Lingkungan Pendidikan Lingkungan Ekonomi

59

A. Akhlak terhadap Allah dan Rasul-Nya

Dalam ajaran Islam, aspek paling penting adalah tauhid. Aspek inilah yang paling pertama dibangun oleh Rasulullah Saw. dalam tugas dakwahnya. Boleh dikatakan bahwa landasan keberagamaan umat Islam adalah tauhid, dalam arti mengesakan Allah Swt. Inilah yang kemudian menjadi syarat pertama seseorang dikatakan sebagai muslim, yakni apabila ia menyatakan diri bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya. Dengan demikian, akhlak terhadap Allah dan Rasul-Nya merupakan masalah penting dalam pembentukan kepribadian seorang muslim. Menurut Moh. Ardani, setidaknya ada empat alasan mengapa manusia perlu berakhlak kepada Allah Swt., yaitu: - Karena Allah telah menciptakan manusia - Karena Allah telah memberikan perlengkapan pancaindera dan anggota badan kepada manusia - Karena Allah telah menyediakan berbagai sarana hidup bagi manusia - Karena Allah telah memberi kemampuan kepada manusia untuk mengelola alam 1 Kajian akhlak terhadap Allah dan Rasul-Nya yang digali dari novel Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburrahman El Shirazy mencakup enam hal utama, yaitu: syukur, sabar, tobat, ikhlas, sunnah dan salawat.

1. Syukur

Menurut Moh. Ardani, syukur adalah “merasa gembira atas pemberian dan karunia-Nya, menyatakan kegembiraan itu dengan ucapan dan perbuatan, memelihara dan menggunakan karunia itu sesuai dengan kehendak-Nya .” 2 Konsep syukur dapat dilihat dalam Alquran, antara lain di Surat Luqmân ayat 12. “Dan sungguh, telah Kami berikan hikmah kepada Lukman, yaitu, “Bersyukurlah kepada Allah Dan barang siapa bersyukur kepada 1 Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf: Nilai-nilai AkhlakBudi Pekerti dalam Ibadat dan Tasawuf, Jakarta: Karya Mulia, 2005, Cet. II, h. 66-67. 2 Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf…, h. 121. 60 Allah, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa tidak bersyukur kufur, maka sesungguhnya Allah Mahakaya, Maha Terpuji.” Q.S. Luqmân31: 12 3 Dalam novel Ketika Cinta Bertasbih, tampak Habiburrahman El Shirazy banyak menampilkan konsep syukur. Sebagai gambaran, berikut penulis tampilkan bagian dalam novel tersebut yang mengetengahkan konsep pendidikan akhlak tentang syukur. ‘Suratmu, Adikku, seolah menjadi oase bagiku. Di tengah gersang dan panasnya padang sahara kerinduan kepada kalian, suratmu adalah pelepas dahaga sekaligus penyejuk jiwa. Bahasamu bukanlah bahasa anak SMA. Tapi bahasamu adalah bahasa jiwa para sastrawan dan pujangga yang orisinil lahir dari malakatun nafsi, bakat jiwa. Cobalah adikku, kaugunakan bakatmu itu untuk menulis karya sastra. Semisal puisi, cerpen atau novel. Tulislah dengan serius. Niatkan demi mensyukuri karunia pemberian Allah. Dan niatkan untuk sedikit-sedikit mencari nafkah demi membahagiakan ibu kita tercinta. Aku sangat yakin jika kau serius kau akan jadi penul is yang cemerlang’ 4 Dalam bagian ini tampak bahwa Habiburrahman El Shirazy menampilkan konsep syukur. Tokoh utama dalam novel, yaitu Azzam, sedang memberikan nasihat melalui sepucuk surat kepada adiknya yang bernama Husna agar meniatkan kegemaran dan bakatnya dalam menulis sebagai wujud bersyukur atas nikmat Allah. Karena Allah yang telah memberikan potensi kepadanya dalam mengolah kata dan bahasa. Dengan mensyukuri nikmat dan belajar menulis secara serius, maka Azzam yakin Husna akan menjadi penulis yang handal. Pada bagian lain, Habiburrahman El Shirazy juga menampilkan gambaran syukur sebagai berikut. Truk itu sampai di rumah Pak Amrun pukul enam pagi. Dua ratus sepuluh kardus ukuran kecil dan besar dinaikkan. Sebelum menata ratusan kardus buku itu Kang Paimo minta daftar alamat yang akan dikirim. Ia berkata kepada Azzam, “Mana Zam alamat-alamatnya?” 3 Departemen Agama Republik Indonesia, Al- Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: Syaamil Cipta Media, 2005, h. 412. 4 Habiburrahman El Shirazy, Ketika Cinta Bertasbih, Jakarta: SinemArt Indonesia dan Basmala Adikarya Legendaris, 2009, h. 410-411.