31
Sedangkan latar waktu Latar waktu berkaitan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah
karya fiksi. Adapun latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan
perilaku sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah
dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia bisa berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan
bersikap, dan lain-lain yang tergolong dalam latar spiritual. Di samping itu, latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang
bersangkutan, misalnya rendah, menengah, dan atas. 5
Sudut Pandang Menurut M.H. Abrams, seperti dikutip oleh Burhan Nurgiyantoro,
“sudut pandang menyaran pada cara sebuah cerita dikisahkan. Ia merupakan cara atau pandangan yang digunakan pengarang sebagai
sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk karya fiksi kepada pembaca
”.
56
Sudut pandang merupakan tempat atau posisi pencerita terhadap kisah yang dikarangnya, apakah ia berada di dalam cerita atau di luar cerita.
Dengan kata lain, pengarang bebas menentukan apakah dirinya ikut terlibat langsung dalam cerita itu atau hanya sebagai pengamat yang
berdiri di luar cerita. Secara garis besar, sudut pandang dapat dibedakan menjadi dua
macam , yaitu persona pertama gaya “aku” dan persona ketiga gaya
“dia”.
57
Pada sudut pandang yang menggunakan persona pertama gaya “aku”, pengarang ikut terlibat dalam cerita. Pengarang masuk ke dalam
cerita menjadi si “aku” yaitu tokoh yang mengisahkan kesadaran dirinya
sendiri, serta segala peristiwa atau tindakan yang diketahui, didengar,
56
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi …, h. 248.
57
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi …, h. 256.
32
dilihat, dialami, dirasakan, serta sikapnya terhadap tokoh lain, kepada pembaca. Pembaca hanya menerima apa yang diceritakan oleh tokoh
“aku”. Sebagai konsekuensinya, pembaca hanya dapat melihat dan merasakan secara terbatas apa yang dilihat dan dirasakan tokoh si “aku”
tersebut. Sudut pandang persona pertama dapat dibedakan lagi ke dalam dua
golongan berdasarkan peran dan kedudukan tokoh “aku” dalam cerita. Yaitu “aku” sebagai tokoh utama jika ia menduduki peran utama atau
menjadi tokoh utama protagonis, dan “aku” sebagai tokoh tambahan jika
ia hanya menduduki peran tambahan, menjadi tokoh tambahan protagonis, atau berlaku sebagai saksi.
Adapun pada sudut pandang persona ketiga gaya “dia”, pengarang
menjadi seseorang yang berada di luar cerita. Pengarang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, atau kata gantinya: ia, dia,
mereka. Nama-nama tokoh cerita, khususnya tokoh utama, terus-menerus disebut, dan sebagai variasi digunakan kata ganti. Hal ini akan
memudahkan pembaca dalam mengenali siapa tokoh yang diceritakan atau siapa yang bertindak.
Sudut pandang persona ketiga dapat dibedakan lagi ke dalam dua golongan berdasarkan tingkat kebebasan dan keterikatan pengarang
terhadap bahan ceritanya. Yaitu sudut pandang “dia” mahatahu jika pengarang mengetahui segala hal tentang tokoh, peristiwa, dan tindakan,
termasuk mo tivasi yang melatarbelakanginya, dan sudut pandang “dia”
sebagai pengamat jika pengarang hanya menceritakan secara apa adanya dan tidak sampai mengetahui detil-detil yang khas.
b. Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme
33
karya sastra.
58
Atau secara lebih khusus ia dapat dikatakan sebagai unsur- unsur yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra, namun tidak
ikut menjadi bagian di dalamnya. Walau demikian, unsur ekstrinsik cukup berpengaruh terhadap totalitas bangun cerita yang dihasilkan. Oleh karena
itu, unsur ekstrinsik sebuah novel harus tetap dipandang sebagai sesuatu yang penting. Pemahaman terhadap unsur ekstrinsik suatu karya akan
membantu dalam hal pemahaman makna karya itu mengingat bahwa karya sastra tidak muncul dari kekosongan budaya.
Bagian yang termasuk dalam unsur ekstrinsik yaitu keadaan subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup,
serta biografi pengarang. Unsur ekstrinsik berikutnya adalah psikologi, baik berupa psikologi pengarang yang mencakup proses kreatifnya, psikologi
pembaca, maupun penerapan prinsip psikologi dalam karya. Keadaan di lingkungan pengarang seperti ekonomi, politik, dan sosial juga akan
berpengaruh terhadap karyanya. Serta unsur ekstrinsik yang lain, seperti pandangan hidup suatu bangsa dan sebagainya.
59
Komponen-komponen unsur intrinsik dan ekstrinsik dapat penulis sarikan dalam bentuk tabel berikut.
Tabel 1 Unsur-unsur Novel
No. Unsur Intrinsik Unsur Ekstrinsik
1. Tema
Biografi pengarang 2.
