alat-alat musik yang digunakan di GBI Medan Plaza adalah: drum trap set, keyboard, piano, bas elektrik,
gitar melodi elektrik, dan lainnya. 2
Kategori kedua adalah kajian tentang teks nyanyian. Kajian ini meliputi kajian teks sebagai peristiwa linguistik, hubungan linguistik dengan suara musik, dan
berbagai masalah isi yang dikandung oleh teks tersebut. Masalah hubungan antara teks dengan musik telah banyak diteliti di dalam etnomusikologi karena memberi
Universitas Sumatera Utara
24 manfaat yang jelas. Namun hingga kini belum pernah dilakukan kajian yang
menggunakan linguistik modern dan teknik-teknik etnomusikologis. Teks nyanyian mengejewantahkan perilaku kebahasaan yang dapat dianalisis
dari sudut struktur dan isi. Bahasa teks nyanyian cenderung mempunyai perbedaan sifat dengan ungkapan harian, dan kadangkala, seperti pada nama-nama pujian, atau
bunyi pertanda gendang, teks tersebut merupakan bahasa “rahasia” yang hanya diketahui sekelompok tertentu saja dari masyarakatnya. Dalam teks nyanyian, bahasa
yang digunakan sering lebih elastis dibandingkan dengan bahasa sehari-hari, dan bahasa tersebut tidak hanya mengungkapkan proses kejiwaan seperti pengendoran
tekanan, akan tetapi juga informasi tentang sifat yang tidak mudah diungkapkan. Dengan alasan yang sama, teks nyanyian sering mengungkapkan nilai-nilai yang
dalam dan tujuan-tujuan yang hanya boleh dinyatakan dalam keadaan terpaksa di dalam ungkapan sehari-hari. Hal ini selanjutnya dapat mengarahkan kepada
kepekaan terhadap simbol yang mengandung etos dari suatu kebudayaan, atau terhadap suatu jenis generalisasi karakter nasional. Pemahaman mengenai perilaku
ideal dan nyata sering dapat diungkap melalui teks nyanyian, dan akhirnya teks juga digunakan sebagai catatan sejarah bagi kelompok tertentu, sebagai cara-cara untuk
menanamkan nilai-nilai, dan sebagai cara untuk membudayakan generasi muda. Dalam kaitannya dengen penelitian dan penulisan skripsi ini, teks nyanyian
juga akan penulis perhatikan terutama yang berkaitan dengan struktur musik vokal GBI Medan Plaza. Adapun bahan kajian penulis dalam rangka mengkaji teks
nyanyian, adalah menganalisis dua lagu yang berjudul Allahku Dahsyat dan Penuhiku Surround Me. Kedua lagu ini akan dikaji secara semiotik.
Universitas Sumatera Utara
25 3
Aspek ketiga meliputi kategori-kategori musik yang dibuat oleh peneliti yang sesuai dengan kategori yang berlaku dalam kelompok tersebut. Di dalam
hubungan ini tentunya peneliti menyusun acara rekamannya, yang diklasifikasikan utuk menyertakan contoh-contoh akurat dari semua jenis musik di dalam situasi-
situasi pertunjukan yang direncanakan dan dipertunjukkan sebenarnya. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, kategori-kategori musik tidak begitu
penulis tumpukan perhatian. Namun secara umum, dalam GBI Medan Plaza, kategori musik terdiri dari lagu dan musik instrumental. Yang paling umum adalah lagu-lagu
pujian. Ditambah dengan lagu-lagu doa. 4
Pemain musik dapat memberikan sasaran keempat bagi etnomusikolog. Dari sekian hal yang penting adalah latihan untuk menjadi pemusik. Apakah seseorang
dipaksa oleh masyarakatnya untuk menjadi pemusik, atau ia memilih sendiri karirnya sebagai pemusik? Bagaimana metode latihannya, apakah sebagai pemain musik
potensial yang mengandalkan kepada kemampuan sendiri; apakah ia mendapatkan pengetahuan dasar tentang teknik memainkan alat musiknya atau teknik menyanyi
dari orang lain, atau apakah ia menjalani latihan yang ketat dalam kurun waktu tertentu? Siapa saja pengajarnya, dan bagaimanakan metode mengajarnya? Hal ini
mengarahkan kepada masalah profesionalisme dan penghasilan. Sebuah masyarakat mungkin saja membedakan beberapa tingkatan kemampuan pemusik, membuat
klasifikasi dengan istilah-istilah khusus, dan memberikan penghargaan tertinggi kepada sesuatu yang dianggap benar-benar profesional atau pemusik dapat saja tidak
dianggap sebagai spesialis. Bentuk dan cara memberi penghargaan dapat sangat
Universitas Sumatera Utara
26 berbeda untuk setiap masyarakat, dan dapat terjadi bahwa pemusik sama sekali tidak
mendapat bayaran. Sama penting dan menariknya adalah berbagai masalah tentang apakah
pemusik dianggap sebagai seseorang yang mempunyai bakat luar biasa, atau apakah semua anggota masyarakat tersebut dianggap mempunyai bakat yang sama? Apakah
pemusik mewariskan kemampuannya dan apabila demikian dari siapa dan dengan cara apa?
