Dasar Pendidikan Akhlak Konsep Pendidikan Akhlak

18 teladan sempurna bagi umat manusia yang mengajarkan serta menanamkan nilai-nilai akhlak terpuji kepada umatnya.

3. Tujuan Pendidikan Akhlak

Pendidikan sebagai suatu kegiatan yang berproses dan terencana sudah tentu mempunyai tujuan. Tujuan tersebut berfungsi sebagai titik pusat perhatian dalam melaksanakan kegiatan serta sebagai pedoman guna mencegah terjadinya penyimpangan dalam kegiatan. Begitu pula halnya dengan pendidikan akhlak. Menurut Muhammad ‘Aţiyyah al-Abrâsyî , tujuan pendidikan akhlak adalah “untuk membentuk orang-orang yang bermoral baik, berkemauan keras, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku serta beradab”. 23 Adapun menurut Imâm al- Ġazâlî, tujuan pendidikan akhlak dalam prosesnya haruslah mengarah kepada pendekatan diri kepada Allah dan kesempurnaan insani, dapat membentuk kepribadian muslim yang memiliki sifat terpuji, sehingga setiap perbuatan baik yang dilakukan terasa nikmat, dan pada akhirnya dapat mengarahkan manusia untuk mencapai tujuan hidupnya yaitu kebahagiaan di dunia dan akhirat. Sehingga tujuan pendidikan akhlak dirumuskan sebagai pendekatan diri kepada Allah, yaitu untuk membentuk manusia yang saleh, yang mampu melaksanakan kewajiban-kewajibannya kepada Allah dan kewajiban- kewajibannya kepada manusia sebagai hamba-Nya. 24 Rumusan yang sederhana namun cukup mengena ditawarkan oleh Zakiah Daradjat. Menurutnya, tujuan pendidikan akhlak adalah untuk membentuk karakter muslim yang memiliki sifat-sifat terpuji. Zakiah berpendapat bahwa dalam ajaran Islam, akhlak tidak dapat dipisahkan dari iman. Iman merupakan pengakuan hati, dan akhlak adalah pantulan iman tersebut pada perilaku, ucapan 23 Muh ammad ‘Aţiyyah al-Abrâsyî, Dasar-dasar Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1994, Cet. III, h. 103. 24 Abû Hâmid al- Ġazâlî, Ihyâ ‘Ulûm ad-Dîn…, h. 56. 19 dan sikap. Iman adalah maknawi, sedangkan akhlak adalah bukti keimanan dalam perbuatan, yang dilakukan dengan kesadaran dan karena Allah semata. 25 Dalam hal ini, Zakiah menekankan bahwa akhlak adalah implementasi dari iman. Tujuan pendidikan akhlak dengan demikian adalah untuk membuat peserta didik mampu mengimplementasikan keimanan dengan baik.