Alur Lingkungan sosial budaya
3. Penokohan
Lingkungan pendidikan 4.
Latar Lingkungan ekonomi
5. Sudut pandang, dll.
Pandangan hidup pengarang, dll.
58
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi …, h. 23.
59
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi …, h. 24.
34
BAB III TINJAUAN NOVEL KETIKA CINTA BERTASBIH
A. Tinjauan Internal
1. Sinopsis
Abdullah Khairul Azzam adalah seorang pemuda tampan dan cerdas yang berusia 28 tahun, berasal dari sebuah desa di pinggiran Surakarta, Jawa
Tengah. Sejak kecil, Azzam sudah terlihat sebagai seorang anak yang sangat baik budi pekertinya. Atas usahanya yang gigih ia berhasil memperoleh
beasiswa untuk belajar di Universitas Al-Azhar Kairo selepas menamatkan pendidikan menengah di desanya.
Baru setahun di Kairo ia berhasil memperoleh predikat jayyid jiddan lulus dengan nilai sangat memuaskan. Namun pada tahun kedua, ayahnya
meninggal dunia. Sebagai anak tertua, Azzam mau tidak mau harus bertanggung jawab atas kehidupan keluarganya, dikarenakan ibunya mulai
menua dan kerap sakit-sakitan, sementara ketiga adiknya masih kecil. Sementara itu, ia sendiri harus menyelesaikan studinya. Akhirnya ia mulai
membagi waktu untuk belajar dan mencari nafkah. Ia mulai membuat tempe dan bakso yang ia pasarkan di lingkungan warga Indonesia yang tinggal di
Kairo. Berkat keuletan dan keahliannya dalam memasak, Azzam menjadi populer dan dekat dengan kalangan staf Kedutaan Besar Republik Indonesia
35
KBRI di Kairo. Namun hal ini berimbas pada lamanya masa kuliah Azzam. Sudah sembilan tahun ia menimba ilmu di Negeri Seribu Menara tersebut,
namun belum juga selesai. Berkat seringnya Azzam menerima order dari KBRI Kairo, ia pun kemudian
kenal dengan Eliana Pramesthi Alam, putri duta besar Republik Indonesia untuk Mesir. Eliana adalah seorang lulusan EHESS Prancis yang sedang
melanjutkan pendidikan pascasarjananya di American University in Cairo. Selain cerdas, Eliana juga tersohor di kalangan mahasiswa Indonesia di Kairo
karena kecantikannya. Segudang prestasi dan kecantikan Eliana membuat Azzam menaruh hati pada Eliana. Tetapi dalam perkembangannya kemudian
Azzam urung menjalin hubungan yang lebih dekat dengan Eliana, selain karena sifat dan gaya hidup Eliana yang bertolak belakang dengan prinsip
hidupnya, juga karena nasihat dari Pak Ali, supir KBRI yang telah lama bekerja untuk keluarga Eliana.
Nasihat dari Pak Ali agar Azzam segera melamar seorang gadis yang lebih cocok untuknya terus terngiang-ngiang di kepalanya. Gadis yang dimaksud
bernama Anna Althafunnisa, alumnus Kulliyatul Banat di Alexandria dan kini sedang melanjutkan pendidikan pascasarjananya di Kulliyatul Banat Al-Azhar
Kairo. Menurut Pak Ali, kelebihan Anna dari Eliana adalah bahwa Anna memakai jilbab dan salehah. Bapaknya adalah Kiai Lutfi Hakim, pengasuh
pondok pesantren Daarul Quran, Polanharjo, Klaten. Ada keinginan dari dalam diri Azzam untuk melamar Anna meskipun ia belum pernah mengenal dan
bertemu secara langsung dengannya. Karena tidak punya biaya untuk pulang ke Indonesia, Pak Ali menyarankan Azzam agar melamar Anna melalui
pamannya yang bernama Ustadz Saiful Mujab, yang juga sedang belajar di Kairo. Kebetulan Azzam sudah sangat mengenal Ustadz Mujab.