Sebagai anggota masyarakat, pemusik dapat memandang kemampuannya sebagai sesuatu yang membedakannya dengan orang-orang lain, dan dengan
demikian ia dapat melihat dirinya sendiri dan masyarakatnya dalam rangka hubungan tertentu. Orang yang bukan pemusik pun dapat menganut konsep-konsep
prilaku musikal yang dapat atau tidak dapat diterima, dan membentuk sikap-sikap terhadap pemusik dan tindakannya dengan dasar ini. Tentu saja pemusik dapat juga
dianggap mempunyai sebuah kelas sosial tertentu dan mereka dapat membentuk berbagai asosiasi yang didasarkan atas keterampilan mereka di dalam masyarakat.
Mereka dapat memiliki musik yang dihasilkan, jadi memunculkan lagi berbagai masalah ekonomi, dalam hal ini hubungan dengan barang-barang yang tidak
tersangkut langsung. Di dalam hubungan inilah pengkajian lintas budaya dari kemampuan musik
dapat digunakan, meskipun tidak ada pengkajian bebas budaya sejauh ini yang dikembangkan,
rumusan mereka akan sangat memperhatikan penafsiran kemampuan-kemampuan terpendam serta kemampuan nyata pemusik dan bukan
Universitas Sumatera Utara
27 pemusik, seperti yang ditentukan masyarakat ataupun di dalam hubungan
perorangan. Dalam konteks penelitian ini, pemusik menjadi fokus utama kajian penulis.
Kajian tentang pemusik ini diperhatikan bagaimana hubungannya dalam konteks manajemen pelatihan. Apa yang menjadi syarat menjadi pemusik di GBI?
Bagaimana system pelatihannya? Bagaimana selain tujuan utama pelayanan juga mendapat honorarium dari organisasi dan jemaat atau orang yang mengundang
mereka. 5
Wilayah studi kelima adalah mengenai penggunaan dan fungsi musik dalam hubungannya dengan aspek budaya lain. Informasi yang kita dapatkan, menunjukkan
bahwa didalam hubungan dengan penggunaan, musik meliputi semua aspek masyarakat, sebagai perilaku manusia, musik dihubungkan secara sinkronik dengan
perilaku lainnya, termasuk religi, drama tari, organisasi sosial, ekonomi, struktur politik, dan berbagai aspek lainnya. Dalam mengadakan studi tentang musik, peneliti
dituntut untuk mengadakan pendekatan budaya secara lengkap dalam mencari hubungan musik, dan di dalam maknanya yang dalam, ia mengetahui bahwa musik
mencerminkan kebudayaan, sedangkan musik menjadi bagiannya. Fungsi musik di dalam masyarakat merupakan objek penelitian lain dari
penelitian tentang penggunaan tersebut, karena penelitiannya diarahkan kepada masalah-masalah yang jauh lebih dalam. Telah dinyatakan bahwa salah satu fungsi
utama musik adalah untuk membantu mengintegrasikan masyarakat, suatu proses yang secara kontinu dilakukan di dalam kehidupan manusia. Fungsi lain adalah
untuk melepaskan tekanan-tekanan jiwa. Perbedaan antara penggunaan dan fungsi
Universitas Sumatera Utara
28 musik belum banyak dibicarakan di dalam etnomusikologi, dan studi-studi pada
wilayah yang luas cenderung untuk memusatkan kepada masalah pertama dan mengenyampingkan masalah yang kedua. Studi-studi tentang fungsi jauh lebih
