71
ada yang mereka lakukan kecuali menyerahkan semuanya kepada Allah yang Maha Menentukan Takdir.
24
Pada bagian ini tampak bagaimana Habiburrahman El Shirazy menunjukkan penerapan bersalawat kepada Nabi Muhammad Saw. Yaitu saat Azzam
bersama dua orang mahasiswi tengah berada di dalam taksi untuk mengejar bus yang diyakini membawa barang-barang bawaan milik mahasiswi yang dicopet.
Saat genting dan menegangkan seperti ini digunakan oleh Azzam untuk menambah keyakinannya akan pertolongan Allah Swt.
Dalam bagian lain Habiburrahman El Shirazy juga menampilkan konsep akhlak terhadap Nabi Muhammad Saw. berupa membaca salawat sebagaimana
tergambar pada fragmen berikut ini. Malam itu Furqan tidak tidur. Setelah shalat tahajud, ia mengharubiru
bermunajat kepada Tuhannya. Shalawat Munjiyat ia hayati dan ia baca berulang kali. Doa Nabi Yunus ia resapi maknanya dan ia baca berulang-
ulang kali dengan airmata terus menetes tiada henti.
25
Dalam kutipan di atas digambarkan bahwa Furqan sedang cemas menanti hasil tes darah. Untuk itu pada malam hari sebelum pengambilan hasil tes
darah, ia memperbanyak ibadah seperti melakukan salat tahajud, membaca Salawat Munjiyat dan berdoa kepada Allah.
Adapun lafaz Salawat Munjiyat yang dibaca oleh tokoh Furqan adalah sebagai berikut.
“Ya Allah, limpahkanlah salawat kepada junjungan kami, Nabi Muhammad Saw., salawat yang akan menyelamatkan kami dari ketakutan
dan malapetaka. Dan dapat memenuhi semua kebutuhan kami, dapat menyucikan kami dari segala keburukan, dapat mengangkat kami pada
kedudukan yang setinggi-tingginya di sisi-Mu, dapat membawa kami mencapai tujuann puncak dari segala kebaikan dalam kehidupan dunia ini
24
Habiburrahman El Shirazy, Ketika Cinta Bertasbih…
,
h. 134-135.
25
Habiburrahman El Shirazy, Ketika Cinta Bertasbih…, h. 291.
72
dan setelah meninggal. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Membaca Salawat Munjiyat akan membawa manfaat. Moh. Ardani menuliskan beberapa manfaat tersebut, yaitu:
a. Untuk mencapai segala keinginan yang diharapkan
b. Agar segala hajat dikabulkan, baik hajat dunia maupun akhirat,
hendaknya dibaca 500 kali
26
Nilai akhlak salawat jelas sangat bermanfaat untuk diamalkan dan terus dikembangkan di kalangan peserta didik. Hal ini bukan saja sebagai upaya
penanaman rasa cinta kepada Nabi, melainkan juga sebagai salah satu cara untuk meraih berbagai kemudahan dan kesuksesan dalam hidup.
B. Akhlak terhadap Orang Tua
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, orang tua didefinisikan sebagai ayah dan ibu kandung, suami istri seorang laki-laki dan seorang perempuan yang
terikat dalam tali pernikahan, kemudian melahirkan anak, maka suami istri tersebut adalah orang tua bagi anak-anak mereka. Orang tua adalah pendidik yang
teutama dan semestinya. Merekalah pendidik asli yang menerima tugas sebagai kodrat dari Tuhan untuk mendidik anak-anak.
Kajian akhlak terhadap orang tua yang digali dalam novel Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburrahman El Shirazy ini mencakup tiga hal utama, yaitu:
perkataan lemah lembut kepada orang tua, perbuatan baik kepada orang tua, dan pemuliaaan kepada teman-teman orang tua.
1. Perkataan Lemah Lembut kepada Orang Tua
Setiap manusia dalam komunitas sosial memiliki ragam budi bahasa yang berbeda. Namun, pada dasarnya, setiap manusia menghendaki budi bahasa
yang baik dan tutur kata yang lemah lembut guna memuliakan lawan bicaranya. Terlebih kepada orang tua, setiap anak sudah semestinya berkata
dengan lemah lembut.
26
Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf…, h. 78.
73
Allah Swt. berfirman:
“…maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan
ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.” Q.S. al-Isrâ17:
23
27
Dalam novel Ketika Cinta Bertasbih, Habiburrahman El Shirazy banyak menampilkan konsep pendidikan akhlak tentang perkataan lemah lembut
kepada orang tua. Sebagai gambaran, berikut penulis tampilkan bagian dalam novel tersebut yang mengandung konsep pendidikan akhlak tentang perkataan
lemah lembut kepada orang tua. “Nduk, aku ingin bicara sebentar denganmu bisa?” Kata Abahnya,
dengan wajah serius. “Inggih, bisa Abah.” Jawabnya sambil menghadapkan seluruh
wajahnya pada sang Abah.
28
Pada bagian ini tampak jelas bahwa Habiburrahman El Shirazy menampilkan konsep akhlak perkataan lemah lembut kepada orang tua. Dalam
kutipan di atas, ditampilkan dialog antara tokoh Abah Kiai Lutfi dengan Anna Althafunnisa. Abah yang menjadi figur orang tua mengajak bicara Anna
Althafunnisa yang menjadi figur seorang anak. Saat Abah mengajak bicara, Anna Althafunnisa menjawab dengan
perkataan lemah lembut dalam bahasa Jawa disertai dengan memposisikan seluruh wajahnya menghadap Abah. Tidak hanya lemah lembut dari tutur kata,
melainkan juga dari bahasa tubuh. Hal inilah yang sepatutnya dicontoh oleh setiap anak saat diajak bicara oleh orang tuanya, tak terkecuali dengan para
peserta didik. Dalam bagian lain, Habiburrahman El Shirazy juga menampilkan gambaran
akhlak berkata lemah lembut kepada orang tua sebagai berikut. Angin itu ternyata bisa menyampaikan perkataan-perkataan kaum ibu
itu ke telinga Bu Nafis sekeluarga. Bu Nafis paling sedih dan resah. Husna juga, ia tidak rela kakaknya yang menjadi pahlawannya dijadikan
27
Departemen Agama Republik Indonesia, Al- Qur’an dan Terjemahnya…, h. 284.
28
Habiburrahman El Shirazy, Ketika Cinta Bertasbih…, h. 361.