Pemeliharaan Kesucian Diri Akhlak terhadap Diri Sendiri

88 manusia tentu akan banyak menemukan berbagai kendala. Oleh karenanya, dalam menjalani kehidupan, diperlukan penerapan akhlak terpuji berupa tolong-menolong. Konsep tolong-menolong menjadi salah satu ajaran Islam. Di dalam Alquran terdapat banyak ayat yang menganjurkan manusia untuk saling menolong. Salah satunya adalah ayat berikut: “…Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan…” Q.S. al-Mâidah5: 2 50 Dalam novel Ketika Cinta Bertasbih, tampak bahwa Habiburrahman El Shirazy banyak menampilkan konsep pendidikan akhlak terhadap sesama manusia, terutama tentang tolong-menolong. Sebagai gambaran, berikut penulis tampilkan bagian dalam novel tersebut yang mengetengahkan konsep pendidikan akhlak tentang tolong-menolong. “Sungguh Mas, tolong aku ya. Please tolonglah. Aku janji nanti Mas akan aku kasih hadiah spesial. Please tolong aku. Ini masalah kredibilitasku di hadapan ayahku. Kalau ngurusi ikan bakar saja aku tidak bisa, beliau akan susah percaya pada kredibilitasku mengorganisir sesuatu yang lebih penting. Tolong aku, Mas, please. Aku tahu ini waktunya sangat mepet. Tapi aku yakin Mas bisa. Ayolah please ya?” Eliana meminta dengan nada memelas sambil menangkupkan kedua tangannya di depan hidungnya. Gadis itu benar-benar memelas di hadapan Azzam. Melihat wajah memelas di hadapannya Azzam luluh. Sosok yang sangat tersinggung jika harga dirinya direndahkan itu adalah juga sosok yang paling mudah tersentuh hatinya. “Baiklah akan saya bantu sebisa saya. Tapi sebelum membantu Mbak Eliana, saya ingin hak saya atas apa yang sudah saya kerjakan selama enam hari di sini dibayar. ” Jawab Azzam tenang. “Sekarang?” “Ya, sekarang.” “Apa Mas Khairul tidak percaya padaku?” “Siapa yang tidak percaya? Saya hanya menuntut hak saya.” “Baiklah.” Eliana mengeluarkan dompet dari celana jeansnya. Lalu mengeluarkan lembaran dolar pada Azzam. “Ini tiga ratus dolar. Seperti kesepakatan kita satu harinya lima puluh dolar.” 50 Departemen Agama Republik Indonesia, Al- Qur’an dan Terjemahnya…, h. 106. 89 “Terima kasih.” Azzam menerima uang itu sambil tersenyum. “Nanti kuitansinya menyusul ya. Nah, sekarang bisa membantu saya?” “Baiklah, sekarang masalah bantu membantu. Bukan bisnis. Saya ingin murni membantu, jadi saya tidak akan mengharapkan apapun dari Mbak.” 51 Pada bagian ini Habiburrahman El Shirazy menampilkan dialog antara tokoh Azzam dengan Eliana. Eliana dipercaya oleh ayahnya untuk mengatur acara makan malam bersama seorang pejabat negara. Eliana yang merasa dirinya tidak begitu mahir dalam urusan masakan, meminta tolong Azzam untuk menyiapkan menu ikan bakar. Azzam pun menyanggupi untuk menolong Eliana. Dalam bagian lain, Habiburrahman El Shirazy juga menampilkan akhlak tolong-menolong sebagai berikut. Azzam meletakkan barang-barangnya di depan pintu gerbang. Sambil menenteng kantong plastik berisi daging sapi ia naik ke lantai tiga. Flatnya ada di lantai tiga. Ia masuk. Sepi. Tak ada orang di ruang tamu. Ia langsung memasukkan daging sapi ke dalam kulkas. Ia periksa kamar per kamar. Hanya ada Nanang yang sedang duduk di depan komputer milik Fadhil. Kedua telinganya ditutup dengan earphone-nya. Agaknya ia sedang asyik mendengarkan lagu-lagu pop Mesir sambil mengetik. Azzam menepuk bahu Nanang. Nanang terhenyak kaget, lalu tersenyum. Ia melepas earphone-nya. Azzam meminta Nanang untuk membantunya menaikkan barang-barang belanjaannya ke atas. Terutama mengangkat kedelai. Ia sendiri sudah sangat letih. “Okay bos” Jawab Nanang riang. Ia mengikuti Azzam turun. Mereka berdua lalu menaikkan barang-barang belanjaan itu ke dalam flat. 52 Pada bagian ini Habiburrahman El Shirazy menampilkan adegan saat Azzam meminta tolong Nanang untuk membawakan barang-barang belanjaannya. Nanang yang tinggal satu rumah dengan Azzam dengan senang hati membantu. Nilai akhlak tolong-menolong sebagaimana digambarkan di atas perlu diteladani dan terus dikembangkan oleh semua manusia, termasuk para peserta didik. Sebab dengan tolong-menolong seorang manusia telah menjalankan perintah Allah sekaligus menciptakan keharmonisan di antara sesama manusia. 51 Habiburrahman El Shirazy, Ketika Cinta Bertasbih…, h. 15-16. 52 Habiburrahman El Shirazy, Ketika Cinta Bertas bih…, h. 142. 90