menarik di antara keduanya, oleh karena studi tersebut seharusnya mengarahkan kepada pengertian yang lebih dalam tentang mengapa musik merupakan suatu gejala
universal di dalam masyarakat. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, maka penggunaan musik yang dikaji
adalah untuk ibadah dalam Gereja Bethel Indonesia Medan Plaza. Fungsi utama musik ini adalah untuk mengabsahkan ritus ibadah umat GBI. Fungsi lainnya adalah
sebagai sarana media komunikasi antara jemaat dengan Allah. Fungsi lainnya adalah untuk stiar agama Kristen, khususnya sekte kharismatik. Tentu saja akan diikuti oleh
fungsi-fungsi lainnya. 6
Akhirnya peneliti lapangan dapat mempelajari musik sebagai aktivitas kreatif di dalam kebudayaan. Yang penting di sini adalah tahap-tahap dari studi musik yang
memusatkan pada konsep-konsep musik yang digunakan di dalam masyarakat yang sedang diteliti. Yang mendasari semua pertanyaan adalah berbagai masalah
perbedaan yang dibuat oleh pemusik dan bukan pemusik di antara apa yang dianggap musik dan bukan musik, merupakan sasaran yang baru mendapatkan sedikit
perhatian di dalam etnomusikologi. Apa sumber-sumber musik itu? Apakah musik disusun hanya melalui perantaraan bantuan dan persetujuan manusia super, atau
apakah musik merupakan gejala-gejala manusia biasa? Bagaimana nyanyian- nyanyian baru muncul? Apabila penyusun musik mempunyai status tinggi di dalam
masyarakat, bagaimana ia menyusun musik, dan bagaimana pendapatnya tentang
Universitas Sumatera Utara
29 proses penyusunan musik? Ukuran-ukuran kemampuan di dalam pertunjukan adalah
penting sekali karena melalui pengertian ukuran ini peneliti dapat melihat musik yang baik dan buruk serta dapat melihatnya dengan cara-cara yang digunakan di
dalam masyarakat. Masalah-masalah ini mengarahkan kepada evaluasi rakyatnya dan evaluasi analitis dari suatu teori tentang musik di dalam masyarakat tersebut, juga
mengarahkan kepada berbagai masalah khusus di mana bentuk divisualisasikan sebagai sesuatu yang dapat dimanipulasikan, dan terhadap apakah aspek-aspek
bentuk seperti interval musik atau pola-pola ritme inti khusus digunakan di dalam pemikiran pemusik dan bukan pemusik.
Dalam kaitannya dengan penelitian ini, penulis akan melihat sejauh apa kreativitas pemusik GBI Medan Plaza, dalam memenfaatkan bakar dan kemampuan
musikalnya dalam rangka pelayanan dan ibadah kepada Allah. Kreativitas ini mencakup kemampuan mengeksplorasi bakat dan kemampuan. Begitu juga dengan
mengaransemen lagu dan lainnya. Kajian-kajian tersebut dipergunakan dalam mendukung kajian utama yaitu
tentang manajemen organisasi, pelatihan, dan struktur musik di GBI Medan Plaza. Inilah yang menjadi fokus utama penulis. Hal-hal tersebut di ataslah yang membuat
penulis tertarik untuk meneliti manajemen program pelatihan musik sehingga penulis ingin membuat sebuah kajian ilmiah dalam bentuk skripsi dengan judul: Manajemen
Organisasi, Pelatihan, dan Struktur Musik di Gereja Bethel Indonesia Medan Plaza.
Universitas Sumatera Utara
30
1.2 Pokok Permasalahan