Pemaafan Akhlak terhadap Sesama Manusia

94 janji. Sebagai gambaran, berikut penulis tampilkan bagian dalam novel tersebut yang mengetengahkan konsep pendidikan akhlak tentang penepatan janji. Azzam meminjam sepeda motor butut milik Husna. Ia harus shalat Ashar di Wangen. Ia telah berjanji pada Kiai Lutfi bahwa dirinya akan ikut pengajian Al Hikam. Ia tidak mau mengingkari janji yang telah terlanjur ia ucapkan. Meskipun saat itu lelah dari tubuhnya belum benar-benar pulih. Ia pacu sepeda motor tua itu sekuat-kuatnya. Tapi lajunya maksimal tetap enam puluh kilometer per jam. Menjelang sampai Polanharjo ia melihat sawah yang terhampar. Sejenak ia hentikan motornya. Sudah lama ia tidak menikmati pemandangan sawah seperti itu. Di kejauhan ia melihat orang-orang sedang bekerja. Mereka mencangkul bergelut dengan lumpur. Dari jauh mereka kelihatan seumpama kayu hidup, tak berbaju. Terik matahari memanggang mereka. Tubuh mereka hitam dan berkilauan karena keringat. Keringat mereka merembes dari setiap pori-pori lalu jatuh dan jadi pupuk penyubur padi yang kelak mereka tanam. “Mereka para pahlawan, karena keringat merekalah jutaan orang bisa makan.” Gumam Azzam. Setelah puas menikmati pemandangan yang menggugah itu ia melanjutkan perjalanan. Lima belas menit sebelum Ashar Azzam sampai di masjid pesantren. Masyarakat yang hendak mengikuti pengajian Al Hikam telah banyak berdatangan. Azzam melihat di antara yang hadir ada Pak Mahbub, imam masjid di kampungnya. Pak Mahbub tampak sedang asyik berbincang dengan seorang kakek berbaju hitam. Azzam tidak ingin mengganggu keasyikan mereka. Ia lalu melihat Kiai Lutfi berjalan dari rumah ke masjid. Kiai itu berbincang dengan seorang santri. Lalu mengitarkan pandangannya ke arah jamaah yang ada di dalam masjid. Azzam terus memperhatikan gerak-gerik Kiai itu. Dan saat kedua matanya dan kedua mata Kiai Lutfi bertemu, ulama kharismatik itu tersenyum padanya. Ia kaget ketika Kiai Lutfi berjalan ke arahnya. “Kau memenuhi janjimu Zam?” “Janji memang harus dipenuhi Pak Kiai.” 59 Pada bagian ini Habiburrahman El Shirazy menampilkan tokoh Azzam yang berusaha menepati janjinya untuk datang ke pengajian al-Hikam yang diasuh oleh Kiai Lutfi. Meskipun dalam keadaan letih, Azzam tetap berusaha menepati janjinya pada Kiai Lutfi. Azzam menganggap janjinya sama dengan utang, sehingga dalam kondisi apa pun ia tetap harus melunasinya. 59 Habiburrahman El Shirazy, Ketika Cinta Bertasbih…, h. 519-520. 95

5. Pemuliaan Tamu

Manusia tidak dapat hidup sendiri, ia adalah makhluk sosial yang harus bergaul dengan orang lain. Dalam kehidupan bermasyarakat, Islam telah memberikan tuntunan kepada manusia untuk saling memuliakan. Salah satunya adalah pemuliaan kepada tamu. Rasulullah Saw. bersabda: 60 “Dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah memuliakan tamunya.” H.R. Muslim Dalam novel Ketika Cinta Bertasbih, tampak bahwa Habiburrahman El Shirazy menampilkan konsep pemuliaan tamu. Sebagai gambaran, berikut penulis tampilkan bagian dalam novel tersebut yang mengetengahkan konsep pendidikan akhlak tentang pemuliaan tamu. “Ayo Zam, masuk Ajak teman-temanmu itu masuk” Perintah Pak Kiai. “Kami masih keringatan Pak Kiai.” Jawab Azzam pelan. “Tidak apa-apa ayo, jangan duduk di situ. Ini sudah ada tempat duduk. Nanti AC- nya aku hidupkan biar sejuk.” Desak Pak Kiai. “Baik Pak Kiai.” Azzam dan kedua temannya masuk. Azzam membuka topinya. Rambut dan wajahnya tampak sedikit kusut dan awut-awutan. “Oh ya ngomong-ngomong kalian sudah makan belum?” Tanya Pak Kiai Lutfi. “Mm… mm…” Azzam merasa kikuk mau menjawab. “Aku tahu kalian belum makan. Paling terakhir kalian makan tadi siang. Kalau tidak di Jogja mungkin di Kebumen.” Azzam diam. Pak Kiai Lutfi bisa menebak kekikukannya. “Nduk, Anna Siapkan makan yang enak” Seru Kiai Lutfi sambil menoleh ke belakang. “Inggih Bah.” Jawab Anna pelan, tapi jelas sampai ke ruang depan. “Aduh tidak usah repot-repot Pak Kiai.” Ucap Azzam basa-basi. “Tidak. Kalian tidak boleh keluar dari rumah ini kecuali sesudah makan. …” 61 60 Imâm Abî al-Husain Muslim ibn al-Hajjâj al-Qusyairî an-Naisâbûrî, Şahîh Muslim, Beirut: Dâr al-Kutub al- ‘Ilmiyah, 2008, Edisi V, h. 686. 61 Habiburrahman El Shirazy, Ketika Cinta Bertasbih…, h. 511-513. 96 Pada bagian ini Habiburrahman El Shirazy menggambarkan tokoh Kiai Lutfi yang sangat memuliakan tamunya. Perlakuan yang diberikan Kiai Lutfi begitu istimewa, sampai-sampai ia melarang tamunya untuk pergi kecuali telah mencicipi hidangan yang disediakan oleh anaknya, Anna Althafunnisa. Beginilah idealnya adab seorang muslim dalam menerima tamu, yaitu dengan memuliakannya. Dalam bagian lain, Habiburrahman El Shirazy juga menampilkan gambaran akhlak pemuliaan tamu sebagai berikut. “Assalamu’alaikum.” Suara Anna menimbulkan desiran halus dalam hati Azzam. Azzam berusaha kuat melawannya. “Wa’alaikumussalam. Mbak Anna, kebetulan kami sedang sarapan ayo masuk. Kok pas banget. Ayo silakan” Jawab Husna ramah. Semua kursi sudah terisi. Husna memberikan kursinya pada Anna. Ia lalu pergi ke belakang mengambil kursi plastik di dapur. 62 Dalam fragmen tersebut digambarkan bagaimana perlakuan Husna sebagai tuan rumah terhadap tamunya, Anna, yaitu dengan mendahulukan tamunya untuk dapat duduk. Temuan dan pembahasan penelitian dapat diringkas ke dalam tabel di bawah ini. Tabel 3 Temuan dan Pembahasan Penelitian No. Ruang Lingkup Bentuk Perilaku 1. Akhlak terhadap Allah dan Rasul-Nya Syukur Sabar Tobat Ikhlas Sunnah Salawat 62 Habiburrahman El Shirazy, Ketika Cinta Bertasbih…, h. 496.