2. Rendah Hati

Menurut Nurcholish Madjid, rendah hati tawađu ialah “sikap yang tumbuh karena keinsafan bahwa segala kemuliaan hanya milik Allah. Maka, tidak sepantasnya manusia ‘mengklaim’ kemuliaan itu kecuali dengan pikiran dan perbuatan yang baik, yang itu pun hanya Allah yang akan menilainya. ” 53 Rendah hati berbeda dengan rendah diri. Rendah diri merupakan sikap negatif, yaitu tidak percaya diri atau minder dalam pergaulan. Sedangkan seseorang yang rendah hati senantiasa menghormati orang lain, karena ia menyadari bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Konsep rendah hati dapat dilihat dalam Alquran, salah satunya dalam ayat berikut: “…Demikianlah Kami mengatur rencana untuk Yusuf. Dia tidak dapat menghukum saudaranya menurut undang-undang raja, kecuali Allah menghendakinya. Kami angkat derajat orang yang Kami kehendaki; dan di atas setiap orang yang berpengetahuan ada ya ng lebih mengetahui.” Q.S. Yûsuf12: 76 54 Dalam novel Ketika Cinta Bertasbih, tampak bahwa Habiburrahman El Shirazy turut menampilkan konsep pendidikan akhlak terhadap sesama manusia, terutama tentang rendah hati. Sebagai gambaran, berikut penulis tampilkan bagian dalam novel tersebut yang mengetengahkan konsep pendidikan akhlak tentang rendah hati. “Karena rasa sayang dan cinta Allah memerintahkan Rasulullah Saw. Untuk tawadhu. Lalu karena rasa sayang dan cinta juga Rasulullah memerintahkan kepada kita untuk tawadhu. Rasulullah bersabda, ‘Sesungguhnya Allah Swt. memerintahkan aku agar tawadhu, jangan sampai ada salah seorang yang menyombongkan diri pada orang lain, jangan sampai ada yang congkak pada orang lain.’ “Rasulullah adalah teladan bagi orang berakhlak mulia. Beliau makhluk Allah paling mulia namun juga orang paling tawadhu dalam sejarah umat manusia. Sejak muda Rasulullah selalu merendahkan dirinya. 53 Nurcholish Madjid, pengantar dalam A. Malik Fadjar, Reorientasi Pendidikan Islam, Jakarta: Fajar Dunia, 1999, Cet. I, h. 15-16. 54 Departemen Agama Republik Indonesia, Al- Qur’an dan Terjemahnya…, h. 244.