Salawat Akhlak terhadap Allah dan Rasul-Nya
73
Allah Swt. berfirman:
“…maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan
ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.” Q.S. al-Isrâ17:
23
27
Dalam novel Ketika Cinta Bertasbih, Habiburrahman El Shirazy banyak menampilkan konsep pendidikan akhlak tentang perkataan lemah lembut
kepada orang tua. Sebagai gambaran, berikut penulis tampilkan bagian dalam novel tersebut yang mengandung konsep pendidikan akhlak tentang perkataan
lemah lembut kepada orang tua. “Nduk, aku ingin bicara sebentar denganmu bisa?” Kata Abahnya,
dengan wajah serius. “Inggih, bisa Abah.” Jawabnya sambil menghadapkan seluruh
wajahnya pada sang Abah.
28
Pada bagian ini tampak jelas bahwa Habiburrahman El Shirazy menampilkan konsep akhlak perkataan lemah lembut kepada orang tua. Dalam
kutipan di atas, ditampilkan dialog antara tokoh Abah Kiai Lutfi dengan Anna Althafunnisa. Abah yang menjadi figur orang tua mengajak bicara Anna
Althafunnisa yang menjadi figur seorang anak. Saat Abah mengajak bicara, Anna Althafunnisa menjawab dengan
perkataan lemah lembut dalam bahasa Jawa disertai dengan memposisikan seluruh wajahnya menghadap Abah. Tidak hanya lemah lembut dari tutur kata,
melainkan juga dari bahasa tubuh. Hal inilah yang sepatutnya dicontoh oleh setiap anak saat diajak bicara oleh orang tuanya, tak terkecuali dengan para
peserta didik. Dalam bagian lain, Habiburrahman El Shirazy juga menampilkan gambaran
akhlak berkata lemah lembut kepada orang tua sebagai berikut. Angin itu ternyata bisa menyampaikan perkataan-perkataan kaum ibu
itu ke telinga Bu Nafis sekeluarga. Bu Nafis paling sedih dan resah. Husna juga, ia tidak rela kakaknya yang menjadi pahlawannya dijadikan
27
Departemen Agama Republik Indonesia, Al- Qur’an dan Terjemahnya…, h. 284.
28
Habiburrahman El Shirazy, Ketika Cinta Bertasbih…, h. 361.
74
gunjingan. Pengangguran memang sangat tidak nyaman. Akhirnya Bu Nafis tidak bisa menahan keresahannya. Suatu pagi ia berkata pada
Azzam, “Nak, terserah bagaimana caranya agar kamu tidak tampak
menganggur. Kalau pergi pergilah, berangkatlah kerja bersama orang- orang yang berangkat kerja. Dan kalau sore atau malam pulanglah ke
rumah. Supaya kau tidak jadi bahan ocehan. Ibu juga malu kau lulusan luar negeri cuma juala
n bakso” Bu Nafis menyampaikan hal itu dengan mata berkaca-kaca. Husna
yang mendengarnya juga trenyuh hatinya. “Bue, perkataan orang lain jangan terlalu dimasukkan ke dalam hati.
Yang penting ibu percayalah pada Azzam. Azzam bisa mandiri. Azzam bisa makan dengan kedua tangan dan kaki Azzam sendiri. Ibu kan juga
tahu di Cairo dulu Azzam juga jualan bakso.”
“Terserah kamu Nak. Tapi pikirkanlah bagaimana caranya supaya kamu aman dari gunjingan masyarakat.
” “Masyarakat kita memang paling hobi menggunjing kok Bue. Tapi
baiklah Azzam akan ikuti permintaan ibu. Pagi berangkat kerja, sore pulang kerja.”
29
Dalam bagian ini, Habiburrahman El Shirazy menampilkan dialog antara Bue Bu Nafis dengan Azzam. Bue yang terpengaruh oleh omongan
tetangganya menegur Azzam agar segera bekerja sebagaimana lazimnya orang lain bekerja. Dari dialog yang terjadi, terasa bahwa teguran Bue bersifat
emosional. Namun Azzam tetap menanggapi teguran tersebut dengan perkataan yang halus.
Dari kedua gambaran tersebut, Habiburrahman El Shirazy berusaha menyampaikan pesan pendidikan akhlak yang dalam. Yaitu jika seorang anak
sedang berbicara dengan orang tuanya, dalam kondisi emosi seperti apa pun, sepatutnya sang anak menjadi pendengar yang baik dan merespon pembicaraan
orang tua dengan perkataan lemah lembut.