4. Metode Pendidikan Akhlak

Berbicara mengenai masalah pembinaan dan pembentukan akhlak sama dengan berbicara mengenai tujuan pendidikan. Karena banyak sekali dijumpai pendapat para ahli yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah pembentukan dan pembinaan akhlak terpuji. Ada dua pendapat terkait dengan masalah pembinaan akhlak. Pendapat pertama mengatakan bahwa akhlak tidak perlu pembinaan. Menurut aliran ini akhlak adalah insting yang dibawa manusia sejak lahir. Bagi golongan ini akhlak adalah pembawaan dari manusia sendiri, yaitu kecenderungan kepada kebaikan atau fitrah yang ada dalam diri manusia, dan dapat juga berupa kata hati atau intuisi yang selalu cenderung kepada kebenaran. Dengan pandangan seperti ini, maka akhlak akan tumbuh dengan sendirinya, atau dengan kata lain tanpa perlu dibentuk ġair muktasabah. Selanjutnya pendapat kedua mengatakan bahwa akhlak adalah hasil dari pendidikan, latihan, pembinaan dan perjuangan keras dan sungguh-sungguh. Kelompok yang mendukung pendapat kedua ini umumnya berasal dari ulama- ulama Islam yang cenderung pada akhlak. Ibn Miskawaih, Ibn Sînâ, dan al- Ġazâlî termasuk di antara kelompok yang mengatakan bahwa akhlak adalah hasil usaha muktasabah. 26 Imâm al- Ġazâlî, sebagaimana dikutip oleh Abuddin Nata, misalnya mengatakan bahwa: 25 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, Jakarta: Ruhama, 1993, h. 67-70. 26 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, Jakarta: Rajawali Pres, 2010, Cet. IX, h. 156. 20 “Seandainya akhlak itu tidak dapat menerima perubahan, maka batallah fungsi wasiat, nasihat dan pendidikan dan tidak ada pula fungsinya hadis Nabi yang mengatakan ‘perbaikilah akhlak kamu sekalian’”. 27 Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa ada banyak usaha yang dilakukan oleh manusia untuk membentuk akhlak yang terpuji. Bermunculannya lembaga- lembaga pendidikan dalam rangka pembinaan akhlak semakin memperkuat pendapat bahwa akhlak memang perlu dibina dan dilatih. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, metode diartikan sebagai “cara yang teratur berdasarkan pemikiran yang matang untuk mencapai maksud ”. 28 Adapun metode pendidikan akhlak adalah sebagai berikut: a. Metode Keteladanan Yang dimaksud dengan metode keteladanan adalah “suatu metode pendidikan dengan cara memberikan contoh yang baik kepada peserta didik, baik di dalam ucapan maupun perbuatan ”. 29 Keteladanan merupakan salah satu metode pendidikan yang diterapkan Rasulullah Saw. dan paling banyak pengaruhnya terhadap keberhasilan penyampaian misi dakwahnya. Para ahli pendidikan berpendapat bahwa pendidikan dengan teladan merupakan metode yang paling berhasil. ‘Abdullâh Nâşih ‘Ulwân, sebagaimana dikutip oleh Hery Noer Aly, misalnya mengatakan bahwa “pendidik akan merasa mudah mengkomunikasikan pesannya secara lisan. Namun anak akan merasa kesulitan dalam memahami pesan itu apabila pendidiknya tidak memberi contoh tentang pesan yang disampaikannya”. 30 Hal ini disebabkan karena secara psikologis anak adalah seorang peniru. Peserta didik cenderung meneladani gurunya dan menjadikannya sebagai tokoh identifikasi dalam segala hal. 27 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf …, h. 157. 28 Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia …, h. 1022. 29 Syahidin, Metode Pendidikan Qurani: Teori dan Aplikasi, Jakarta: Misaka Galiza,1999, Cet. I, h. 135. 30 Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999, Cet. I, h. 178. 21 b. Metode Pembiasaan Pembiasaan menurut M.D. Dahlan, seperti dikutip oleh Hery Noer Aly, merupakan “proses penanaman kebiasaan. Sedang kebiasaan habit ialah cara-cara bertindak yang persistent, uniform dan hampir-hampir otomatis hampir tidak disadari oleh pelakunya”. 31 Pembiasaan tersebut dapat dilakukan untuk membiasakan tingkah laku, keterampilan, kecakapan dan pola pikir. Pembiasaan ini bertujuan untuk memudahkan peserta didik dalam melakukannya. Karena seseorang yang telah mempunyai kebiasaan tertentu akan dapat melakukannya dengan mudah dan senang hati. Bahkan sesuatu yang telah dibiasakan dan akhirnya menjadi kebiasaan dalam usia muda sulit untuk diubah dan akan tetap berlangsung sampai tua. c. Metode Memberi Nasihat ‘Abdurrahmân an-Nahlâwî, sebagaimana dikutip oleh Hery Noer Aly, mengatakan bahwa yang dimaksud dengan nasihat adalah “penjelasan kebenaran dan kemaslahatan dengan tujuan menghindarkan orang yang dinasihati dari bahaya serta menunjukannya ke jalan yang mendatangkan kebahagiaan dan manfaat”. 32 Dalam metode memberi nasihat ini pendidik mempunyai kesempatan yang luas untuk mengarahkan peserta didik kepada berbagai kebaikan dan kemaslahatan umat. Di antaranya dengan menggunakan kisah-kisah Qurani, baik kisah nabawi maupun umat terdahulu yang banyak mengandung pelajaran yang dapat dipetik. d. Metode Motivasi dan Intimidasi Metode motivasi dan intimidasi dalam bahasa Arab disebut uslûb at- tarġîb wa at-tarhîb. “Tarġîb berasal dari kata kerja raġġaba yang berarti menyenangi, menyukai dan mencintai. Kemudian kata ini diubah menjadi kata benda tarġîb yang bermakna suatu harapan untuk memperoleh 31 Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam …, h. 134. 32 Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam …, h. 190.