Dengan kesungguhan hati dan niat yang tulus, Azzam pun mendatangi Ustadz Mujab. Tapi ternyata lamarannya ditolak karena Anna sudah terlebih
dahulu dilamar oleh orang lain, yaitu Furqan. Furqan tak lain adalah sahabat Azzam. Selain itu, status Azzam yang belum juga lulus kuliah dan
pekerjaannya sebagai penjual tempe dan bakso menjadi alasan kedua mengapa
36
lamarannya ditolak. Ustadz Mujab menilai Azzam tidak cukup layak meminang Anna yang dikenal lebih berprestasi secara akademis ketimbang
Azzam. Azzam pun bisa menerima alasan itu, meski hatinya cukup perih. Di sisi lain, Furqan terkena musibah yang menghancurkan segala
rencananya. Ia menjadi korban penipuan seorang wanita agen intelijen Israel yang membuat dirinya harus rela divonis positif mengidap virus HIV. Hal
tersebut membuat dirinya mengalami dilema antara harus tetap menikahi Anna yang telah dilamarnya, tetapi itu juga sekaligus akan menghancurkan
kehidupan Anna. Sementara itu, Ayatul Husna, adik Azzam yang sering berkirim surat
dengannya dari tanah air, membawa berita yang cukup membahagiakan Azzam. Azzam tidak perlu lagi mengirim uang ke kampung halamannya di
Kartasura sehingga ia dapat berkonsentrasi dalam menyelesaikan kuliahnya. Selain karena Husna telah lulus kuliah, ia juga sudah bekerja sebagai asisten
dosen dan pengisi acara konsultasi psikologi remaja di sebuah radio. Keahlian Husna dalam menulis juga telah membuahkan hasil. Penghasilan Husna sudah
cukup untuk membiayai kebutuhan dua adiknya yang lain, yaitu Lia dan Sarah. Azzam yang sudah sangat rindu dengan keluarganya karena sembilan tahun
tidak pulang ke Indonesia memutuskan untuk serius belajar hingga akhirnya berhasil lulus. Azzam pun menepati janjinya untuk kembali ke tanah air dan
segera mencari jodoh guna memenuhi amanat ibunya. Walau sebenarnya terbersit sedikit harapan untuk mendapatkan Anna.
Setelah kuliahnya selesai Azzam segera pulang ke Indonesia. Beruntung, di dalam pesawat ia bertemu kembali dengan Eliana sehingga menjadi teman
seperjalanan. Namun ketika sampai di Bandara Soekarno-Hatta, segera tersiar kabar kedekatan Eliana dengan Azzam yang diakibatkan dari gosip media
massa yang meliput kedatangan Eliana ke Indonesia untuk bermain dalam sebuah sinetron.
Sesampainya di tanah air, Azzam mulai mengamalkan ilmunya di pondok pesantren Daarul Quran sebagai pengganti Kiai Lutfi dalam pengajian rutin
yang membahas kitab al-Hikam. Karena ulasannya mengenai isi kitab al-
37
Hikam sangat mudah dicerna oleh jamaah, ia sangat disayang oleh Kiai Lutfi. Namun, meskipun telah menjadi sosok ustaz, jiwa wirausaha enterpreneur
Azzam tidak lantas mati. Ia memulai usaha pengiriman buku-buku mahasiswa Indonesia yang berkuliah di Al-Azhar, ke seantero pulau Jawa. Selain itu, ia
mulai membuka usaha baksonya sampai meraih kesuksesan. Namun di sisi lain, ketenangannya kembali terusik karena usianya yang
semakin tua namun belum juga menikah. Akhirnya dengan tekad yang kuat ia kembali berikhtiar mencari istri. Pintu harapannya terhadap Anna yang ia rasa
sudah terkunci rapat, membawanya untuk bertindak realistis: mencari wanita lain. Mulai dari Rina, Tika, Mila, Afifa, Eva, Seila, hingga Vivi. Barulah
sampai di Vivi ia menemukan tambatan hati yang ia rasa cocok dan disetujui pula oleh ibunya.
Cobaan pun kembali datang melanda Azzam. Dalam kegembiraannya menyambut hari pernikahannya dengan Vivi, ibunda Azzam meninggal dunia
karena kecelakaan.
Azzam sendiri
menderita patah
tulang yang
mengharuskannya beristirahat penuh selama beberapa bulan di rumah sakit. Namun Azzam menghadapi cobaan ini dengan sabar. Ia juga ikhlas melepas
Vivi yang didesak orang tuanya untuk mencari pengganti Azzam. Azzam percaya bahwa Allah berkehendak lain pada dirinya.
Akhirnya kesabaran Azzam membuahkan kebahagiaan. Ia kembali dipertemukan dengan Anna yang sudah menjanda karena sebelumnya telah
ditalak oleh Furqan. Dalam kepasrahannya mencari istri, Kiai Lutfi yang juga ayahanda Anna menjodohkannya dengan Anna Althafunnisa, seorang wanita
yang sebenarnya telah lama diidam-idamkan oleh Azzam. Begitu pula bagi Anna, Azzam adalah seorang pemuda yang mengisi hatinya sejak pertama kali
bertemu. Setelah perjalanan hidup yang berliku-liku, akhirnya Allah menjadikan bidadari Daarul Quran itu sebagai jodohnya.
2. Tema
Tema yang diangkat dalam novel Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburrahman El Shirazy adalah “cinta dan bakti seorang pemuda kepada
keluarganya”. Hal ini dapat diketahui dari karakter tokoh utama, yaitu Azzam.