Pemuliaan kepada Teman-teman Orang Tua

79 “…Tetapi kamu pasti akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan.” Q.S. an-Nahl16: 93 36 Dalam novel Ketika Cinta Bertasbih, Habiburrahman El Shirazy banyak menampilkan konsep pendidikan akhlak tentang kerja keras. Sebagai gambaran, berikut penulis tampilkan bagian dalam novel tersebut yang mengandung konsep pendidikan akhlak tentang bekerja keras. “Kalau aku perhatikan, gurat wajahmu lebih tua sedikit dari umurmu. Kayaknya kau memikul sebuah beban yang lumayan berat. Aku perhatikan kau lebih banyak bekerja daripada belajar di Mesir ini. Boleh aku tahu tentang hal ini?” “Ah Pak Ali terlalu perhatian pada saya. Saya memang harus bekerja keras Pak. Bagi saya ini bukan beban. Saya tidak merasakannya sebagai beban. Meskipun orang lain mungkin melihatnya sebagai beban. Saya memang harus bekerja untuk menghidupi adik-adik saya di Indonesia. Ayah saya wafat saat saya baru satu tahun kuliah di Mesir. Saya punya tiga adik. Semuanya perempuan. Saya tidak ingin pulang dan putus kuliah di tengah jalan. Maka satu-satunya jalan adalah saya harus bekerja keras di sini. Jadi itulah kenapa saya sampai jualan tempe, jualan bakso, dan membuka jasa katering. ” Pak Ali mengangguk-angguk sambil membetulkan letak kaca matanya mendengar penuturan Azzam. Ada rasa kagum yang hadir begitu saja dalam hatinya. Anak muda yang kelihatannya tidak begitu berprestasi itu sesungguhnya memiliki prestasi yang jarang dimiliki anak muda seusianya. “Aku sama sekali tak menyangka bahwa kau menghidupi adik-adikmu di Indonesia. Aku sangat salut dan hormat padamu Mas. Sungguh. Ketika banyak mahasiswa yang sangat manja dan menggantungkan kiriman orangtua, kau justru sebaliknya. Teruslah bekerja keras Mas. Aku yakin engkau kelak akan meraih kejayaan dan kegemilangan. Teruslah bekerja keras Mas, setahu saya yang membedakan orang yang berhasil dengan yang tidak berhasil adalah kerja keras. … 37 Tidak ada kesuksesan yang diraih tanpa kerja keras. Di saat mahasiswa pada umumnya menggantungkan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-harinya dari kiriman orang tua, Azzam justru bekerja keras berjualan tempe, bakso dan 36 Departemen Agama Republik Indonesia, Al- Qur’an dan Terjemahnya…, h. 277. 37 Habiburrahman El Shirazy, Ketika Cinta Bertasbih…, h. 27. 80 membuka usaha katering. Melalui kerja kerasnya ini Azzam mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, bahkan menyekolahkan ketiga adiknya di Indonesia. Dalam bagian lain, Habiburrahman El Shirazy juga menampilkan gambaran akhlak kerja keras sebagai berikut. Ia kembali ke dapur. Kembali mengakrabi adonan baksonya. Meski mata telah merah, dan kepala terasa panas, tapi ia merasa bahagia. Ia tidak merasakan apa yang ia lakukan itu sebagai penderitaan. Baginya kebahagiaan bukanlah sekadar mengerjakan apa yang ia senangi, atau kebahagiaan adalah menyenangi apa yang ia kerjakan. Ia yakin bahwa kekuatan yang diberikan oleh Allah kepadanya lebih besar ketimbang apapun. Jadi, segala jenis pekerjaan harus diselesaikannya dengan baik dan sempurna. Kemampuan yang diberikan Allah kepadanya lebih besar dari tantangan yang harus diatasinya. Ia yakin Allah selalu bersamanya. Allah sangat memperhatikannya. Dan Allah tidak akan menyengsarakannya karena bekerja keras. Justru sebaliknya, Allah akan memberikan keberkahan karena bekerja keras. 38 Pada bagian ini Habiburrahman El Shirazy menggambarkan tokoh Azzam yang sedang bekerja keras membuat bakso. Meskipun tubuhnya letih, ia tetap bekerja keras. Dari kedua gambaran tersebut, Habiburrahman El Shirazy berusaha menyampaikan pesan pendidikan akhlak kepada pembaca bahwa kerja keras adalah kewajiban yang harus dilakukan jika seseorang ingin berhasil. Tanpa kerja keras maka keberhasilan mustahil akan datang dengan sendirinya.

2. Cita-cita Tinggi

Cita-cita adalah ketetapan hati untuk menggapai maksud dengan sangat memperhatikan maksud tersebut. Cita-cita setiap orang adalah menurut kadar kedudukannya. Dalam pandangan al- Ġazâlî, seseorang akan sangat ditentukan oleh cita-citanya. Ia mencontohkan orang yang memiliki kedudukan atau pekerjaan rendah, karena memiliki cita-cita yang rendah. Begitu pula orang yang memiliki kedudukan atau derajat tinggi, karena memiliki cita-cita yang 38 Habiburrahman El Shirazy, Ketika Cinta Bertasbih…, h. 175-176. 81 tinggi pula. Semua itu karena cita-cita yang tertanam dalam hati sangat menentukan kesungguhan seseorang dalam meraih tujuan hidup. 39 Konsep cita-cita ini cukup jelas dipaparkan dalam Alquran. Salah satunya adalah pada ayat berikut. “…Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri…” Q.S. ar- Ra’d13: 11 40 Dalam novel Ketika Cinta Bertasbih, Habiburrahman El Shirazy banyak menampilkan konsep pendidikan akhlak terhadap diri sendiri, terutama tentang cita-cita yang tinggi. Sebagai gambaran, berikut akan penulis tampilkan bagian dalam novel tersebut yang mengetengahkan konsep pendidikan akhlak berupa cita-cita yang tinggi. “Karena pemudanya tidak banyak yang punya impian tinggi dan besar itulah, maka Indonesia tidak maju-maju. Kalau yang kauimpikan selama ini apa Mas? Bukan yang tadi lho. Yang selama ini kauimpikan.” Tanya Eliana. “Kira-kira apa, coba, kau bisa tebak tidak?” Sahut Azzam. “Mm… mungkin mendirikan pesantren.” “Salah.” “Terus apa?” “Jadi orang paling kaya di pulau Jawa he he he…” “Wow…gila It’s great dream, man Tak kuduga Mas Khairul punya impian segede itu. Impian yang aku sendiri pun tidak menjangkaunya. Gila Boleh… Boleh Kali ini aku boleh salut pada Mas Khairul.” 41 Pada bagian ini Habiburrahman El Shirazy menampilkan dialog antara tokoh Azzam dengan Eliana. Azzam memiliki cita-cita yang tinggi. Ia ingin menjadi orang terkaya di pulau Jawa. Cita-cita Azzam yang tinggi ini diselaraskan dengan bekerja keras dan beribadah sehingga tidak hanya menjadi angan-angan belaka. Dalam bagian lain, Habiburrahman El Shirazy juga menampilkan gambaran akhlak bercita-cita tinggi sebagai berikut. 39 Imâm al- Ġazâlî, Risalah-risalah al-Ghazali, Terj. dari Majmû’ah Rasâil al-Imâm al-Ġazâlî oleh Irwan Kurniawan, Bandung: Pustaka Hidayah, 1997, h. 240. 40 Departemen Agama Republik Indonesia, Al- Qur’an dan Terjemahnya…, h. 250. 41 Habiburrahman El Shirazy, Ketika Cinta Bertasbih…, h. 19.